Aku berlari dengan sedikit lambat, bagaimana tidak lambat kalau aku membawa satu tas besar berisi senjata sambil menarik tangan Senja? Sudah pasti tubuh lemahku kesulitan melakukannya...
"Langit, lepaskan tanganku, aku bisa berlari sendiri..." Senja berkata dengan lirih, tetapi aku bisa menebak kalau ia sebenarnya berbohong.
Biar bagaimanapun, aku bisa merasakan kalau tubuhnya tidak berlari, melainkan mengikutiku saja.
Aku juga merasakan kalau tubuhnya sedikit gemetar, itu reaksi yang cukup wajar bagi anak seusia ini melihat makhluk yang amat mengerikan.
Aku berbelok ke kiri kemudian berusaha mempercepat lariku, tetapi tidak bisa karena kecepatanku saat ini adalah batasanku.
Lariku berhenti ketika dua ekor Monster berbentuk anjing yang mirip seperti tadi muncul, yang lebih mengerikan ukurannya lebih besar dari yang sebelumnya.
"Cih..." Aku berdecih, menghadapi satu saja sulitnya tidak terkirakan, apalagi melawan dua? Bisa-bisa aku mati disini...
Aku melirik ke sebelahku, Senja sudah bergetar saat melihat dua anjing itu. Itu wajar saja, aku juga sebenarnya ketakutan saat ini.
"Senja, aku pinjam tongkatmu, ya?" Aku tidak menunggu jawabannya, aku langsung merebut tongkatnya dari tangannya kemudian mengacungkan ke arah dua anjing itu.
Secara tiba-tiba, hal yang sama, seperti saat aku melawan anjing yang sama sebelumnya, muncul.
Sekitar sepuluh gerakan terlintas di pikiranku dan aku langsung maju, mengikuti sepuluh gerakan itu.
Aku mengayunkan tongkatku dari kanan ke kiri dengan cepat, dan saat itulah aku merasakan tanganku terasa sakit.
Mungkin, jika kusebut dengan istilah anak kecil, aku bisa menyebut tanganku kram.
Tanganku bergetar sebelah, aku melihat kalau dua anjing itu terlempar jauh setelah terkena satu seranganku.
Aku berlari maju dan melompat sambil berseru, "Terima ini! Dasar anjing jelek!"
Aku mengayunkan tongkatku dari atas ke bawah dan telak mengenai kepala satu anjing.
Menurut gambaran gerakan tadi, aku bisa menghabisi dua anjing pada gerakan ke sepuluh, dan artinya masih ada delapan gerakan lagi yang harus kulakukan.
Tak lama setelah serangan kedua mendarat, tanganku seketika terasa kram, kram yang tadi bertambah sakit rasanya.
Akhirnya aku paham kenapa Senja lemas saat ini, tubuhnya yang mungkin lebih lemah dariku sekarang sedang mengalami kram, meskipun dia baru memberikan dua serangan. Ingatlah, fisik laki-laki dan perempuan itu berbeda...
Aku memegang ujung tongkatku kemudian mengayunkan dari kanan ke kiri, lalu dari kiri ke kanan, lalu dari atas ke bawah, dan terakhir aku berputar sambil mengayunkan tongkatku. Semuanya kulakukan secepat yang aku bisa.
Satu anjing tewas dengan kepala hancur, aku tersenyum tipis dan saat itulah, tubuhku terasa kram, di seluruh tubuhku.
"Aarrgghhh!"
Aku merasa amat kesakitan, aku baru menghitung enam serangan dan tersisa empat lagi. Aku harus melakukannya secepatnya.
"Hiyaaa!"
Aku mendengar suara seorang perempuan, dan saat aku menoleh, Senja sudah membawa gergaji di tangannya. Yah, aku tadi meninggalkan tasku di depannya dan mungkin dia berniat membantu.
"Aku akan membantu..." Senja mengangkat gergajinya dan berlari maju. Aku ikut maju sambil memperbaiki posisi tanganku pada tongkat.
Dengan tambahan Senja, aku hanya perlu melakukan dua serangan lagi, itupun kalau Senja bisa mengimbangi rencana dalam pikiranku ini.
Nyatanya, Senja terlihat lebih baik dariku, ia memberikan tiga luka lebar di tubuh anjing itu dan seperti yang kupikirkan tadi, aku memberikan pukulan keras pada kepala anjing itu dengan tongkatku.
Kepala anjing itu hancur separuhnya dan aku tidak membiarkan anjing itu kabur. Aku memberikan pukulan keras sekali lagi dan anjing itu tewas dengan kepala hancur.
Tanpa menunggu lagi, kami berdua berlari menjauh dengan napas terengah-engah.
***
Setelah mengikuti jalan yang sebelumnya ditunjukkan oleh Christo, yang nasibnya kini tidak kami ketahui, kami berhasil sampai di sebuah bangunan besar yang memiliki papan yang bertuliskan "SuraBaya".
"Ayo, lebih cepat, sebelum Monster melihat kita..." Aku menarik tangan Senja dan masuk ke bangunan itu.
Untungnya pintu masuk tidak dikunci, jadi kami bisa menerobos masuk tanpa perlu mengorek pintu itu. Yah, kalaupun terjadi, kami sebenarnya tidak bisa melakukan apa-apa...
Suasana di dalam bangunan itu sedikit berantakan, tetapi aku tidak tahu apakah suasana bangunan yang menjadi markas organisasi Hunter memang seperti itu atau tidak.
Aku berjalan sambil melepaskan tangan Senja dari pegangannya, aku yakin kalau bangunan ini aman dari serangan Monster.
Aman, karena bangunan ini gelap dan lampu tidak ada yang menyala. Situasinya sama saja dengan rumah yang kami tinggali pertama kali itu.
Selain itu, menurutku sendiri, Monster sepertinya tidak bisa melihat manusia di kegelapan, mungkin ada beberapa yang bisa, tetapi aku tidak tahu. Itu juga menjadi alasanku bisa mengatakan markas SuraBaya aman dari Monster.
Tetapi tunggu dulu, kenapa aku bisa menyimpulkannya seperti itu?
Perlahan, setelah mendapatkan ketenangan, aku duduk di salah satu kursi dan mulai memikirkan tentang semua kejadian yang terjadi hari ini.
Tentang bagaimana aku bisa mendapatkan gambaran gerakan membela diri, hingga berbagai kesimpulan yang kupikirkan hari ini, seperti ada yang tidak beres dengan diriku ini.
Lamunanku buyar ketika Senja datang dan memberikan sebuah botol besar yang berisi minuman yang terlihat manis di mataku.
"Tolong, bukakan, aku tidak bisa membukanya..." Senja meletakkan botol itu di atas pahaku.
Sensasi dingin langsung mengenai pahaku dan aku langsung mengangkat botol yang berat itu sambil berusaha membukanya.
Karena tanganku masih lemas karena bertarung tadi dan menarik tangan Senja, tanganku tidak mampu membuka tutup botol itu.
"Padahal terlihat manis di mataku..." Aku sedikit bergetar, saat membayangkan air dingin itu meluncur dari tenggorokanku dan sampai di perutku, sensasi dingin yang kuinginkan, sepertinya akan tertunda karena tanganku masih lemas dan tidak bisa membuka tutup botol itu.
"Kalau begitu, kita kerjasama..." Senja memegang tutup botol itu dengan kedua tangannya, sementara aku ikut memegang tangan Senja, berniat membantu.
Kami memutar tutup botol itu sekuat tenaga hingga akhirnya tutup botol itu terbuka.
Aku melemparkan tutup botol itu ke belakangku lalu meminum air yang ada di dalam botol itu dengan cepat, tanpa memedulikan Senja masih ada disini.
"Emm, Langit? Aku minta..." Senja menadahkan tangannya, membuatku teringat kalau ada orang lain di dekatku. Aku memberikan botol itu lalu berdiri.
Karena kami sudah aman, kami harus menyusun rencana lagi. Kedatangan Christo benar-benar mengejutkanku, tambahan kekuatan bisa menambah kemungkinan keselamatan kami.
Tetapi itu adalah tambahan kemungkinan jika Christo selamat. Kalau tidak selamat saat melawan Monster berwajah manusia itu, maka habislah hidup kami berdua. Tidak ada yang bisa menandingi Monster berwajah manusia itu di kota ini, jika Christo sampai kalah.
Jika seandainya ayahku masih hidup dan bekerjasama dengan Christo, mungkin kami bisa kabur dari kota ini.
Eh, ayahku? Sebuah ide terlintas di pikiranku saat memikirkan tentang ayahku.
"Senja, aku meminta senter, aku ingin mencari sesuatu disini..." Aku menatap Senja sambil menadahkan tanganku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 313 Episodes
Comments
John Singgih
sampai di markas yang berantakan dan tidak ada penjaganya
2022-02-28
0
nabawi ahmad
lanjut
2022-01-23
1