Rilan menggelengkan kepalanya dengan kencang.
'Tidak, Wulan aku tidak sanggup! aku benar-benar tidak sanggup!' ucapnya dengan nada tinggi.
"Sampai kapan rahasia ini terus dipendam, Rilan?!" balas Wulan tak kalah sengit.
"Entah lah, Wulan kau sendiri tahu kan? penyakitku ini tidak bisa disembuhkan," ungkap Rilan, lirih.
"Mengapa kau tidak memberitahunya, Rilan? kau perlu dukungan dari kekasihmu itu," bujuk Wulan.
Rilan tersenyum samar, dia teringat saat berjalan dengan Wulan dan merangkul Wulan di depan Seina yang membuat Seina cemburu dan marah, tapi sebenarnya Rilan tak ingin menyakiti Seina karena penyakitnya yang kronis itu terpaksa dia berbuat seperti itu.
Ya...Rilan terkena penyakit kanker otak stadium akhir, kematiannya sudah semakin dekat mungkin satu atau dua hari, entahlah!
"Jangan, Wulan, dia tidak boleh tahu masalah ini," cegah Rilan.
"Mengapa, Rilan?! Dia harus tahu masalahmu!" sentak Wulan.
"Karena, aku terlalu mencintainya, Wulan! aku tidak sanggup melihat air matanya saat dia tahu keadaanku yang sebenarnya! dia wanita yang baik, tidak pantas menderita karena aku, kau mengerti?!" balas Rilan dengan suara keras pula.
wulan mengela napas nya...
"Kau tahu, Rilan dengan tindakanmu seperti ini kamu sudah membuatnya terluka." Kini Wulan berbicara dengan intonasi rendah, dia jongkok sembari memandang wajah Rilan yang kian memucat lalu menggenggam erat tangan Rilan agar sahabatnya itu terus kuat dan berjuang.
"Justru dengan mengatakannya akan semakin menambah luka dan beban di hatinya," sanggah Rilan, pelan.
"Bagaimana kalau dia menganggapmu sudah mati?" kejar Wulan lalu kembali berdiri sembari mendorong kursi roda Rilan.
"Heh! itu lebih baik," jawab Rilan, datar.
"Apa kau tidak takut seandainya dia punya laki-laki lain untuk menjadi kekasihnya?" tanya Wulan.
Rilan tersenyum kecut..
"Sebenarnya, aku takut, aku sebenarnya tidak takut Seina memiliki pria lain, tapi..." Rilan menghentikan kalimatnya.
"Tapi, apa Rilan?"
Rilan menghela napas, berat." Tapi, aku takut Seina salah memilih seorang pria yang kelak akan dicintainya," jawab Rilan, lirih.
"Aku ingin dia mendapatkan pria yang baik, bahkan lebih baik dariku," lanjutnya sembari menoleh ke arah Wulan yang sedang terus mendorong kursinya.
"Terserah kamu saja deh."
Rilan tersenyum.
"Apa masih dilanjut jalan-jalannya?" tanya Wulan.
"Masih dong."
"Baik, kita jalan-jalan ke mana?"
"Bagaimana kalau ke arah sana, di sana pemandangan sangat indah," usul Rilan sembari menunjuk kan jarinya ke arah utara.
"Baik, ayo...kita ke sana," ajak Wulan sembari terus mendorong kursi roda Rilan.
Setelah sampai...
"Wuah....pilihanmu tepat, Rilan pemandangan di sini sungg...."
"Rilan, penyakitmu kambuh lagi?" Wulan kini dengan wajah cemas.
"Aw...wwww!" pekik Rilan kesakitan sembari memegang kepalanya.
"Bawa aku kembali ke kamar, Wulan!" pinta Rilan sambil terus menjerit keras.
"Baik...baik aku bawa kamu balik ya."
Rilan mengangguk lemah.
"Sudahlah ,Sein kau tidak usah membayangkan laki-laki br3n953k itu! bukankah dia sudah membuatmu terluka?!" hujat batinnya.
Seina mengembuskan napasnya, berat.
"Aku tidak sanggup melupakannya, aku sangat mencintainya, sangat! sehingga aku terluka dan kini membencinya," ungkapnya sembari menertawakan kebodohannya sendiri.
"Dia mencintaiku lalu menipuku, benar-benar picik!" pekiknya.
Lalu dia membayangkan kebersamaannya dengan Rilan.
Flash back on..
"Bagaimana kalau di antara ada yang menyakiti lalu bertemu kembali, kamu mau bilang apa?" tanya Rilan waktu itu.
"Eh...jangan nanya-nanya gitu ah!nanya yang lain kek," protes Seina, merengut
"Kenapa?"
"Ya...aku gak bisa jauh dari kamu," rajuk Seina sembari menggelayut manja di lengan kekar kekasihnya.
Rilan tertawa lalu mengecup sayang ubun-ubun di kepala Seina.
"Itukan seandainya, sayang gak beneran kok," hibur Rilan sembari memeluk erat Seina.
Seina hanya terdiam dan tersenyum puas di dada bidang Rilan, lalu...
"Kalau kau menyakitiku dan kita berjumpa lagi aku akan mengatakan permisi kepadamu, bagaimana?"
Rilan tersenyum...
"Baiklah, aku terima pendapatmu." Rilan menenggelamkan kepala Seina ke dadanya semakin dalam.
Flash back off...
Di kediaman Hadikusuma..
"Masuk," titah Efron.
"Ada apa?" tanya Efron sembari memandang Hendra sang ajudan, dingin dan datar.
Bersambung..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments