Pagi itu suasana di dalam kantor begitu hectic, bagaimana tidak pukul 8 pagi divisi marketing dan keuangan mendapatkan titah langsung dari Danar selaku pemimpin perusahaan bahwa mereka harus bertukar ruangan.
Dengan alasan ruangan marketing di lantai 5 terlalu kecil untuk tim marketing dan ruangan keuangan di lantai 3 terlalu besar untuk tim keuangan yang hanya berjumlah 4 orang saja.
Sephia baru saja datang ketika beberapa staf marketing masuk ke ruangan mereka dengan membawa berkas kepemilikan tim mereka dengan wajah sumringah.
"Hallo semua, titah dari bos langsung kalo kita bertukar ruangan ya," ujar Aldo selaku manager marketing.
"Kok bisa?" tanya Ardi yang baru saja membuka laptopnya.
"Belum ada pemberitahuan dari Ibu Ratna?" Aldo balik bertanya dan Ardi menggeleng.
"Jadi, Pak Made telpon saya ... beliau bilang ini titah langsung dari Pak Danar agar kita bertukar tempat, menurut Pak Danar ruangan kalian terlalu besar kalau hanya di huni dengan 4 orang, sedangkan jumlah kami 10 orang lebih tepat jika menempati ruangan ini," jelas Aldo.
Ibu Ratna yang baru saja tiba membenarkan perkataan manager marketing itu dan memberi perintah untuk ketiga anak buahnya agar segera membereskan semua berkas yang ada di ruangan itu.
"Heran ... ada-ada aja itu Pak Danar pake nyuruh kita pindah ke lantai 5," kata Ni Luh sembari membereskan semua berkas di atas meja dan laci kerjanya.
Begitupun Sephia, dia sibuk membereskan semua berkas dokumen penting, hingga laporan pajak agar tidak tercecer.
Menuju lantai 5, di bantu dengan beberapa office boy perpindahan mereka pun selesai kelar dalam kurun waktu saat jam makan siang tiba. Jujur saja, perpindahan tempat seperti ini akan memperlambat pekerjaan yang akan mereka kerjakan hari ini. Itu berarti, kemungkinan besar hari ini dia dan timnya akan pulang sedikit larut.
"Done," ujar Sephia setelah merapikan berkas dokumen ke dalam sebuah lemari.
"Phi, makan yuk ... gak papa lah kita turun sekarang walaupun udah lebih dari jam makan siang, pengecualian ... kan kita pindahan," ujar Ni Luh yang merasa lapar pada perutnya.
"Mbok Ni Luh aja sama Mas Ardi aja ya yang turun ... aku titip gorengan aja, aku mau makan ini," ujar Sephia mengeluarkan cup mir instan yang langsung seduh.
"Makan begituan kamu gak gede-gede ntar Phi," ujar Ardi terkekeh.
"Ish ... aku lagi males makan berat Mas."
"Makannya mie instan, terus gorengan ... itu gak berat Phi ... ringan banget," celetuk Ardi lalu merangkul pundak Ni Luh menggiringnya keluar ruangan.
Ruangan baru itu tak butuh waktu lama memerlukan adaptasi dari Sephia dan timnya, posisi tempat duduk pun sama dengan ruangan sebelumnya, hanya saja ruangan ini agak kecil. Lemari dokumen berada di belakang tempat duduk Ardi, sedangkan deretan file yg di taruh di banner tersusun rapih di buffet panjang berseberangan dengan tempat duduk Sephia dan Ni Luh.
Sephia melangkah menuju pantry yang tak jauh dari ruangan mereka, membawa satu cup mie instan siap saji. Menunggu mie itu terseduh dengan air panas yang ia tuangkan tadi.
"Kenapa cuma makan mie instan?" ujar suara dari balik tubuh Sephia membuatnya memutar tubuhnya secara tiba-tiba.
"Astaga! kamu ngagetin aku," ujar Sephia refleks memukul lengan Danar.
Pukulan itu di sambut Danar dengan menahan tangan gadis yang membuatnya gila hanya dengan memandang wajahnya.
"Suka banget sih mukul ... sakit tau," ujarnya menarik tubuh Sephia lebih mendekat padanya.
"Danar ... ini di kantor!" Mata Sephia tertuju pada pintu pantry yang terbuka.
"Belum ada orang," ujar Danar lagi mendekatkan wajahnya.
"Danar," tangan Sephia menahan tubuh lelaki itu yang ingin membawanya ke dekapan Danar.
Tanpa aba-aba Danar menautkan bibirnya pada bibir Sephia, menerima serangan yang lagi-lagi mendadak membuat Sephia menepuk-nepuk dada lelaki itu.
"Bisa gak kalo sedikit santai Phi," ujar Danar melepaskan ciumannya namun menyudutkan Sephia pada meja pantry.
"Gimana bisa santai ... Danar kita di kantor," sungut Sephia.
"Sekali aja, bikin cepet," senyum nakal lelaki itu menggoyahkan iman Sephia.
Sekali lagi Danar meraup lembut bibir Sephia, gadis itu terhanyut dan melambung. Ciuman lembut yang sudah lama sekali tak pernah Sephia rasakan, tangan gadis itu perlahan melingkar pada leher Danar. Menyambut ciuman lelaki itu dengan permainan lidah di dalamnya. Ciuman yang semakin lama semakin liar itu membawa keduanya lupa akan tempat yang mereka diami sekarang.
"Ups ... sorry," ujar suara wanita yang baru saja akan masuk ke dalam pantry.
Danar dan Sephia melepaskan tautan bibir mereka, merapikan pakaian dan merapikan rambut yang sedikit terlihat tak beraturan. Danar keluar lebih dulu dari tempat itu menuju ruangannya berjalan dengan santai.
Sementara Sephia meneruskan kegiatannya mengaduk mie instan yang sudah terlihat mengembang karena terlalu lama didiamkan.
"Phi," ujar suara wanita yang tadi mengurungkan niatnya untuk masuk ke pantry.
"Iya, Mbok," Sephia menoleh dengan wajah menahan malu.
Ni Luh tersenyum, bahkan sejujurnya dia ingin bersorak melihat kebodohan sahabatnya itu.
"Aku boleh ketawa?" tanya Ni Luh pada Sephia yang sudah menutup wajah dengan kedua tangannya. "Pantesan gak mau diajak makan di bawah ... ternyata oh ternyata," Ni Luh terkekeh.
"Mbok ... please, rahasia kita ... satu lagi aku gak tau kalo dia masuk pantry, serius," ujar Sephia dengan mengangkat dua jarinya membentuk huruf V.
"Sudah berapa lama?"
"Apa?"
"Hubungan kalian," ujar Ni Luh penasaran.
"Sstt ... Mbok, jangan gede-gede suaranya," Sephia jelas takut terdengar orang selain mereka berdua.
"Baru kemarin ... kalo ciuman ... sama hari ini," jawabnya lugu.
Ni Luh tertawa, "pacaran?" Sephia menggeleng. "Terus apa?"
"Gak tau," Sephia mengangkat kedua bahunya.
"Hhmm ... angel wess angel ini," ujar Ni Luh menirukan jargon kekinian itu.
"Aku gak tau Mbok, sudahlah nanti aku cerita lagi, sejauh ini masih seperti ini, tapi aku minta tolong please Mbok Luh keep secret ya," ujar Sephia mengatupkan kedua tangannya.
"Janji," ujar Ni Luh mengacungkan kedua jarinya.
"Makasih Mbok." Sephia bergelayut pada lengan Ni Luh lalu mereka beriringan melangkah menuju ruangan.
"Phia, tadi kalian ...," ujar Ni Luh sebelum masuk ke dalam ruangan mereka.
"Apa Mbok?"
"Ciuman kalian tadi ... aku gak sengaja ngeliat, maaf ya ... tapi, sumpah itu ciuman ter hot yang pernah aku liat," Ni Luh terkekeh mengelak dari cubitan Sephia.
Wajah yang merona merah itu tak dapat dia sembunyikan, sepanjang hari ini jika Ni Luh melihatnya maka Ni Luh akan tersenyum padanya lalu memuncungkan bibirnya. Malunya Sephia tak lagi dapat di bendung. Ia meraih ponselnya, mengirimkan pesan pada Danar.
"Aku marah sama kamu." Isi pesan itu dengan emoticon wajah marah berwarna merah.
"Jangan marah nanti kejadian lagi kayak di cafe." Balas Danar memberikan emoticon cium pada Sephia.
"Lain kali aku gak suka kamu ngelakuin itu di kantor."
"Itu apa?"
"Ya itu." Sephia memberikan stiker kucing membawa pentungan.
"Kalo gak di kantor berarti di mana?" Balas Danar.
"Gak tau!"
"Aku mau yang kayak tadi Phi ... nanti kita coba lagi ya."
Tak ada balasan dari Sephia, Sephia benar-benar kesal sekaligus tersenyum membaca balasan terakhir dari Danar. Tak lama berselang nama lelaki itu muncul di layar ponsel Sephia.
"Apa?"
"Nanti lagi mau gak?" tanya Danar di seberang sana.
"Ogah."
"Phia ...."
"Apa sih," ujar Sephia sedikit berbisik saat mata Ni Luh mengarah padanya.
"Ciuman lagi yuk."
"Gila." Sephia menutup ponsel itu dengan sudut bibir yang mengembang.
"Gila tapi suka ... yang gila siapa?" ujar Ni Luh penuh sindiran.
enjoy reading 😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments
veranita1
AKU YANG GILA, Ni Luh😭Malem² senyum² sendiri😌
2023-11-06
0
sherly
smoga hanya sebatas ciuman ya Phia... ingat pesan ibu dikampung jaga diri
2023-08-30
1
Erni Fitriana
jngn godain aku mbok luh😉😉😉😉😉😉
2023-03-11
0