Adhi melihat sinar matahari mulai menerangi kamarnya dan berhenti bekerja. Rasa sakit yang dilupakan karena bekerja kini mulai muncul kembali dan semakin menyiksanya.
"Sial" Dia menyerah dan memanggil perawat untuk datang ke kamarnya.
"Selamat pagi, Tuan Adhitama"
"Iya"
"Apa Anda tidak tidur semalam?" tanya perawat itu.
"Beri aku obat!" Dia tidak ingin terlihat lemah meskipun harus menahan rasa sakit di kakinya.
"Baik Tuan"
Setelah diberi suntikan obat penahan rasa sakit di infusnya, Adhi merasa sedikit rileks. Siksaan di kakinya menghilang perlahan ketika obat itu masuk ke dalam aliran darahnya. Dan dia mencoba menutup matanya yang berat saat ada suara pintu terbuka dan membawa angin dingin ke dalam kamarnya.
"Bos, Apa Anda baik-baik saja?"
Kalau saja Adhi tidak berada dalam keadaan seperti ini, dia pasti bisa melempar kursi ke arah anak buahnya yang menyebalkan itu.
"Ada apa kau kemari?"
"Saya bawa baju dan perlengkapan mandi Bos. Saya ambil di apartemen pagi-pagi tadi, takut Bos butuh"
Niat yang baik, tapi Adhi tidak membutuhkan apapun sekarang. Lagipula, di badannya masih melekat pakaian yang diberikan rumah sakit. Yang dibutuhkannya hanyalah tidur.
"Pergilah!!" perintahnya pada Kenzo dan mencoba untuk menutup mata.
"Yah, baik kalo itu yang Bos mau. Saya juga hars mengurus mobil Bos yang hancur kemarin"
Adhi terpaksa membuka matanya dan melihat anak buahnya yang terlihat sedih karena diusir. Kenzo memang sebenarnya baik, hanya saja sedikit merepotkan.
"Yang terpenting laptop dan ponselku tidak apa-apa"
"Saya tahu kalau itu adalah prioritas Bos. Jadi, saya mengambil ponsel dan laptop Bos segera setelah mendengar kabar kecelakaan itu"
"Iya, Bagus" puji Adhi setidaknya memberi kebanggaan sedikit pada anak buahnya.
"Saya akan pergi mengurus mobil Bos, lalu kembali kemari"
"Jangan!!! Kau pulang saja, lagipula aku tidak bisa pergi kemana-mana"
"Kalo itu perintah Bos, saya akan melaksanakannya dengan senang hati"
Akhirnya anak buahnya yang menyebalkan itu pergi. Adhi kini bisa tidur. Tapi, belum sempat tertidur, dia mendengar suara pintu terbuka lagi. Kali ini seorang wanita dengan kain penutup di kepalanya muncul. Ohh, wanita ini. Apa akhirnya wanita ini menyerah pada ancamannya?
"Aku tidak menyangka kau datang lagi kemari" katanya mengejutkan wanita itu.
"Oh, saya pikir Bos tidur tadi"
"Aku tidak suka panjang lebar. Apa keputusanmu?" tanya Adhi cepat-cepat karena dia ingin tidur.
"Saya mengusulkan pemecahan yang lain" jawab wanita itu dengan wajah ceria. Membuat Adhi muak.
Ambar siap dengan cara pemecahan yang dipikirnya sangat tepat untuk masalah cowok bule itu.
"Bagaimana kalau Bos menghilang saja selama dua bulan ini?" katanya dengan sangat positif dan ceria.
"Apa??"
"Iya. Daripada Anda harus berhadapan dengan Feli dan harus menahan diri. Alangkah baiknya Anda menghilang saja. Jadi, Anda tidak membutuhkan penghalang atau penahan apapun. karena Anda jauh dari Feli"
Ambar masih menganggap ide darinya adalah pemecahan masalah terbaik, sampai melihat raut muka cowok bule yang berbaring di depannya.
"Aku bukan orang yang bisa menghilang begitu saja. Apa kau tahu kenapa?"
"Kenapa?"
"Karena yang akan menikah dengan perempuan itu adalah kakakku. Keluargaku. Dan aku mau tidak mau harus hadir saat mereka melakukan apapun"
Ambar memutar matanya dan mengingat apa yang dikatakan oleh Rea tadi. Cowok bule di depannya ini adalah seorang yang rebelius.
"Bos kan biasa melakukan hal ini. Bos kan gak pernah dengerin kata orang. Jadi, apa masalahnya?"
Suasana hening terjadi sesaat setelah Ambar mengatakan pendapatnya. Dia mulai berpikir kalau apa yang dikatakannya salah ketika keheningan itu berlanjut lebih lama. Juga, karena cowok bule itu perlahan tersenyum sinis padanya.
"Apa yang Rea katakan padamu?"
"Ha? tidak ada"
"Jadi, sekarang kau merasa mengenalku?"
Ambar mundur selangkah setelah mendengar suara cowok yang semakin bernada sedikti mengancam. Sepertinya dia salah bicara.
"Saya ... "
"Kau ... aku heran bagaimana caranya kau berteman dengan Rea dan Feli. Tapi kau hanyalah orang bodoh yang tidak tahu apa-apa"
Ambar tercekat mendengar ejekan yang diucapkan tepat di depan wajahnya. Sebenarnya, dia sering menerima ucapan seperti ini, bahkan ada yang lebih buruk. Tapi dia tidak bisa menerima kalau yang mengatakannya adalah orang yang sama sekali tidak mengenalnya.
"Tarik ucapan Anda!!" kata Ambar kesal.
"Kau juga jangan pernah bicara seperti mengenalku"
Ketegangan menguasai suasana di dalam kamar rawat rumah sakit yang paling bagus itu. Ambar merasa kalau dia telah melemparkan komentar yang salah dan telah menyakiti hati orang yang ada di depannya. Tapi, apa dia berhak diperlakukan seperti ini?
Saat suasana masih tidak membaik, pintu kamar dibuka dari luar. Seorang perempuan yang dikenal oleh Ambar masuk dan terkejut melihatnya.
"Ambar!"
Ambar tidak menjawab sapaan sahabat yang sudah dikenalnya selama lebih dari sepuluh tahun itu. Dia memilih menoleh ke orang yang ada di atas ranjang lalu berjalan ke arah pintu.
"Mbar, kamu mau kemana?" tanya Feli tapi tidak dihiraukannya. Ambar merasa ... malu. Dia sudah membuat kekacauan karena ucapannya sendiri. Dan hal itu berakibat menyakiti orang lain. Ambar terdiam diluar kamar rawat Bos Kenzo selama beberapa detik lalu memilih untuk pergi bekerja.
Adhi diam saja meskipun Feli datang ke dalam kamarnya. Dia masih kesal karena apa yang diucapkan oleh teman Kenzo yang bahkan tidak mengenalnya.
"Maaf, apa aku mengganggu kalian berdua?" tanya Feli. Adhi menoleh dan baru kali ini, dia tidak merasakan apa yang biasanya dia rasakan keltika melihat Feli. Perempuan yang dicintainya sejak sepuluh tahun lalu itu tetap cantik seperti biasanya. Memakai gaun serba merah muda, menambah kecantikannya. Tapi Adhi tidak ingin memeluk dan mengecup bibir Feli seperti yang selalu diinginkannya. Kenapa dengannya? Tapi hal itu hanya terjadi dalam sekejap saja. Semua yang dirasakannya selama sepuluh tahun ini kembali lagi menghantamnya saat Feli semakin mendekat
"Tidak"
"Aku gak tahu kalo Ambar ada disini. Kalo tahu, aku pasti gak akan kesini. Maaf ya Dhi"
Adhi melihat perempuan yang masih dicintainya itu dan membuang muka.
"Sebaiknya kau tidak kemari lagi. Tidak lama lagi kau akan menikah dengan Danial"
"Adhi ... aku"
"Pergilah!!"
"... Baik. Aku ... akan pergi sekarang. Semoga kau cepat sembuh"
Adhi menatap punggung kecil yang selalu dilihatnya selama ini. Punggung yang ingin dia rengkuh. Harusnya perempuan itu ... . Tidak. Dia harus menghapus semua yang ada di pikirannya. Perempuan itu akan segera menadi kakak iparnya.
Ambar ada di tokonya dan mencoba untuk bekerja. Tapi, pikirannya selalu kembali pada orang yang telah merasa tersakiti karena ucapannya. Harusnya dia tidak pernah bicara seperti itu. karena melamun, tangannya terkena lem tembak. Rasa panas menyengat menyadarkannya.
"Aduhh" katanya lalu segera mengambil lem cair yang masih menempel di tangannya.
"Kak Ambar gak apa-apa?"
"Duh, gak. Gak apa-apa"
Tidak bisa ... tidak bisa seperti ini, pikir Ambar dalam hati. Dia tidak boleh merasa bersalah seperti ini.
"Mau kemana kak?" tanya pegawainya melihat Ambar berdiri dan mengambil tasnya.
"Aku harus pergi dulu. Kalian selesaikan kerjaan disini terus pulang nanti gak usah tunggu aku ya" pesannya lalu segera pergi.
Dia sampai lagi di rumah sakit saat matahari mulai tergelincir ke barat. Seharian dia memendam rasa bersalah yang merusak konsentrasinya. Ambar ... merasa bersalah dan tidak bisa melupakannya. Dia harus meminta maaf. Tapi ragu setelah berdiri di depan kamar rawat cowok bule itu. Dia merasa malu. Padahal dia berumur dua puluh enam tahun tapi bisa menyakiti orang yang sama sekali tidak dikenalnya. Menyelesaikan keraguan dalam hatinya, Ambar mulai memutar kenop pintu dan tidak melihat siapapun di dalam kamar itu. Hanya ada orang yang terbaring di atas ranjang.
"Untung gak ada Feli" katanya hampir berbisik.
Tapi, orang yang seharusnya menerima permintaan maafnya terlihat tenang di atas ranjang. Apa cowok bule itu? Penasaran, Ambar memutari ranjang dan melihat wajah Bos Kenzo. Mata tertutup dan helaan napas teratur, menandakan orang ini sedang tertidur. Ambar melihat sekeliling ruangan dan merasa heran. Kok bisatidak ada yang menjaga orang ini? padhal cowok bule ini kecelakaan sampai babak belur seperti ini. Apa itu ada hubungannya dengan cerita Rea tentang cowok ini yang diusir dari rumah? Tapi ... masa ada orang tua yang tega membiarkan anaknya yang sakit, sendirian seperti ini? Ambar menekan rasa ingin tahunya dan memutuskan untuk duduk di sofa yang ada di dalam kamar. Dia tidak boleh pergi sampai berhasil meminta maaf. Kalau tidak, hatinya pasti tidak makan tenang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 136 Episodes
Comments