Pria tua itu mengangkat tangannya sambil menyapa kami, mungkin lebih tepatnya menyapaku.
"Yo, Langit, kau sudah besar rupanya..." Pria itu berjongkok dan merentangkan kedua tangannya, "Mari, kau pasti ketakutan..."
Yah, apa yang dikatakan pria tua itu benar, aku dan Senja ketakutan.
Kami menghampiri pria tua itu dan menangis keras, entah apa penyebabnya, padahal pasukan yang kami tunggu tidak datang.
Mungkin, ini karena aku dan Senja membaca artikel tentang pria tua itu, tidak, lebih tepatnya artikel tentang kakekku.
Ya, pria tua yang kini memeluk kami berdua bernama Bintang Langit, kakekku yang sebelumnya kusebutkan itu.
Menurut artikel yang kubaca kemarin sore, kakekku dulunya adalah Hunter rank S yang disebutkan menyetarai salah satu dari delapan Hunter rank SS. Jadi, kami merasa sedikit aman dengan kedatangannya.
"Kakek, bagaimana kakek bisa tahu kalau Surabaya diserang?" Tanyaku, "Dan juga, kenapa kakek bisa tahu kalau kami ada disini?"
Kakekku melepaskan pelukannya dan memegang pundak kami berdua, "Harus kalian ketahui, jika seorang Hunter berkunjung ke sebuah kota, Hunter itu wajib mengunjungi markas organisasi Hunter kota itu untuk melapor dan markas organisasi Hunter itu akan melapor ke markas asal Hunter itu untuk memberikan kabar. Aku sendiri seharusnya melakukan itu, tetapi sayangnya aku sudah-..."
Ucapan panjang kakekku berhenti. Aku tidak tahu apa sebabnya, tetapi dari yang kulihat di wajahnya, terlihat ia sedang bersiap akan sesuatu.
Sesuatu yang panjang di pinggangnya ia pegang erat dan ia menariknya, memperlihatkan sesuatu yang mengilap di baliknya.
"Kakek merasakan sesuatu yang kuat sedang mendekat, kalian diamlah disini, biar kakek yang mengurus hal itu dengan pedang lengkungku..." Kakekku menarik senjatanya dan memperlihatkan senjatanya sepenuhnya.
Senjata kakekku adalah senjata yang bisa kusebut pedang berdasarkan buku yang kemarin malam aku baca.
Pedang dibagi menjadi dua bagian, bagian tajam serta bagian untuk memegang pedang. Bagian tajamnya disebut bilah pedang dan bagian untuk memegang pedang bernama gagang pedang.
Khusus untuk kakekku, bilah pedangnya lengkung dan berwarna hitam, sementara gagangnya berwarna hitam dicampur merah, membuat kesan mengerikan bagi orang lemah yang melihat pedang itu.
"Pedang Api Hitam, lindungi aku..." Kakekku berjalan keluar dan tak lama, ia berkata lagi, "Waktunya eksekusi."
Kakekku mengangkat pedangnya dan berlari ke depan dan tak lama, sosok Monster yang dilawan Christo kemarin muncul dan kemunculannya membuat kami terkejut dicampur takut.
Jika Monster itu muncul lagi dengan kondisi baik-baik saja, maka kondisi Christo adalah...
Entah kenapa, aku merasa sedikit bergetar saat melihat Monster itu dan tanpa kusadari, aku sudah berteriak, memperingati kakekku agar tidak maju lebih jauh lagi.
"Kakek, mundur! Monster itu terlalu kuat!"
Tapi sayangnya, kakekku tidak akan mendengarnya karena ia sudah berada jauh di depan dan suara teriakanku kecil hingga tidak bisa mencapai tempat kakekku.
Meskipun aku tahu kalau di usia lima puluh sembilan tahun, kakekku pernah membawa pulang kepala Monster rank SS lima belas tahun lalu, situasi saat ini berbeda dari yang ia pikirkan.
Aku yakin kalau kondisi tubuh kakekku pasti tidaklah seperti dulu, tidak bisa melawan Monster kuat lagi, tetapi pikiranku sepertinya salah.
Kakekku berhenti di depan Monster itu dan melompat tinggi sambil mengangkat pedangnya. Tinggi lompatannya membuatku ataupun Senja amat terkejut.
Dengan tubuh tuanya, kakekku ternyata masih bisa melompat hingga setinggi mobil normal! Ini benar-benar...
Dengan lincah, kakekku memberikan berbagai serangan ke tubuh Monster itu dan ia melompat mundur.
Tinggi lompatannya masih membuatku terkejut, tetapi semakin sering melihatnya, sudah tidak terkejut lagi diriku, melainkan khawatir tulang tuanya akan patah.
Monster itu tidak bisa melawan di hadapan kakekku yang lincah itu, bahkan tidak bisa menangkap jasnya yang panjang itu.
Kakekku memakai jas hitam sepanjang betis dengan besi yang tertempel di kedua pundaknya dan ia memakai celana panjang serta kaos hitam di dalam jasnya. Jadi, ketika ia melompat dan angin berhembus, penampilannya amatlah keren terlepas dari wajahnya yang berkeriput.
Kakekku berdiri di depan Monster itu dan ia berteriak, "Apa maumu kemari?!"
Senja menaikkan alisnya, "Apakah kakekmu sedang bercanda di depan Monster sebesar itu?"
Aku hanya bisa bergetar, tak bisa menjawab pertanyaan Senja yang terdengar seperti mempertanyakan kewarasan kakekku.
Yah, di beberapa artikel, aku memang membaca kalau kakekku itu sering berbicara pada Monster sebelum menghabisinya. Informasi itu cukup membuatku berpikir, apakah kakekku bisa berbicara dengan Monster atau ia hanya iseng saja.
Monster itu bersuara keras dan suaranya membuat kami ketakutan, tetapi tidak dengan kakekku.
Kakekku mengangkat pedangnya dan memasang posisi bersiap sambil berkata sesuatu yang tak kuketahui apa maksudnya itu.
"Hmm, begitu ya? Kalau begitu aku tidak akan segan menghabisimu disini..." Kira-kira itulah yang ia katakan.
"Tebasan Kilat Surgawi!" Kakekku berteriak, membuat kekhawatiranku bertambah setelah sebelumnya ia melompat tinggi.
Ia melompat tinggi dan bersiap memberikan serangan selanjutnya, tetapi satu tangan Monster itu terangkat dan bersiap memukul tubuh kakekku.
"Kakek, awas!"
Pikiranku semakin kacau saat melihat pertarungan kakekku, aku khawatir kalau setiap saat, nyawa kakekku bisa melayang saking gegabahnya ia bergerak.
Kakekku melirik ke kirinya dan ia berputar, menumpukan kedua kakinya di telapak tangan Monster itu dan menancapkan pedangnya.
Kakekku mempererat pegangannya pada pedang itu seiring Monster itu mengangkat tangannya dan menghentikannya di atas mulutnya, bersiap memakannya.
"Maaf, tapi aku tidak akan semudah itu mati! Roda Semesta!" Kakekku melepaskan pedangnya dari telapak tangan Monster itu dan berputar dari atas ke bawah, hingga ia terlihat seperti roda di mataku.
Sialnya, kakekku malah masuk ke mulut Monster itu dan saat itulah, aku merasa kalau harapan terakhirku untuk selamat menghilang.
Tetapi, seperti yang diserukan kakekku tadi, ia tidak akan mati begitu saja.
Dari kejauhan, entah kenapa, aku bisa melihat samar-samar, ujung pedang berwarna hitam keluar dari leher Monster itu dan terlihat memotong leher itu.
Setelah sisi leher itu terpotong hingga seukuran manusia dewasa, kakekku keluar dengan tubuh sedikit basah dan ia berseru keras, "Eksekusi!"
Monster itu jatuh dan kakekku melompat tinggi, memberikan tebasan yang cukup lebar di leher atas Monster itu.
Setelah tebasan yang melukai leher atas Monster itu, kakekku menancapkan pedangnya dan meluncur turun sambil menyalakan kekuatan api pedangnya.
Bilah pedangnya yang awalnya berwarna hitam berubah warna menjadi merah dan leher Monster itu terpotong seperti ibuku memotong tahu, mudah sekali!
Setelah sampai di bawah, kakekku menendang kepala Monster itu dan dari kejauhan, aku bisa tahu kalau Monster itu telah mati.
"Bagaimana..." Senja yang melihatnya hanya bisa mengatakan satu kata itu saja.
Ya, kepala Monster itu terpotong separuhnya saja dan kini, kakekku sedang memisahkan kepala Monster itu dengan tubuh raksasanya yang tidak bernyawa lagi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 313 Episodes
Comments
the GFoxM
jangan remehkan orang tua
-spongebob
2022-03-01
1
John Singgih
kehebatan kakek bintang langit diusia senjanya
2022-02-28
0
nabawi ahmad
good
2022-01-23
1