Ambar merasa kesal sekali karena orang tuanya kini sedikit lebih ketat mengawasinya. Bahkan sekarang, ayahnya bersikeras untuk mengantar jemputnya ke kampus. Padahal Ambar terbiasa mandiri sejak kecil mdan merasa tidak nyaman dengan hal yang baru ini. Berapa kalipun dia berusaha untuk membuat ayahnya percaya, tidak pernah berhasil. Ibunya yang biasanya baik juga kali ini tidak dapat membantunya. Padahal Feli bakal datang akhir minggu ini dan Ambar ingin sekali melihat sahabatnya itu.
"Ngapain Mbar?"
"Wallaikum salam. Lagi males" balas Ambar pada telepon tiba-tiba Rea sore hari itu.
"Iya ... eh kayaknya Feli batal pulang"
Ambar beristirahat dari kemalasannya lalu duduk di atas tempat tidur reotnya. Dia merasa terkejut dan kecewa secara bersamaan.
"Kenapa?" tanya Ambar penasaran. Padahal Ambar berencana menjadikan kedatangan Feli sebagai alasan untuk keluar rumah dan lepas dari mata elang ayahnya.
"Gak tau. Kayaknya ada masalah lagi tapi Feli gak mau bilang"
Ambar kini tidak bisa bicara apa-apa. Dia memang kecewa dengan kabar ini tapi keadaan sahabatnya lebih penting.
"Aku boleh hubungi dia gak ya?" tanya Ambar ragu. Dia tidak dapat memberikan bantuan apapun pada Feli karena keadaan keluarganya. Hanya saja ... dia juga ingin tahu bagaimana perasaan Feli sekarang.
"Kenapa enggak? GC kita kan dibuat memang untuk alasan itu"
"Tapi ... aku kan gak bisa bantu"
"Oh ... rendah diri. Kalo gitu jangan temenan sama kita lagi"
Ambar tidak suka dengan tuduhan Rea. tapi itu memang benar. Kadang dia memang merasa tidak pantas berteman dengan dua sahabatnya itu.
"Iya deh, aku bakal telepon Feli" jawab Ambar kesal
"Ya udah. Aku mau mandi dulu. Dah"
"Assalamualaikum"
Ambar menunggu beberapa menit sebelum menghubungi Feli. Tidak ada jawaban dari sahabat seperti peri yang ada di Jepang itu. Inginnya Ambar terus mencoba menghubungi Feli, tapi dia menahan diri. Mungkin saja Feli memang menghadapi masalah yang besar. Dia segera pergi ke kamar mandi dan sholat Ashar. Mencoba menjernihkan otaknya yang sedikit ruwet.
Adhi sengaja menyibukkan diri di Indonesia selama beberapa minggu ini. Dia mulai membangun kerajaan bisnisnya yang baru setelah membuat keputusan sembarangan dengan beberapa tempat hiburan malamnya. Beberapa tempat telah dilihatnya dan dia telah memilih lima dari tempat itu untuk usaha barunya. Kenzo sebagai anak buah kepercayaannya telah berusaha mendapatkan harga terbaik dengan bantuan teman-teman yang kebanyakan perempuan itu. Adhi tidak keberatan dengan tingkah laku anak buahnya yang agak mengganggu itu asalkan dia meraup keuntungan besar.
"Bos, apa Bos tidak kembali ke London?" tanya Kenzo berusaha mencampuri urusannya lagi.
"Kau tidak perlu tahu"
"Saya adalah asisten Bos. Saya harus tahu"
"Kau hanya membantuku saat aku ada di Indonesia. Aku memiliki beberapa orang yang lebih ahli di London, jauh dari kemampuanmu"
Adhi tidak ingin anak berusia dua puluh tahun yang ada di depannya ini besar kepala dengan capaiannya selama ini. Meskipun gigh dan selalu bekerja keras, Kenzo memiliki potensi lain yang harus dikembangkannya.
"Wah, sakit hati saya" jawab Kenzo lalu memegang dadanya, berpura-pura merasa sakit. Adhi tidak menghiraukannya dan mengurus beberapa pekerjaan yang tertunda di London. Di negara itu, dia memiliki beberapa supermarket yang terpaksa dijualnya beberapa waktu lalu. Kini dia sangat menyesal dan harus memulai semuanya dari awal.
"Apa kau tidak ingin bersekolah lagi?" tanya Adhi berusaha membuat Kenzo berpikir serius.
"Apa fungsinya saya sekolah lagi. Asal bisa dapat uang banyak, sekolah itu tidak penting" jawab Kenzo sembarangan.
"Aku butuh asisten yang pandai. Bukan seorang yang isi otaknya terlihat dari ucapan dan tingkah lakunya"
Kenzo memperbaiki duduknya lalu berubah menjadi sangat serius, mengejutkan Adhi.
"Memangnya, kita tampak lebih baik kalau bersekolah tinggi?"
"Apa maksudmu?"
"Sekarang, saya sering dibilang seperti preman. Padahal saya punya mobil"
"Kepandaian dan status seseorang tidak lagi dilihat dari apa yang kaupunya. Tapi bagaimana cara berpenampilan, cara bicara dan kelakuanmu" nasehat Adhi membuat Kenzo tampak sangat serius sekarang. Apa sebenarnya yang terjadi pada anak ini? Kenapa Kenzo mirip sekali dengannya sepuluh tahun yang lalu?
Seorang anak laki-laki yang berusaha untuk mencari tujuan untuk hidup. Sayangnya, untuk Kenzo semuanya sangat jelas. Dia harus bekerja untuk keluarganya. Terpaksa bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup yang banyak sampai melupakan apa yang dibutuhkannya.
"Apa seorang perempuan juga akan melihat saya dengan pandangan berbeda saat saya lebih pandai?"
Biasanya, Adhi tidak suka mencampuri urusan pribadi anak buahnya. Tapi kini dia juga tidak memiliki siapapun untuk diajak bicara.
"Kau menyukai seseorang?"
"Tidak ... mungkin ... tapi ... pasti dia tidak menyukai saya"
"Alasannya?"
"Dia berada di dunia yang lain"
Adhi menghentikan pekerjaannya dan melihat sikap malu-malu yang tidak pernah ditunjukkan Kenzo seperti sekarang.
"Apa perempuan itu sudah ... "
"Bukan Bos. Apa saya gila lalu menyukai hantu? Maksud saya, perempuan itu seperti tidak memiliki dosa"
Adhi trermenung mendengar jabaran wanita yang disukai oleh anak buahnya. Tampak seperti tidak memiliki dosa. Hal itulah yang dilihatnya dalam diri Felisya. Seorang peri dan malaikat yang murni dan cantik. Bersih dan tidak memiliki niat untuk jatuh dalam perangkap dunia. Tapi kenyataannya lain. Malaikat cantik itu akhirnya jatuh juga dalam kelamnya kebutuhan dunia yang menyesakkannya. Dan Adhi tidak dapat melakukan apapun karena semua itu adalah keputusan perempuan itu.
"Bos" panggil Kenzo menyadarkan Adhi dari lamunannya.
"Sebaiknya kau pulang, ini sudah malam"
"Baik Bos. Selamat malam" ucap Kenzo lalu meninggalkan Adhi dalam apartemennya yang sepi.
Perempuan.
Makhluk yang dapat seorang laki-laki melakukan apapun. Adhi pernah terperosok jauh dalam perasaannya sendiri yang tak terbalas. Dia tidak akan mengulanginya lagi dan mengorbankan diri begitu saja. Kali ini, dia ingin berhasil maju lebih jauh daripada kakaknya. Kakak yang telah merebut alasannya untuk hidup.
Feli duduk di kamarnya melihat ponsel. Tangannya gemetar saat melihat nama Ambar di layar ponselnya. Ada rasa rindu menyelimuti dirinya. Ingin sekali rasanya dia berlari pulang ke Indonesia dan tinggal di rumah Ambar. Melupakan semua masalah yang dihadapi oleh keluarganya sekarang. Setelah bertunangan beberapa hari lalu, dia tidak bisa merasa senang. Semua berjalan terlalu cepat baginya. Meskipun Danial adalah laki-laki yang baik ... sangat baik bahkan. Feli belum merasakan sesuatu yang disebut dengan cinta itu. Mungkin karena usianya yang masih terlalu muda. Dua puluh tahun. Disaat sahabatnya sibuk berpikir tentang sekolah, dia diharuskan memilih jalan hidup untuk kedepannya nanti. Tapi, mau bagaimana lagi. Semua ini tidak dapat dihindarinya. Meskipun dia harus mengorbankan perasaannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 136 Episodes
Comments