Seminggu ini Dani di sibukkan dengan aktifitasnya sebagai seorang fotografer, dan mungkin ini akan menjadi yang terakhir dia menerima job secara profesional seperti ini. Karena setelah ini mungkin Dani akan fokus dengan berkas-berkas perusahaan yang pastinya akan sangat membosankan itu.
Dan sekarang tiba waktunya untuk Dani kembali ke Indonesia. Dani sengaja tidak memberitau Mami Irene karena dia tidak mau Maminya itu heboh saat menjemputnya di bandara nanti.
Tadi dia sempat berpamitan kepada Roy terlebih dahulu, tidak bukan berpamitan, lebih tepatnya Roy yang memang mengantarkannya ke Bandara.
Seperti biasa Dani hanya akan membawa barang-barang berharganya saja, yaitu ponsel, laptop dan kamera. Bahkan Dani tidak membawa baju satu pun selain yang dia pakai saat ini. Ya begitulah Dani, seorang laki-laki yang tidak mau membuat hidupnya rumit, semua akan dia buat menjadi sesederhana mungkin. Untuk urusan apartemen tempatnya tinggal selama ini pun dia percayakan kepada Roy untuk mengurusnya.
Setelah memakan waktu tempuh kurang lebih 10 jam dari Canberra dengan sekali transit akhirnya Dani sampai di Bandara Soekarno-Hatta. Tiba di terminal kedatangan Dani langsung keluar untuk mencari Taksi, dia benar-benar tidak memeberitahu siapapun mengenai kepulangannya ini.
Dani menatap jalanan kota Jakarta yang terlihat ramai dan padat seperti biasa, rasa gerah sudah mulai menjalar di tubuhnya. Terakhir Dani pulang ke Indonesia kurang lebih sudah 2 tahun yang lalu saat aniversarry ke 35 tahun pernikahan orang tuanya. Biasanya Mami Irene dan Papi Adi yang menemuinya ke Canberra, atau kalau tidak Danisa bersama Lala dan Dimas. Dani terlalu malas untuk keluar dari wilayah zona nyamannya.
Taksi tiba di sebuah rumah mewah bergaya eropa dengan pilar-pilar yang menjulang tinggi. Jangan lupakan pagar besi yang berdiri kokoh membentengi rumah itu dari pandangan luar.
"Sini saja Pak." Ujar Dani kepada supir taksi yang dia tumpangi.
Setelah taksi pergi, Dani memencet bel rumahnya, dan terlihat Pak Iyan yang merupakan satpam rumahnya begitu terkejut melihat Dani ada di depan pintu gerbang. Langsung saja dia meembukakan gerbang untuk bos mudanya itu.
"Loohh Mas Dani, kenapa pulang nggak bilang-bilang sama si Asep, tau Mas Dani mau pulang kan pasti di jemput di Bandara tadi." Ujar Pak Iyan kepada Dani.
Dani hanya tersenyum simpul mendengar nada antusias Pak Iyan begitu melihatnya, Pak Iyan merupakan salah satu satpam rumahnya sejak dia SMP dulu, jadi mereka sudah sangat dekat satu sama lain.
"Memang sengaja Pak, mau bikin kejutan. " Jawab Dani seraya tersenyum. "Kalau gitu saya masuk dulu ya Pak. " Ujar Dani kepada Pak Iyan, tubuhnya terasa lelah, jadi Dani tidak bisa terlalu banyak berbincang dengan Pak Iyan.
" Iya Mas silahkan, istirahat dulu Mas. " Ujar Pak Asep kepada Dani.
Dani masuk dengan gaya coolnya seperti biasa. Baru dia rasakan kalau jalan kaki dari gerbang ke rumah utama terasa cukup melelahkan. Kenapa Papinya harus membuat rumah besar dengan halaman seluas ini kalau hanya memproduksi 2 anak saja. Salah sendiri kan kalau sekarang jadi kesepian, di tambah Dani juga tidak memiliki niatan untuk membuatkan cucu kedua orang tuanya itu. Biarlah kakaknya Danisa yang di teror untuk menambah anak.
Dani membuka pintu rumahnya, tepat sekali dia berpapasan dengan Mbok Jum, salah satu asisten rumah tangganya yang bekerja disini bahkan sejak Danisa dan Dani belum di lahirkan, Mbok Jum juga sudah seperti ibu untuknya dan Danisa.
"MashaAllah Mas Dani.... " Teriak Mbok Jum begitu melihat Dani yang muncul di depan pintu. "Bu...Ibu... Ini Mas Dani pulang...." Teriak Mbok Jum dengan heboh. Sudah 2 tahun dia tidak melihat wajah tampan dari anak majikannya ini, meskipun dari kecil wajah itu cenderung selalu dingin dihadapan orang lain, maka berbeda saat sedang bersama keluarganya, sedingin apapun laki-laki itu di luar bisa menjadi sangat hangat. Statusnya di rumah yang sebagai anak bungsu tentu saja membuat Dani menjadi anak yang begitu dimanjakan oleh orang tua dan kakak perempuannya itu. Tapi Dani bukan anak yang manja, seperti anak laki-laki kebanyakan Dani juga suka melakukan hal ekstrim dan beberapa hal nakal lainnya.
"Husshhh, Mbok jangan berisik, biar nanti Mami tau sendiri." Ujar Dani seraya memeluk tubuh wanita paruh baya itu, kalau ditanya apakah Dani menyayangi Mbok Jum, maka jawaban iya, dia sangat menyayangi wanita ini. Itu juga yang menjadi salah satu penyebab Mbok Jum masih ada di keluarga Dani, karena sudah tua maka posisi Mbok Jum tidak lagi mengerjakan pekerjaan rumah sebagaimana dulu, wanita ini hanya bertugas untuk mengawasi pekerja yang lain.
"Ramdani.... Kamu benar-benar.... Bagaimana bisa kamu pulang tidak memberitau Mami..." Ujar Mami Irene dari atas tangga, tadi saat dia mendengar teriakan Mbok Jum dia langsung keluar dari kamar untuk menemui putra badungnya itu.
"Jadi nggak seneng nih aku pulang, ya udah lah aku balik lagi aja ke Canberra. Disana lebih enak, enggak usah ngedengerin teriakan Mami." Jawab Dani seraya memutar balik tubuhnya menuju pintu keluar. Sebenarnya niat Dani hanya untuk mengerjai Mami Irene saja.
Melihat Dani yang membalikkan badannya dan berjalan menuju pintu, Mami Irene langsung panik. Enak saja baru sampai langsung mau kembali lagi ke Canberra, tidak akan dia biarkan Dani melakukan itu.
"Eeehh.... Kok malah pergi... Dani... berhenti kamu..." Teriak Mami Irene. Buru-buru Mami Irene menuruni tangga.
Dani tersenyum saat melihat wajah panik Mami Irene.
"Enggak Mami, mana mungkin aku balik lagi ke Canberra sekarang. Badan aku aja rasanya udah mau remuk." Ujar Dani seraya memeluk Mami Irene.
Dengan kesal Mami Irene memukul lengan berotot Dani.
"Dasar anak nakal, kamu emang nggak sayang sama Mami." Ujar Mami Irene cemberut.
"Anak nakal yang Mami sayang. Udah jangan cemberut gitu, nanti keriput Mami nambah." Jawab Dani seraya tertawa kecil. Tidak lupa dia meneyelipkan godaan untuk Maminya itu.
"Apa? Keriput? Mami aja kemarin baru perawatn di klinik kecantikan mahal, mana mungkin Mami keriput secepat itu." Mami Irene langsung melepaskan pelukannya dari Dani. Dia menatap kearah kaca yang tidak jauh darinya. Wajahnya masih kencang kok, hanya keriput sedikit.
Di usianya yang ke 55 tahun ini wajah Mami Irene memang seperti menolak tua, jika orang tidak tau maka mereka akan menganggap kalau Mami Irene masih berusia akhir 30 tahunan. Keluarga Dani memang seolah menolak tua semua, dirinya yang berusia 31 tahun saja masih terlihat seperti usia 20 tahunan, begitu juga dengan sang kakak Danisa, wanita usia 33 tahun itu masih terlihat seperti anak kuliahan yang baru akan wisuda. Sedangkan Papi Adi yang sudah berusia 60 tahun justru terlihat seperti masih 40 tahunan, jadi tidak di pungkiri kalau banyak ABG yang ingin menjadi sugar baby, tapi... itu tidak mungkin, Papi Adi terlalu bucin kepada Mami Irene, bahkan kemanapun dia pergi Mami Irene harus ikut.
Mbok Jum yang melihat interaksi ibu dan anak itu sangat bahagia, sudah lama dia tidak melihat Dani yang sangat suka menjahili Mami dan kakaknya.
Tiba-tiba saja terdengar suara mobil yang berhenti di depan rumah.
"Papi jam segini udah pulang Mi?" Tanya Dani kepada Mami Irene. Ini bahkan masih jam 11 pagi.
"Itu bukan Papi, kayaknya Danisa deh." Jawab Mami Irene.
Hening....
"Jadi Kak Danisa di Indonesia?" Tanya Dani kepada Mami Irene.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 193 Episodes
Comments
Bambang Setyo
Dimana2 namanya ortu mesti heboh klo loay anaknya pulang 😁😁😁😁
2022-05-25
1
Mbok'e AHB
mami:irene,kakak:danisa...ga cocok sama ramdani 🤭
2021-12-01
1
Yunia Afida
semangat terus💪💪💪💪
2021-09-06
0