Ciuman itu saling berbalas, nafas Sephia terengah-engah, kedua tangan Danar berada pada leher gadis itu, ciuman itu begitu dalam dan sangat lembut. Sephia begitu menikmatinya, hingga ketika Danar ingin mengakhirinya pun Sephia seakan ingin meminta terus. Benar-benar gila, sesuatu yang harusnya tidak terjadi itu dengan alaminya mengalir begitu saja.
Ciuman itu terlepas dengan kening yang masih saling bersentuhan. Tetap saja sesekali Danar melabuhkan ciumannya sekilas. Senyum Sephia terukir, entah apa hubungan mereka yang pasti saat ini rasa itu memenuhi ruang di hatinya.
"Masih hujan," kata Danar.
"Iya, tumben awet."
"Udah laper?" tanya Danar.
"Kamu mau makan lagi?"
Danar menggeleng. "Aku cuma mau tidur," jawabnya. "Aku ngantuk Phi."
"Pesan taksi ... pulang lah," ujar Sephia membuka pintu kamarnya agar udara dingin di luar sana masuk bertukar dengan udara di kamar itu.
"Aku tidur di sini ya, aku janji nanti aku pulang," jawab Danar merebahkan dirinya di springbed berukuran 100x200cm itu.
Sephia menghela nafas, lelaki itu tidur dengan seenaknya. Apa yang akan Sephia lakukan sekarang saja dia bingung. Dengan satu bantal akhirnya Sephia memutuskan untuk bersandar dan duduk di atas karpet dan menikmati kembali bacaan novelnya.
Waktu menunjukkan pukul empat sore saat ponsel Danar bergetar di atas nakas. Lelaki itu masih tertidur pulas. Sephia sedikit terganggu dengan ponsel yang dari tadi tak berhenti bergetar. Menggoyangkan kaki Danar mencoba membangunkannya agar ia menjawab panggilan teleponnya tetap saja Danar tak merespon.
"Danar ...," ujar Sephia lembut yang sudah duduk di sisi Danar.
"Hhmm."
"Ponsel kamu dari tadi getar terus, angkat dong kali aja penting."
"Hhmm," jawab Danar membalikkan tubuhnya lalu memeluk Sephia yang masih duduk di sana.
"Danar ... bangun, aku takut itu penting ... angkat," Sephia melepaskan tangan Danar dari pinggangnya lalu berdiri meninggalkan lelaki itu.
Danar meraih ponselnya, nama di layar ponselnya itu sudah hampir tiga hari ini membuatnya muak. Wanita itu tak akan berhenti mengganggunya dengan segala hal yang membuatnya harus menuruti semuanya.
Danar usap layar itu pada lingkaran berwarna merah. Helaan nafasnya begitu terasa, matanya mencari dimana sosok gadis yang beberapa jam lalu dia sentuh dan sesapi bibirnya. Danar beranjak dari tempat tidur itu, melangkah keluar.
"Kok di luar?" tanya Danar berdiri di sisi gadis itu.
"Takut ganggu," jawab Sephia menggulung tirai bambu yang berada di teras kamarnya.
"Biasa aja."
Sephia memalingkan wajahnya pada Danar. "Siapa?"
"Gak penting."
"Oh iya ... kalo penting pasti kamu udah gak di sini," ujar Sephia tersenyum.
"Gadis pintar," ujar Danar menepuk pucuk kepala gadis itu. "Jalan yuk?"
"Kemana?"
"Apa mau di sini aja?" Danar tersenyum nakal.
"Pikiran kamu gak elit," jawab Sephia dan Danar pun tertawa.
"Udah gak hujan."
"Kemana?"
"Jimbaran ... sekalian lihat sunset dan makan malam, yuk."
...----------------...
(sambil dengerin Pamungkas ~ To The Bone)
Dan inilah mereka, mengendarai motor menuju Jimbaran salah satu destinasi wisata kuliner sekaligus tempat untuk menikmati keindahan pantai.
"Phi," ujar Danar sedikit menoleh ke belakang. "Kamu gak takut jatuh?"
"Jatuh?"
"Iya, jatuh."
Aku sudah jatuh kepelukan kamu Pak Danar gumamnya dalam hati.
"Maksud kamu, jatuh dari motor?"
"Iya ... kalo kamu pegangannya gitu," Danar melirik tangan Sephia yang hanya berpegangan pada ujung bajunya.
"Harusnya gimana?"
"Gini ... biar kamu gak jatuh," ujar Danar menarik tangan Sephia untuk dilingkarkan pada pinggangnya lalu dibiarkan satu tangannya ikut melingkar di sana.
Ah, jangan tanyakan perasaan Sephia seperti apa. Semesta seakan mendukung ini semua, bermimpi pun tidak untuk bisa berdekatan dengan lelaki yang mungkin disukai banyak wanita ini. Entah mengapa pilihan Danar jatuh pada Sephia, gadis biasa yang bisa memikat hatinya.
Tiba di sebuah restoran pinggir pantai, matahari mulai condong ke barat. Suasana setelah hujan yang baru reda sekitar satu jam yang lalu itu setidaknya bisa menghadirkan matahari untuk datang hanya sebentar.
Danar dan Sephia berdiri di bibir pantai, dengan kaki telanjang di terpa deburan ombak. Kata orang, memandangi semburat jingga menjelang senja sama saja seperti mengharapkan seseorang untuk datang lagi keesokan harinya. Sama seperti matahari yang tenggelam dan akan kembali bersinar di hari berikutnya.
Danar meraih tangan Sephia, sama-sama memandang satu sama lain lalu melempar senyuman. Untuk saat ini begini dulu pikir mereka entah nanti seperti apa kedepannya.
Danar bahkan belum mengutarakan perasaannya, Sephia bahkan mungkin belum siap untuk menjalin suatu hubungan mengingat saat di tepi danau kemarin Sephia mengatakan lebih memikirkan karirnya.
"Mau foto?"
Sephia menggeleng. "Kenapa?" tanya Danar lagi.
"Aku gak suka foto," ujar gadis itu.
"Coba," ujar Danar tersenyum membuka fitur kamera di ponselnya.
Beberapa kali Danar mengarahkan kameranya pada Sephia, dan terakhir adalah foto mereka berdua, foto yang sedikit kaku dan yang terakhir saat Danar mencium pipi gadis itu dengan tiba-tiba.
"Phia ...," Danar menggenggam jari jemari tangan Sephia lalu berjalan beriringan menuju restoran yang sudah menyiapkan pesanan mereka.
"Iya." Sephia menolehkan kepalanya lalu menyematkan rambutnya yang tertiup angin.
"Aku cuma mau bilang makasih," ujar Danar.
Sephia mengernyitkan keningnya. "Untuk apa?"
"Aku gak tau untuk apa ...."
"Aneh kamu," Sephia kembali melangkahkan kakinya.
Beri sedikit waktu Phia ... aku berharap semesta mendukung kita gumam Danar dalam hati.
Ini malam Minggu, Danar benar-benar menikmati malamnya bersama Sephia. Sepulang dari menikmati makan malam mereka di Jimbaran, Danar membawa Sephia berkeliling Bali dengan motor Scoopy bergaya "cewek" dengan warna pink yang dominan itu.
Kali ini Danar tak lagi mengingatkan Sephia untuk berpegangan agar tidak jatuh. Namun Sephia sendiri yang mengeratkan pelukannya dengan menyandarkan kepalanya di punggung lelaki yang dulu sempat ia katakan punggung yang bidang. Senyum mengembang di sudut bibir Danar. Begitu hatinya berbunga-bunga.
Tepat pukul 10 malam, motor itu terparkir kembali di pekarangan kost Sephia. Danar mengantarkan gadis itu sampai di depan kamarnya. Danar mendekatkan tubuhnya pada Sephia, saat gadis itu berusaha membuka pintu kamarnya.
Danar merengkuh pinggang gadis itu membawa Sephia merapat pada tubuhnya. Dia singkirkan helaian rambut-rambut halus dari wajah lelah Sephia. Sephia hanya bisa menatap mata itu dengan diam, Sephia merasakan sapuan nafas Danar yang menghangat menerpa wajahnya. Lelaki itu hanya sekilas mengecup bibir lembut Sephia, lalu tersenyum.
"Aku pulang ya ... istirahat, jangan pikirin aku," ujarnya terkekeh.
"Pede," jawab Sephia memberikan cubitan pada pinggang Danar.
"Apalagi sampe kangen," kata Danar lagi.
Wajah cantik itu merona, kembali dia memberikan cubitan di pinggang Danar hingga mengaduh.
"Sakit ...," Danar mengaduh.
Baru saja Danar ingin memberikan kecupan sekali lagi pada bibir gadis itu, ponselnya bergetar. Sebuah nama itu kembali muncul, Sephia kembali melihat wajah kesal itu hadir, rasa penasaran itu kembali menyapa.
"Siapa?" tanya Sephia.
"Hah?" Danar terpana saat melihat mata Sephia yang sepertinya ingin mengetahui siapa yang menghubunginya. "Bukan siapa-siapa," ujarnya memberikan kecupan pada kening gadisnya. "Aku pulang ya ... sudah di tunggu sama taksi di bawah," kata Danar sedikit melongokkan kepalanya ke bawah.
"Iya ... hati-hati," ujar Sephia masih dengan alis yang mengerut.
"Phia ... Mimpi indah."
Sephia menjawab dengan anggukan dan melepaskan genggaman tangannya.
***sorry kalo gak nge feel ya 😂 dan sorry kalo ini beneran dikit cuma 1080kata doang ✌️
enjoy reading dan jangan lupa like dan komen teman" semua 😘***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments
veranita1
rumit sepertinya ya
2023-11-06
0
EndRu
pacarnya dianggurin.. malah kencan sama bawahan tanpa status... Phia juga nikmatin
2023-02-06
1
hurinaini_
cewek dikasih perhatian seperti itu siapa yang baper to pak Danar. pak Danar ih suka main api kan kasian sephia klo sudah jatuh cinta terlalu dalam ke pak Danar
2022-07-02
1