Nicho Pov
Kepulan asap sudah memenuhi ruang tamu. Ini rokok terakhir setelah aku menghabiskan 1 bungkus rokok. Jam sudah menunjukan pukul 8 malam, sampai detik ini aku belum beranjak dari apartemen sejak siang tadi. Perutku bahkan sudah mulai terasa perih karna belum memakan apapun sejak siang.
Permasalah ini hampir membuatku gila karena terus memikirkannya hingga memenuhi isi kepala dan terasa akan meledak.
Aku mungkin terlalu lemah sebagai laki - laki, atau mungkin aku terlalu mencintainya hingga membuatku merasa frustasi setelah kehilangannya untuk kedua kali.
Ada penyesalan besar dalam diriku setelah semua ini terjadi pada hubunganku dan Fely. Aku terlalu lamban dalam meresmikan hubungan kami sampai akhirnya seseorang lebih dulu mendapatkannya.
Seharusnya aku tidak menuruti perkataan orang tua Fely yang menyuruhku untuk meminta restu pada papa. Seharusnya aku menyakinkan orang tua Fely agar dia setuju untuk menikahkan kami tanpa harus menunggu restu dari papa.
Mungkin jika aku bergerak lebih cepat, ini tidak akan terjadi.
Ku buang putung rokok ke dalam asbak. Aku harus mandi dan keluar untuk makan. Bertindak bodoh seperti ini hanya akan membuatku semakin terpuruk. Sekalipun aku menyiksa diri sendiri sampai tidak lagi berdaya, keadaan tidak akan pernah berubah. Kenyataan bahwa hubungan kami sudah berakhir dan Fely akan menikah dengan orang sudah pasti akan terjadi. Aku hanya akan merugikan diri sendiri jika terus berada di titik ini.
Memang tidak akan mudah untuk melupakannya dan menghapus perasaan cinta ini, tapi setidaknya aku bisa mulai menjalani hidupku dengan baik.
Dibawah guyuran shower, aku tersenyum kecut mengingat kisah percintaanku yang terlalu tragis. Bertahun - tahun mencintai seseorang, selama itu pula aku menjaganya dan yakin bahwa dia adalah wanita yang tepat untuk menjadi pendampingku. Kini semuanya hancur begitu saja dengan takdir yang menurutku seperti lelucon.
Keluar dari kamar mandi membuat pikiranku jauh lebih tenang. Guyuran air dingin tadi langsung mendinginkan isi kepalaku yang sempat panas.
Bodoh jika aku terus berlarut - larut memikirkannya, tapi tidak akan mudah untuk melupakannya begitu saja. Membiarkan berjalan seperti air yang mengalir adalah cara yang tepat. Aku tidak harus menuntut diriku sendiri untuk melupakannya, namun membiarkan perlahan mulai hilang dari ingatan dan hatiku.
Aku menyambar kunci mobil setelah memakai pakaian. Hal yang harus aku lakukan untuk membuat diriku jauh lebih baik adalah dengan mengisi perut yang sudah semakin perih. Meski sejak tadi siang aku tidak melakukan apapun, tapi memikirkan banyak hal hingga membuat kepala ku sakit, mampu menguras energi.
Begitu keluar dari apartemen, aku langsung mendapatkan seulas senyum tipis yang terlihat kaku dari seorang wanita yang tadi siang tidak sengaja aku tabrak sampai membuat ponselnya rusak.
Dia terlihat salah tingkah berdiri mematung tetap di depan pintu apartemenku.
"Malam kak,,," Sapanya ramah dengan membungkukan badan. Aku mengerutkan dahi, heran saja dengan sikapnya yang terlihat sok kenal. Padahal baru kali kedua kami bertatap muka.
"Permisi,,," Dia kembali membungkukan badan untuk kedua kalinya dan pergi dari hadapanku. Sepertinya dia malu karna aku tak kunjung membalas sapaannya.
Setelah menutup pintu, aku bergegas turun untuk makan di restoran cepat saji yang ada di seberang apartemen. Saat ini aku sedang tidak mood untuk mengendari mobil. Pikiranku masih kacau dan takut akan membahayakan pengguna jalan.
Suasana restoran cukup ramai. Aku bahkan tidak melihat ada meja yang kosong, semuanya sudah terisi. Aku memutuskan untuk tetap memesan makanan. Perutku sudah tidak bisa lagi di ajak kerjasama.
Selesai mendapatkan pesanan, aku belum juga mendapatkan meja. Hanya ada 1 meja yang di tempati oleh 1 orang, jika tidak bergabung dengannya, aku pastikan akan semakin lama untuk makan.
Aku menghela napas, takdir macam apa ini. Selalu saja wajah wanita itu yang aku temui. Dia tersenyum samar melihatku datang ke mejanya.
"Tidak ada meja lain yang kosong, aku hanya makan sebentar." Ucapku lalu duduk di depannya tanpa menunggu persetujuan darinya. Lagi pula ini restoran umum, aku bebas duduk dimana saja.
"Silahkan, duduk saja." Jawabnya sembari menggigit burger di tangannya.
"Telat.!" Sahutku. Dia terkekeh.
"Bukan telat, tapi kakak yang main duduk aja. Aku kan belum kasih ijin." Ujarnya.
Suaranya seperti orang yang banyak omong alias cerewet, mirip seperti Jeje.
"Memangnya siapa yang minta ijin sama kamu.? Ini restoran, pengunjung boleh duduk dimana saja asal kursinya kosong.!" Balasku sinis.
Aku mulai menyantap makananku dan tidak memperdulikan dia yang terus berbicara sambil terus mengunyah burger miliknya.
"Iya aku tau, tapi bukan asal duduk begitu saja karna masih ada orang lain di meja yang sama. Setidaknya minta ijin meski ada kursi yang kosong."
Aku hanya melirik cuek. Mulutnya penuh dengan burger tapi masih saja bersuara.
"Bye the way, kakak penghuni apartemen baru.? Aku baru liat kakak kemarin,,," Dia terlihat sok akrab padaku.
"Aku Prisilla,,," Tangannya di ulurkan ke arahku. Aku hanya menatapnya acuh tanpa membalas uluran tangannya.
"Sisil,, panggil saja Sisil." Ujarnya lagi sambil menarik kembali tangannya. Dia tersenyum meski aku tidak membalas uluran tangannya.
"Aku tinggal di kamar 145, beda 2 kamar saja sama,,,
"Dilarang makan sambil bicara.!" Ketusku memotong ucapannya. Lama - lama terasa semakin pusing mendengarnya terus berbicara panjang lebar dan seolah sudah sangat mengenalku.
"Maaf,,," Ucapnya.
"Makasih uang transferannya kemarin. Aku belum sempat beli ponsel baru,,"
Aku melihat sekilas dia memegang ponselnya yang sejak tadi ada di atas meja. Dia seolah sedang menunjukkan padaku.
"Padahal hanya retak sedikit, dan masih berfungsi." Aku langsung mengangkat wajah dan memberikan tatapan tajam padanya agar dia berhenti berbicara.
"Bisa diam tidak.!" Protesku.
"Wajahnya saja yang mirip, jangan harap sifatnya bisa sama,,," Gumamnya dengan suara lesu dan pelan. Aku masih bisa mendengarnya dengan jelas, namun memilih untuk tidak menghiraukannya. Sepertinya dia sedang melantur karna sejak tadi terus berbicara padaku.
"Sisil.!!" Seseorang menggebrak dengan satu tangan. Aku hampir saja tersedak mendengar teriakan dan gebrakan meja di hadapanku. Seorang kaki - laki dengan tampang yang jauh dari kata rapi, berdiri tetap menatap ku dan wanita itu.
"Apa - apaan kamu.?! Siapa laki - laki ini.?!" Serunya lagi. Matanya melotot tajam hingga menunjuk wajahku. Segera ku tepis kasar tangan yang tidak tahu sopan santun itu.
"Singkirkan tanganmu.!" Geramku.
Dia semakin tajam menatapku.
"Sayang apaan sih.! Kamu tuh ya bisanya cuma bikin masalah.!" Wanita itu berdiri dan menarik tangan laki - laki itu agar menjauh.
"Aku?!! Kamu nggak salah.?!" Dia membentak dan menepis kasar tangan pacarnya. Kau hanya menatap sinis kedua sejoli yang tidak tau malu itu, bertengkar di tempat umum sampai menjadi tontonan pengunjung resto.
"Bukannya kamu yang bikin masalah.?! Aku ajak kamu makan diluar, tapi kamu nolak dan ternyata makan sama cowok lain.!"
Aku mendengus kesal mendengar perdebatan mereka. Makanan yang belum habis terpaksa harus aku hentikan saat ini juga. Rasanya jadi tidak berselera lagi.
Aku beranjak dari sana dan membiarkan mereka terus berdebat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 121 Episodes
Comments
Gan Gian
la koq pake AQ??
bab satu ok..bab dua JD gak streak bacanya karena pake AQ,JD kesannya lagi bercerita diri sendiri..
2024-10-26
0
Hani Ekawati
Kalau ga salah Sisil adiknya Bara ya 😁🤭
2022-11-27
3
Hani Ekawati
Owh nama nya Prissilia☺️🤭 sekilas pernah nama Nicholas pernah hadir di novel Bara dan Yuna klo ga salah, pas Bara dan Yuna serta anak anak mereka liburan ke Amerika trs ada nama Jeje dan Nicholas yg ikut liburan☺️🤭
2022-11-27
1