"Ada apa?" tanya Efron, dingin.
"Maaf, Tuan muda, saya ke sini untuk menyampaikan pesan dari Tuan besar agar Tuan segera ke ruangan beliau," jawab Hendra, santun sambil sedikit membungkuk.
Efron menghentikan kegiatannya.
"Ada yang penting?" selidik Efron.
"Sepertinya begitu, Tuan," sahut Hendra.
"Sudah kuduga," pikir Efron.
"Baik, antar aku ke ruangan Papa," titah Efron.
"Siap,Tuan."
Hendra mengantarkan majikannya ke ruangan Ayahnya, hanya sampai batas pintu.
"Sudah, sampai di sini saja," komando Efron, kemudian...
"Baik,saya tinggal dulu, Tuan."
"Hmm."
Di depan pintu Efron mengetuk ruangan sang Ayah dengan agak keras.
"Masuk."
Efron dengan tenang dan dingin memasuki ruangan Ayahnya, Hadi pun memandang Putranya dengan dingin pula, ternyata Ac di ruangan Hadi kalah dingin dengan hati mereka.
"Duduklah," titah Hadi.
Efron menurut.
"Singkat saja, Papa memanggil kamu ada hal penting yang harus Papa bicarakan padamu." Hadi memulai percakapan.
"Apa tentang Perusahaan?" tebak Efron memicingkan satu matanya.
"Ada hubungannya dengan Perusahaan," jawab Hadi, cepat.
"Perusahaan Papa selama ini baik-baik saja kan?" Efron cemas.
"Gak usah cemas, Perusahaan Papa belum bangkrut," sahut Hadi, santai.
"Syukurlah, lalu apa yang akan Papa bicadakan?"
Sejenak Hadi terdiam...
"Heh!Efron, apa kamu tahu sejak kapan Papa membanting tulang untuk keluarga kita?"
Efron hanya terdiam tidak tahu harus berkata apa? tapi, dia tahu Ayahnya sangat disiplin dan pekerja keras.
Sewaktu, kecil Efron sudah ditinggal Ibunya yang pergi dengan laki-laki lain dan tinggal lah dia bersama sang Ayah yang hidup melarat.
Akan tetapi, dengan hasil kerja keras dan kebaikannya Hadi selalu naik jabatan dan karena kejujurannya Hadi akhirnya jadi pemilik Perusahaan dan memiliki rumah mewah hingga sekarang.
"Sejak Mamamu meninggalkan kita dengan laki-laki lebih kaya, Papa menghidupimu jadi tukang batu agar kau bisa sekolah dan makan," cerita Hadi sambil menerawang ke masa lalu.
Flashback on...
Beberapa tahun silam...
Dengan keringat yang mengucur ke seluruh tubuhnya karena, panas yang begitu menyengat Hadi muda memindahkan batu bersama dengan teman-temannya.
Hanya singlet yang dia kenakan saat ini karena untuk membeli baju pun dia pending dulu hanya untuk kepentingan Putra.semata wayangnya.
Flashback off..
"Pa, kalau itu sudah tidak usah ditanyakan lagi, Efron tahu bagaimana perjuangan Papa menghidupi Efron walaupun tak ada Mama di samping kita," ujar Efron, lirih.
Mendengar penuturan Anaknya, Hadi tersenyum miris.
"Wanita itu, tak sepantasnya dipanggil Mama!" sela Hadi, jengkel.
"Apa, Papa sudah pernah bertemu?" tanya Efron, hati-hati.
"Papa gak tahu kapan tepatnya? ternyata Mamamu tahu kalau Papa sudah jadi orang sukses dan kaya, wanita itu mau Papa kembali lagi padanya alasannya, sepele karena dia dulu khilaf, cuih!" Hadi kesal.
"Apa Papa mau...."
"Mana mungkin lah, Nak, Papa masih punya harga diri dan kamu lagipula hati Papa masih sakit saat dia bergandeng mesra dengan pria kaya itu," potong Hadi, serius.
"Jadi Papa menyuruhmu ke sini untuk meneruskan Perusahaan Papa karena Papa sudah saatnya pensiun," putus Hadi, pelan.
"Maksud Papa?" Efron kaget.
"Papa ingin kamu mengolah Perusahaan Papa sebaik mungkin."
"Apa?! Pa, Papa tahu kan? Efron sudah punya perusahaan sendiri, apa Papa gak menjatuhkan pada yang lainnya," usul Efron.
"Papa tahu kau memiliki Perusahaan, untuk penerus pemilik Perusahaan Papa tentu saj Papa harus hati-hati karena, tidak semua orang itu jujur dan kamu, Papa tunjuk jadi penerus kepemilikan Perusahaan Papa karena kemampuan kamu mengatur.dan memimpin Perusahaan sendiri."
"Tapi, Pa mana mungkin Efron memimpin dua Perusahaan!" bantah Efron.
"Kau jangan pernah membantah, Efron! ini keputusan Papa!" balas Hadi dengan intonasi tinggi.
Efron mengembuskan napas, pasrah tak berdaya dengan keputusan Ayahnya yang tiba-tiba itu.
"Papa tahu kau bisa,Efron," ucap Hadi kini dengan intonasi rendah sekaligus menguatkan sambil memukul bahu sang putra...Pelan.
Efron hanya menggeleng-geleng kepala.
"Semua keputusan, ada ditanganmu," bisik Hadi, kemudian..
Efron mengerti maksud sang Ayah walaupun tidak dijelaskan sekalipun.
Di tempat lain...
Seina menikmati libur kerjanya karena selama ini dia terus bekerja tanpa jeda hari, saatnya dia menikmati semua ini.
Dia menikmati pemandangan indah yang terpampang di mata indahnya.
"Wow! begitu hijau dan memesona," serunya, girang.
"Ah..hhh, ternyta lukisan Tuhan begitu indah dan abadi," lanjutnya.
"Seindah dirimu," celutuk seorang pria menoleh ke arah Seina.
Tentu saja Seina kaget akan kehadiran pria asing yang tiba-tiba itu.
"Kau siapa?!"
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments