Efron yang sedang berada dalam khayalnya teringat seorang wanita muda seumurannya di Perpustakaan waktu itu.
"cantik juga wanita itu, " puji Efron, membatin. "Sayang, aku tak mengenalnya, " gumamnya, dalam hati..…Kecewa.
Di tengah dia melamun, Tiba-tiba sebuah suara bariton, suara yang dikenalnya berada di ruangan pribadinya.
"Apa kau sudah selesai?" tanya seorang pria paruh baya yang masih menampakkan ketampanan di wajahnya itu. Tentu saja Efron refleks dengan kedatangan Ayahnya yang tiba-tiba itu ke ruangannya.
"Papa?!" seru Efron, terkejut.
Hadi langsung masuk ruangan Efron yang ber AC yang menebar aroma lemon yang tajam.
"Tidak kusangka, putraku ternyata sukses membangun Perusahaannya, " puji Hadi, dalam hati lalu manggut-manggut.
"Pa, kenapa gak kabar-kabar Efron dulu kalau mau ke sini? " ucap Efron, cemas.
'Tok.' Hadi mengetuk kepala anaknya, kesal.
"Aduh!" protes Efron, mengaduh.
"Dasar, anak nakal! Kau pikir, aku ini siapa, heh?! Masa ke Perusahaan anaknya sendiri harus melapor, ck keterlaluan!" celutuk Hadi, mendelik lalu melipat kedua tangannya di dada.
"Bukannya begitu,Pa," sahut Efron, sopan sembari menyuguhi sang Ayah capucino hangat kesukaannya.
"Lalu, apa?!" Efron duduk di samping Ayahnya. "Apa kehadiranku mengganggu waktu sibukmu?" Efron menggeleng kuat.
"Bukan seperti itu, Pa, Papa salah paham, justru aku sangat mengkhawatirkan Papa," sahut Efron dengan suara agak pelan.
Hadi terdiam.
"Kalau Papa kasih kabar, setidaknya aku bisa menjemput Papa, " imbuhnya, lagi.
Sejenak Hadi meminum capucino hangat buatan Efron, lalu.. …
"Gak perlu," sanggah Hadi, cepat.
"Dari rumah ke sini itu makan waktu lho, Pa. "
"Jangan sok mengajari ku, anak muda! Apa kau tahu? dibanding Perusahaanmu, Perusahaanku dua kali lebih jauh." Hadi menatap tajam putranya.
"Pa……"
"Kau pikir, aku sudah tidak kuat lagi berjalan apa?!" Efron mengembuskan napas.
"Bukan sok mengajar, Pa. Aku gak mau Papa tuh capek," balas Efron penuh penekanan sambil menatap Ayahnya, dalam.
"Ternyata, dia tidak seperti yang kuduga waktu itu," gumam Hadi dalam hati
"Setidaknya, ke Perusahaanmu bisa mengakses angkot kan?" tekan Hadi.
"Iya, sih. "
"Na.. aaah." Hadi menjentik kan jarinya.
"Seenggaknya, Papa kan bisa minta Hendra menjadi sopir Papa," cetus Efron.
"No way, " balas Hadi, menggeleng kuat.
"Kenapa, Pa? Diantar sama Hendra kan enak, Papa gak kepanasan dan kehujanan juga kecapekan," sahut Efron, cemas.
Hadi menatap Efron tak suka..
"Kamu terlalu merendahkan Papa, Efron," tekan Hadi dengan intonasi suara agak tinggi.
"Maafkan Efron, Pa, bukan itu maksud Efron," sanggah Efron.
"Jadi, maksudmu apa?!heh?!" Efron mengusap wajah tampannya. "Apa kau berpikir, Papa tidak kuat lagi berjalan?!" tuding Hadi, tajam.
"Astaga, Papa mengapa pikirannya jauh begitu sih?" tekan Efron. "Pa, Efron itu sayang sama Papa, Efron gak mau terjadi apa-apa pada Papa," ungkap Efron membuat Hadi terdiam.
"Tentang Perusahaan Papa, " ucap Efron membuat Hadi menoleh.
"Apa kau setuju?" tanya Hadi kini dengan intonasi suara rendah dengan wajah berharap.
"Aku terlalu sibuk, Pa. " Mendengar penuturan putranya, Hadi menekuk kan wajahnya, kecewa.
"Apa kau sibuk juga sebagai ketua gengster?!" Hadi melotot.
"Aduh.. …Pa, jangan mulai lagi deh," sahut Efron, melengos.
"Kamu pikir, Papa gak tahu apa! selain, pemilik Perusahaan kamu juga bos mafia, iya kan? jawab Papa, Efron!" sentak Hadi, lantang.
untungnya, ruangan pribadi Efron dindingnya kedap suara jadi siapapun tak mendengar sekeras apapun suatu suara.
"Pa, mengapa Papa memandang mafia itu adalah seorang penjahat?" tanya Efron, balik.
"Efron, Papa cuma gak mau kamu itu salah langkah, Nak," tekan Hadi sekarang melunak.
"Pa, apa Papa lihat selama ini Efron salah langkah? apa pernah Efron pulang pagi sambil mabuk? apa pernah Efron gak patuh sama Papa?" Hadi mengembuskan napasnya.
"Karena, Papa sangat mencemaskanmu, Efron!" tekan Hadi sembari menepuk pundak sang putra, pelan.
"Efron mengerti, Pa. Papa gak usah mencemaskan Efron karena aku sudah dewasa, bisa memilih mana yang baik dan mana yang buruk," bujuk Efron, kemudian…
"Huh! kau benar-benar keras kepala, Efron!" dengus Hadi, kesal.
Mendengar penuturan sang Ayah, Efron hanya menggeleng dan kembali pada kesibukannya memainkan jarinya di laptop.
Dia tak ingin berdebat dengan sang Ayah yang memang keras persis dengan dirinya, menurutnya bila kekerasan dibalas dengan kekerasan tidak akan selesai masalahnya.
"Ah.…Efron, Anakku mengapa sifatmu persis sama denganku dulu? benar juga apa kata pepatah buah jatuhnya tak jauh dari pohonnya ya…seperti hal nya kau dan aku," ucap Hadi dalam batin dan menerawang ke masa itu.
Flashback on…
Beberapa tahun yang lalu.
"Pokoknya, Ibu dan Bapak gak setuju kamu menikah dengan wanita itu!" putus Ayah Hadi dengan suara lantang.
Sang Ibu pun hanya diam dan mengusap-usap pundak suaminya dengan air mata yang berlinang.
"Tapi, Hadi mencintai Lisda, Pak Bu!" bantah Hadi lalu dia pun mendapat hadiah tamparan dari sang Ayah.
"Pak!" Hadi mengusap pipinya yang sudah memerah.
"Itulah akibatnya membantah ucapan orang tua, Hadi!" gertak Pak Murkham sang Ayah.
"Pak, sudah gak baik menyelesaikan masalah dengan kekerasan begini, " tegur ibu Nani, sang istri mengusap lembut pipi sang putra.
"Dia harus disadarkan, Bu."
"Pak, apa maksud Bapak tidak merestui hubungan kami?!"
"Kau masih tanya mengapa?! kau benar-benar sudah dibutakan cinta rupanya!" ucap Pak Murkham, jengkel.
"Pak, cobalah Bapak dan Ibu mengerti kalau Hadi begitu mencintai Lisda," lirih Hadi.
"Kau!" Pak Murkham ingin menampar kembali putranya, tapi…
"Pak, sudah! cukup!" tegur sang istri, tegas memegang tangan suaminya yang ingin menampar lagi pipi anaknya. "Apa Bapak tidak puas memukul Hadi?!" Hadi menatap lembut sang Ibu yang mengusap pundak kekarnya.
"Biar dia tahu, Bu bahwa wanita yang selama ini dicintainya tak ubahnya seekor rubah!"
"Pak, apa maksud Bapak?!"
"Sudah berapa kau mengenal, Lisda?" Hadi terdiam.
"Kau baru mengenalnya kan!" tebak sang Ayah, gusar. "Apa kau tahu, dia itu siapa? kalau kamu tak tahu, biar Bapak kasih tahu siapa wanita yang membuatmu buta itu! dia itu bukan wanita baik-baik, coba kau pikir mana ada wanita baik-baik menerima cinta banyak lelaki," omel Pak Murkham, berapi-api.
Flashback off..
"Ternyata selama ini Bapak benar, aku terlalu mencintai Lisda sehingga aku melihat kebenaran itu kalau dia memang seekor rubah, aku menyesal sudah menikahimya dulu," sesal Hadi dalam hati.
Perusahaan Anugerah Cahaya..
"Bu Ifna, ada yang bisa saya bantu?" Ifna memandang Enita sang sekretaris, datar lalu…
"Enita, selama aku tidak ada apa Perusahaan ada masalah?" tanya Eina, dingin.
"Perusahaan tidak punya masalah apapun, Bu selama anda tidak ada dan masih dalam kondisi stabil," jawab Enita, mantap.
"Baguslah, kalau begitu. " Ifna bernapas lega.
"Tapi, Bu ada masalah di Perusahaan cabang," ungkap Enita mengagetkan Ifna.
"Apa masalahnya?!"
Bersambung..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments