Setelah masalah Ratih selesai, kedamaian akhirnya datang ke kehidupan Ambar. Dia segera mendaftar kursus komputer dan bahasa Inggris dari uang yang diberikan kedua orang tuanya, dan mulai mencari pekerjaan ringan yang bisa dilakukannya sembari belajar. Kini, belajar adalah prioritas utamanya. Hubungan dengan Rea dan Feli juga terjalin dengan lancar. Mereka sering bertukar pesan saat sibuk. Ketika akhir pekan, biasanya mereka saling menelepon satu sama lain. Namun, Feli akhir-akhir ini tidak pernah menghubungi Ambar baik di Grup Chat atau japri. Hanya Rea yang punya waktu untuk mengobrol. Seperti yang dilakukan Ambar dan Rea sekarang.
"Wah, keren"
"Jangan gitu. Kan aku gak bisa sekeren kamu" kata Ambar menanggapi pujian Rea.
Akhir-akhir ini mereka semakin sering saling menghubungi. Sedangkan Feli tidak ada kabarnya seperti ditelan bumi.
"Aku baru dapet info, katanya keluarga Feli bangkrut"
"Apa???"
"Iya, ada pegawai yang bawa kabur uang ayahnya. Banyak"
"Terus, Feli dimana sekarang?"
"Katanya balik ke Indo"
"Balik ke Indo, sejak kapan?"
"Jumat, tapi jangan ngarep bisa ketemu. Ayahnya lagi setres dan melampiaskan semua ke Feli dan ibunya"
Ambar tidak bisa bertanya lagi tentang sahabatnya yang sedang kesusahan itu. Bukan berarti dia tidak peduli, tapi Ambar tidak akan pernah bisa membantu Feli dan keluarganya. Karena semuanya itu membutuhkan banyak uang.
"Tapi, Mbar. Ada kabar aneh juga"
"Ada apa?"
"Katanya ada yang bantu keluarga Feli. Tapi ... "
Ambar mendengarkan dengan seksama tapi tidak ada kelanjutan dari perkataan Rea.
"Tapi, apaan?" tanya Ambar tidak sabar.
"Kamu inget kan cowok yang suka ama Feli, temen kakakku"
"Iya"
"Dia mau bantu keluarga Feli"
"Alhamdulillah kalau tu cowok mau bantu"
"Tapi ... ada yang jadi pertanyaan"
"Apaan?
"Apa bantuan itu harus ada balasannya?"
"Balasan apa?"
"Cinta dong. Kan aku udah pernah ngomong ke kamu kalo tuh cowok suka ama Feli"
Ambar terkejut dengan rumitnya masalah keluarga dan percintaan Feli, sahabatnya. Sepertinya ada cerita cinta yang harus dijalani oleh Feli, sang pemeran utama yang cantik dan baik.
Pembicaraan atau lebih bisa disebut gosipin teman sendiri akhirnya selesai. Rea harus kembali pada pelajarannya dan Ambar kehabisan pulsa. Ternyata telepon dari luar negeri dapat membuatnya bangkrut juga. Tapi ... sepertinya dia harus menghubungi Feli. Setidaknya untuk memberi dukungan.
"Mbar ada tamu" kata ibunya dari luar kamar membuat Ambar membatalkan niatnya untuk mengirim pesan pada Feli. Siapa yang datang malam-malam begini, pikir Ambar lalu keluar dengan memakai hijabnya.
"Hai"
"Kenzo, Lu ngapain dateng malem-malem gini?"
"Malem, baru jam delapan nih"
"Ada apaan?" tanya Ambar lalu duduk di kursi depan rumahnya, berhadapan dengan Kenzo.
"Aku dipecat nih"
"Apa????"
Sungguh kabar yang mengejutkan. Bukannya Kenzo baru saja dikirim ke luar kota untuk mengurus cabang baru tempat hiburan malam itu oleh Bos-nya. Kenapa sekarang malah dipecat.
"Kamu ngapain emangnya?"
"Kok kamu nyalahin aku?"
"Kan gak mungkin dipecat gitu aja tanpa melakukan kesalahan. Kamu pasti ada salah deh"
"Bos tiba-tiba aja jual tempat itu" kata Kenzo lalu melirik ke dalam rumah. Memastikan kedua orang tua Ambar tidak mendengarnya.
Dijual? Kabar yang lebih mengejutkan. Sepertinya, tempatnya Bos Kenzo tidaklah sepi. Mereka juga sering menerima pelanggan VVIP yang kayanya luar biasa. Tapi itu bukan urusan Ambar. Yang menjadi urusannya hanya Kenzo yang kelihatan bingung dengan pemecatan yang terlalu mendadak itu.
"Ya gimana lagi. Tapi kamu kan bisa minta surat pengunduran diri daripada pemecatan. terus, cari kerja lagi"
"Duh, padahal gajiku besar banget di tempat itu. Gimana ibu sama adekku nanti"
Ambar selalu merasa kecil disamping Kenzo. Dibandingkan dengan kehidupannya yang sangat sederhana, cobaan Kenzo lebih berat untuk dihadapi. Laki-laki berumur dua puluh tahun ini harus menanggung biaya hidup ibu dan adeknya. Juga harus mengurus ayahnya yang ada di dalam penjara.
"Pasti ada jalan. Aku bantu kamu cari kerja yang gajinya lumayan deh"
"Tapi, mana ada yang mau gaji aku sebesar itu?"
Kenzo terlihat sangat kecewa. Memang, pekerjaan dengan gaji sebesar itu apalagi untuk lulusan SMP seperti Kenzo akan sulit untuk dicari. Kemungkinan hanya pekerjaan kasar yang bisa dilakukannya, dan gajinya juga kecil. Tak lama ponsel Kenzo berbunyi, dia menjawabnya lalu tampak khawatir.
"Aku pergi dulu. Bosku bikin masalah"
"Iya, hati-hati udah malem"
Ambar hanya bisa melihat Kenzo yang berjalan ke depan gang lalu menghilang. Selain doa, sepertinya tidak ada yang bisa membantu Kenzo.
Ambar kembali ke dalam rumah dan bertemu pandang dengan ayahnya yang kelihatan kesal.
"Kenapa, Pak?" tanyanya tidak merasa bersalah.
"Kamu pacaran?"
"Apa?" Sebuah tuduhan yang tidak masuk akal. Dengan siapa dia pacaran?
"Itu cowok kayaknya terus curhat sama kamu Mbar. Apa kalian punya hubungan khusus?" Ibunya ikut bertanya sesuatu yang tidak masuk akal.
"Gak mungkin. Aku sama Kenzo cuma temen. Lagian Kenzo itu punya banyak pacar yang cantik dan kaya"
"Kamu rendah diri, Nak?" Sebuah tuduhan diberikan oleh ayahnya, membuat Ambar terkejut. Mereka pasti mengira Ambar tidak mendekati Kenzo karena keadaan keluarganya yang sangat sederhana.
"Gak Bu, Pak. Aku gak pacaran. Ngapain pacaran? Mending langsung nikah" kata Ambar lalu masuk ke dalam kamar. Menghindari pertanyaan kedua orang tuanya.
Tapi, kalau dipikir-pikir. Ambar tidak memiliki rasa tertarik pada laki-laki manapun. Kenzo memang sedang kesulitan, tapi tampangnya sangat lumayan. Ada juga satu pegawai pabrik yang dulu sempat mendekatinya, tapi Ambar memang tidak memiliki perasaan apapun. Baik pada pegawai pabrik itu maupun Kenzo. Dia masih tidak ingin berpikir tentang masalah seperti itu, dikala harus fokus pada hidupnya sendiri.
Adhi merasa bingung. Kenapa perempuan itu tidak mau menerima bantuannya? padahal dia sudah menjual tempat hiburan malamnya dan memberikan semua uang pada perempuan itu. Kenapa perempuan itu memilih menerima bantuan kakaknya? Adhi meminum kembali cairan keras yang ada di gelasnya lalu berjalan dengan sempoyongan. Dia menabrak meja, melempar gelas dan botol ke arah dinding dan membuat apartemennya berantakan. Dia tidak mengerti, sangat tidak mengerti dengan jalan pikiran perempuan yang dia sukai. Lima tahun sudah dia menyukai perempuan itu, lebih lama dari kakaknya sendiri. Tapi, kenapa?
"Bos!"
Adhi membuka matanya dan melihat seseorang ada di depannya. Merasa kesal, dia melayangkan tinjunya dan mengenai orang itu.
"Apa-apaan ini Bos?"
Orang itu tidak membalasnya, membuat Adhi semakin larut dalam kekesalannya. Dia melemparkan gelas yang sedang dipegangnya ke arah dinding dan terjatuh di kursi.
"Kenapa? Kenapa?" katanya terus menerus membuat bingung orang yang baru ditinjunya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 136 Episodes
Comments