Nicho menggeliat, tidur nyenyak nya terusik ketika mendengar ponselnya yang terus berdering. Masih dalam keadaan mata yang terpejam, tangannya berusaha mengambil ponsel dengan cara meraba. Merabanya dengan mengikuti sumber suara karna dia lupa kapan terakhir menaruh ponselnya saat akan tidur semalam.
"Ya hallo.!" Serunya setelah sambungan telfon terhubung.
"Buset.!! Parah banget lu jam segini baru bangun.!" Teriak seseorang dari seberang sana. Dia tentu saja bisa menebak kalau Nicho baru bangun, karna sudah belasan kali dia berusaha menghubungi Nicho tapi tidak ada jawaban, ditambah dia baru saja mendengar suara Nicho yang serak, khas orang yang baru bangun tidur.
Perlahan Nicho membuka matanya. Dia mengarahkan ponsel ke depan wajahnya untuk melihat jam. Rupanya sudah pukul 11 siang.
"Ganggu tidur gue aja lu.!" Protes Nicho kesal.
"Ngapain nelpon.?!" Tanya Nicho malas.
"Wahh kebangetan lu Nich.! Yang kayak begini mau jadi CEO.?" Ledeknya.
"Kapan ke cafe.?! Buruan cek kelengkapannya, gue nggak mau Terima protesan dari lu ya kalo besok pas opening ada yang kurang."
Nicho menghela nafas kasar. Dia sampai mengabaikan pekerjaan penting hanya karna terus memikirkan kisah percintaannya. Memikirkan wanita yang tidak mau mendengarkan nasehatnya dan pada akhirnya membuatnya terluka.
"2 jam lagi gue kesana.!" Tegas Nicho.
"Apa.?!! 2 jam lagi.?!"
Nicho langsung mematikan sambungan telfonnya sebelum temannya itu kembali mengajukan protes.
Meletakkan ponsel di atas nakas, Nicho bangun dan duduk di sisi ranjang dengan kaki panjangnya yang menjuntai ke lantai. Dia masih mengumpulkan kesadarannya setelah bangun dari tidurnya yang cukup panjang. Berkali - kali mengusap kasar wajah dan rambutnya.
Dia masih saja menyayangkan kejadian itu. Juga menyangkan sikap Mama Grace yang seolah mempersulit niat baiknya untuk menikahi Fely.
Kalau saja dia tau hal buruk itu akan menimpa Fely, mungkin dia tidak akan mendengarkan Mama Grace dan tetap menikahi Fely sesuai dengan rencana sudah dia siapkan jauh - jauh hari.
Rasa kekecewaan Nicho lebih besar di banding rasa sakit hatinya.
Nicho beranjak ke kamar mandi untuk mencuci wajahnya. Dia harus membuat sarapan yang tertunda sekaligus makan siang. Perutnya sudah terasa perih. Semalam dia hanya makan sedikit karna terganggu oleh perdebatan yang terjadi antara Sisil dan kekasihnya.
Sampainya di dapur, Nicho mengambil 4 lembar roti. Dia juga mengeluarkan selada, tomat dan potongan daging dari dalam kulkas.
Hanya ada bahan makan untuk membuat sandwich yang bisa dia makan untuk mengisi perutnya.
Kalau saja Mama Grace tidak bersikeras meminta restu dari Papa Alex, mungkin saat ini Fely sedang memasak makanan untuknya.
Mama Grace tau betul kalau Papa Alex sangat menentang hubungan Nicho dan Fely, dan akan butuh waktu lama untuk meminta restu darinya.
Sedangkan Nicho sudah mempersiapkan pernikahannya dengan Fely. Berharap dia bisa menikahi Fely secepatnya meski belum mendapatkan restu dari Papa Alex.
Nicho yakin, restu Papa Alex akan mereka dapatkan seiring berjalannya waktu.
Tapi jika sudah seperti ini, Papa Alex pasti akan semakin menentang hubungannya.
Suara bel menghentikan aktifitas Nicho sekaligus lamunannya. Dia belum bisa berhenti untuk memikirkan hal itu. Terus saja muncul dalam benaknya.
Dia bejalan cepat untuk membukakan pintu, berfikir kalau temannya yang datang.
"Udah gue bilang.! 2 jam lagi.!" Bentak Nicho sembari membuka pintu.
Sisil mengerutkan keningnya.
"Apanya yang 2 jam.?" Tanyanya.
"Kau.!" Seru Nicho sembari menunjuk wajah Sisil. Dia mendengus kesal begitu tau wanita itu lagi yang muncul di hadapannya.
Sisil tersenyum lebar, deretan giginya rapi terlihat cantik.
"Mau apa kamu.?!" Ketus Nicho sinis.
Sisil langsung mencebikkan bibirnya.
"Jangan galak - galak kak." Protesnya.
"Emang sih orang capek kalo galak masih bisa ketutup galaknya, tapi tetep aja ngeselin." Jelas Sisil cuek. Nicho melotot tajam, wanita di depannya seperti ingin di makan hidup - hidup.
"Mau ngapain.? Aku sibuk.!" Nicho terlihat malas menanggapi celotehan Sisil yang hanya membuat telinganya sakit.
"Mau ngasih ini,,," Sisil menyodorkan sepiring spaghetti pada Nicho. Dia terus tersenyum meski Nicho ketus dan terlihat tidak mengharapkan kehadirannya.
Nicho menerimanya dengan menarik kasar piring itu.
"Makasih.!" Ucapnya datar tanpa menatap Sisil, dia masuk kedalam dan hendak menutup pintu. Namun tangan Sisil menahannya, hal itu membuat Nicho berdecak kesal.
"Apa lagi.?!" Geramnya.
"Aku belum tau nama kakak,,," Ujar Sisil. Dia menjulurkan tangannya, berharap Nicho mau memperkenalkan diri.
"Apa pentingnya.?" Tanya Nicho cuek. Sisil mendengus kesal.
"Memangnya harus ada kepentingan baru boleh berkenalan.? Kita kan tetanggaan,," Celetuk Sisil.
Dia tidak menyerah meski Nicho terlihat alot untuk memperkenalkan dirinya.
"Berisik banget.! Pulang sana.!" Usir Nicho lagi sembari mendorong bahu Sisil.
Wanita di depannya itu benar - benar menyebalkan. Dia selalu saja membuat moodnya semakin memburuk.
"Aku nggak akan pergi kalau belum tau nama kakak." Sisil menyelonong begitu saja kedalam apartemen Nicho.
"Heh.! Mau ngapain kamu.?!" Teriak Nicho. Dia terlihat syok melihat Sisil masuk begitu saja kedalam apartemennya. Sama sekali tidak ada rasa takut untuk masuk kedalam apartemen laki - laki yang belum dia kenal.
Nicho langsung menyusul Sisil, wanita itu dengan santainya duduk di sofa.
"Bagus interiornya,," Gumamnya sembari mengedarkan pandangan ke setiap sudut ruang tamu.
"Kakak tinggal sendiri disini.?" Tanya setelah puas melihat interior mewah di ruang tamu Nicho.
"Siapa yang ngijinin kamu masuk dan duduk seenaknya.?! Keluar.!" Bentak Nicho.
"Nih,, bawa sekalian spaghetti nya.!" Nicho menarik tangan Sisil agar berdiri, dia memberikan kembali spaghetti itu pada Sisil.
"Cuma karna pengen tau nama seseorang, kamu sampai berani masuk ke apartemen laki - laki yang baru kamu liat beberapa kali.?!" Seru Nicho.
"Apa kamu nggak takut.? Aku bisa saja berbuat sesuatu padamu.!" Ujarnya lagi.
"Kakak bukan orang jahat, kenapa harus takut." Sahut Sisil enteng.
"Kalau kakak punya niat jahat pada seseorang, tidak mungkin malam itu menolongku." Tambahnya lagi. Sisil berdiri, dia meletakan piring itu di atas meja.
"Aku hanya ingin tau saja nama kakak. Nggak masalah kalau nggak mau ngasih tau."
"Spaghetti itu aku buat spesial untuk kakak karna sudah menolongku." Sisil tersenyum tulus.
"Makasih banyak,," Ucapnya sembari membungkukan badan, kemudian berlalu dari hadapan Nicho.
"Nicholas.!!" Seru Nicho sebelum Sisil keluar dari apartemennya. Mata Sisil berbinar dengan mulut yang terbuka. Dia sangat bahagia hanya karna mengetahui nama laki - laki tampan itu. Laki - laki yang wajahnya sangat mirip dengan idolanya yang bertahun - tahun dia khayalkan.
Sisil berbalik badan. Dia tersenyum lebar pada Nicho kemudian pergi dan terdengar teriakan kegirangan. Sudah pasti itu suara Sisil yang terlampau bahagia karna berhasil mengetahui nama Nicho.
Nicho menggelengkan kepalanya dengan seulas senyum yang mengembang. Tadinya dia tidak berniat untuk memberitahukan namanya pada Sisil, tapi melihat raut wajahnya yang menyedihkan, sama seperti Jeje ketika sedang merengek padanya, Nicho jadi merasa tidak tega.
Dia menghela nafas, mengambil spaghetti itu dan membawanya ke dapur. Dia tidak suka spaghetti, tapi terpaksa menerimanya untuk menghargai Sisil.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 121 Episodes
Comments
Takdir Hidupku
berawal dr spageti lalu turun ke hati Asek😅
2025-01-14
0
Ferdy Palit
ini novel terjelek yg pernah kubaca
2025-03-03
0
nila
owh ternyata misteri sepageti yang di mkn jeje dri sisil to..
2023-01-23
3