Adhi mengikuti Kenzo yang sedang menarik wanita penendang pria tua di dalam tempat hiburan malamnya. Dia merasa tertarik dengan wanita berhijab yang memiliki keberanian untuk melakukan hal memalukan di tempat umum. Dia melihat Kenzo sedang berbicara dengan akrab seperti layaknya teman. Apa wanita itu seusia Kenzo? Tapi kenapa wanita berumur dua puluh tahunan memakai pakaian yang tidak menarik seperti itu? Hijab instan, hodie dan celana olahraga berwarna abu dan sepatu yang kelihatannya palsu juga lusuh.
Dia mendekat ke arah keduanya dan menerima reaksi yang jauh dari perkiraan. Baik Kenzo dan wanita yang dari dekat ternyata terlihat muda itu berteriak kencang. Seperti sedang melihat hantu saja.
"Kenapa kalian berteriak?" tanyanya membuat keduanya berhenti berteriak. Wanita itu mengelus dadanya dan Kenzo memukul dahinya. Mereka berdua lucu sekali di mata Adhi. Seperti dua saudara kandung.
"Maaf, Bos. Saya pikir dewa kematian mendatangi saya"
"Malaikat pencabut nyawa" ralat wanita di sebelah Kenzo.
Memangnya bagaimana penampilannya sehingga mereka berdua melihatnya seperti itu? pikir Adhi kesal.
"Saya minta ijin mengantar teman saya bos" kata Kenzo lagi.
"Apa dia temanmu?"
"Iya Bos. Eh, kasih salam!" Kenzo berusaha membuat teman wanitanya memberi salam pada Adhi. Yang mengherankan, bagaimana bisa Kenzo menjadikan wanita ini sebagai teman? Selera Kenzo sangatlah tinggi. Anak itu selalu memilih wanita paling cantik dan berbadan molek. Dan wanita ini tidak mendekati salah satu kriteria itu.
"Ngapain aku ngasih salam ke pemilik tempat maksiat kayak gini?"
Adhi terkejut dengan ucapan teman Kenzo yang lugas dan tidak bergetar sama sekali. Baru kali ini ada wanita yang menjulukinya pemilik tempat maksiat.
"Waduh, maaf Bos. Teman saya ini memang gak pernah datang ke tempat seperti ini. Dia lugu"
Terlihat. Sangat terlihat kalau wanita ini tidak pernah mengenal dunia dan tempat seperti ini. Adhi tidak marah dan semakin tertarik untuk mendengarkan suara nyaring itu keluar lagi.
"Apa? Lugu? Mending lugu daripada kayak perempuan di dalem yang nari kayak gini nih"
Wanita itu lalu memperlihatkan tari lekuk tubuh yang sangat tidak menarik di tempat parkir. Tidak tahu malu dan ... lucu sekali. Membuat Adhi hampir saja tertawa keras. Sebelum dia mengeluarkan suara tawa, Kenzo menarik wanita itu pergi.
"Kenapa? Kok aku ditarik gini sih?" protesnya terdengar sampai di telinga Adhi. Dia tidak sanggup menahan dan tertawa sampai menunduk. Untung saja tidak ada yang melihatnya. Wanita itu sungguh menarik, pikir Adhi dan memperbaiki postur berdirinya. Baru kali ini dia tertawa seperti ini. Sepertinya, malam ini dia akan tidur nyenyak untuk pertama kalinya.
Ambar mengajukan protes keras pada Kenzo yang menariknya pulang. Di dalam mobil Kenzo, Ambar masih ingin memperlihatkan kalau dia bukanlah gadis yang terlalu lugu.
"Aku udah bilang Ratih itu gak bener" kata Kenzo mencoba membungkam Ambar.
"Iya, aku juga ngerti"
"Terus, kamu ngapain sampe ke tempat itu?"
Ambar berhenti bicara dan mulai berpikir. Ada sesuatu yang lebih penting daripada dia yang baru saja lolos dari cengkeraman pria tua jelek di dalam tempat itu.
"Ken, kamu kerja disana?" Pertanyaan yang tidak bisa dijawab Kenzo begitu saja. Ambar sangat mengerti kesulitan Kenzo, namun sungguh sayang temannya itu memutuskan untuk mencari rejeki di tempat seperti itu.
"Aku ... "
Ambar melihat Kenzo ragu untuk menjawab. Dan kini dia mengerti darimana Kenzo mendapatkan uang yang banyak selama enam bulan ini. Padahal pendidikan Ambar lebih tinggi darinya.
"Aku gak mau ngomong itu lagi. Toh aku juga gak bisa bantu kamu dengan uang" kata Ambar mencoba menyikapi hal ini dengan bijak.
"Aku punya bos baik disana. jangan kuatir"
"Emang siapa yang kuatir?"
"Nanti lama-lama kamu suka sama aku lagi. Sori ya, selera perempuanku tinggi"
Ambar memukul bagian belakang kepala Kenzo dengan keras, berbuah umpatan dari laki-laki itu.
"Aku juga gak mau suka sama kamu. Cih"
"Tapi aku berpengalaman lho. Aku tahu gimana caranya bikin perempuan puazzzz"
"Hiiii, jijik. Kamu berhenti ngomong kalo gak aku tendang nih"
Keduanya tertawa mendengar apa yang mereka perdebatkan selama di mobil.
Ambar turun dari mobil Kenzo jauh dari jalan tempat rumahnya berdiri. Karena Ambar tidak suka ada pembicaraan buruk tentangnya yang membuiat kedua orang tuanya kecewa. Untungnya Kenzo mengerti alasannya dan segera pergi setelah menurunkannya. Ambar berjalan dan mencoba mengingat sesuatu yang terlupakan. Sepertinya dia meninggalkan seseorang dan lupa begitu saja. tapi siapa ya? Ambar tidak ingin mengingat dan segera masuk ke dalam rumah.
"Pergi kemana sama Ratih?" tanya ibunya yang menunggu dengan menonton sinetron.
Oh, iya. Ratih. Ambar baru ingat meninggalkan teman yang membuatnya berada dalam situasi berbahaya itu.
"Makan nasi goreng enak di perempatan jalan yang jauh itu lho Bu"
"Ya udah, cepet sana tidur. kamu kan mesti mengundurkan diri besok di pabrik"
"Siap, Bu. Ambar ke kamar dulu"
Di kamar Ambar melihat ponselnya bergetar. Dia mengambil ponsel dan kaget dengan nama yang muncul disana.
"Halo ... " Suaranya bergetar hebat.
"Kamu kemana aja sih Mbar? Dihubungi dari tadi gak diangkat. Aku tuh udah setahun coba hubungi kamu tau gak. Aku sekarang sama Feli ada di Indonesia. Kita bisa ketemu gak?"
Ambar tidak mendengar apapun yang dikatakan Rea. Dia menangis dan tidak bisa mendengar apapun. Rasanya semua kesedihan selama satu tahun yang ditahannya melebur begitu saja. Suara tangisnya pasti terdengar sampai di seberang sana. Karena ada suara tangis juga dari sana. Ambar tidak bisa berhenti menangis karena sangat merindukan kedua sahabatnya.
Sesudah sepuluh menit, tangisnya mulai hilang. Telinganya juga mulai berfungsi dengan normal lagi.
"Jangan nangis lagi dong. Aku sedih"
Suara feli yang seperti malaikat menari dengan indah di hati Ambar. Sudah lama sekali dia tidak merasa tenang seperti ini karena suara seseorang. Memang hanya Feli yang bisa melakukan hal ini.
"Iya. dasar kamu Mbar. Aku jadi nangis juga tau"
Suara keras dan kasar ini juga entah kenapa membuat Ambar rindu sekali.
"Aku kangen" jawab Ambar membuat kedua sahabatnya terdiam.
"Besok kita ketemu yuk. Aku sama Rea gak bisa lama di Indonesia"
"Jam berapa? Dimana?"
"Pagi, aku jemput"
"Aku gak bisa pagi. Aku mesti ke pabrik terus ngundurin diri" kata AMbar membuat dua sahabatnya diam lagi. Ambar melihat ponselnya curiga kalau sinyalnya tidak ada. Masih ada kok, tidak ada yang salah. Kenapa tidak ada jawaban dari seberang sana?
"Halo ... Halo"
"Eh, iya Mbar. Kita masih disini. Kamu kerja di pabrik?"
"Iya, Tapi besok aku berhenti"
"Kita bicarain besok ya. kalo gitu kami jemput kamu pagi sekalian antar kamu ke pabrik ya"
"Iya, boleh"
"Oke, malem Mbar"
"Iya ... malem"
Ambar menunggu Rea dan Feli menutup telepon tapi masih ada suara disana.
"Halo"
"Iya Mbar, udah ya"
"Iya"
Kali ini sambungan teleponnya benar-benar terputus. Ambar tidak percaya dengan apa yang baru saja terjadi baru saja. Padahal dia pikir hari ini tidak menyenangkan. Dimulai dengan Ratih di pabrik dan kejadian tempat hiburan malam tadi. ternyata dua sahabat yang satu tahun tidak pernah dilihatnya akan menjemputnya besok. Ambar bersorak mengejutkan ibunya yang seru menonton sinetron. Ambar segera menutup mulutnya dan tertawa sampai berguling di ranjang. Dia senang sekali. Gembira, riang atau apapun itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 136 Episodes
Comments