Tring! Bel istirahat berbunyi. Para murid berhamburan keluar kelas. Di saat bersamaan, Darren dan sahabatnya, Reno, melangkah bersama menuju kantin.
"Mau beli apa kita~" Ucap Darren dengan suara yang bernada.
"Nasi uduk lah. Belum sarapan aku," Sahut Reno.
"Oke, kalo gitu aku juga."
Setibanya di kantin, mereka segera membeli makanan mereka. Ketika hendak duduk di meja yang disediakan, perhatian mereka tiba-tiba teralihkan oleh sekelompok siswa yang nampak sedang ribut.
"Oy, bukannya elu udah janji mau traktik kita hari ini?" Nampak salah satu dari mereka adalah siswa preman. Ia sedang menarik kerah baju seorang siswa lain yang nampak ketakutan.
"I-Iya, Bang. Aku janji. Tapi aku lagi gak punya duit, Bang," Ucapnya dengan gemetar.
Siswa preman itu pun nampak jengkel. Tapi sadar ia sedang di tengah keramaian, ia menahan emosinya.
"Yaudah. Nanti pulang, elu temuin gue di belakang sekolah. Kayaknya elu harus gue kasih hukuman."
Dengan sebaris ancaman itu, preman itu dan kelompoknya pergi.
Dari kejauhan, Darren dan Reno hanya menyaksikan tanpa berbuat apa-apa-- Tidak. Jauh dalam lubuk hati Darren, ia ingin maju membela siswa itu.
"Aku tau apa yang kamu pikirkan. Tapi mending kamu pendam aja," Ucap Reno tiba-tiba, seolah ia bisa membaca isi hati Darren. "Aku tau kamu ini selalu ingin menegakkan keadilan. Tapi kita ini cuma anak SMP. Terlibat dalam urusan kayak begitu cuma bakal ngasih diri kita sendiri masalah. Mending kita fokus sama diri sendiri dan gak usah peduliin mereka."
Darren hanya bisa menurutinya. Perkataan Reno memang ada benarnya. Tapi Darren selalu merasa pikiran tersebut terlalu egois.
Darren adalah pemuda yang menjunjung tinggi rasa keadilan. Ketika terjadi sesuatu yang dirasa melanggar keadilan, Darren tak segan terjun secara langsung untuk menuntaskannya. Walau kadang sikapnya itu sering berujung pada masalah.
Ia bukannya mau sok jadi pahlawan. Tapi terkadang, tubuhnya seolah bergerak sendiri setiap kali ia dihadapkan pada situasi tersebut. Ada sebuah perasaan yang mendorongnya untuk terus maju tanpa memikirkan dirinya sendiri.
Ketika jam pulang sekolah tiba. Darren berjalan sambil terus memikirkan apa yang mungkin terjadi pada siswa tadi. Rasa risihnya mulai meluap, menyebabkan ia tak tahan untuk menahan rasa keadilannya. Tanpa ragu, ia membuang tasnya dan segera pergi menuju belakang sekolah.
Benar saja. Ketika ia tiba di sana, ia melihat siswa tadi sedang dipukuli oleh preman dan kelompoknya.
"Hentikan!" Teriak Darren dengan nada geram.
Lantas mereka kaget karena suara kencang dari Darren. Namun ketika mereka melihatnya, mereka tertawa.
"Hey hey. Kenapa ada bocah ingusan di sini?"
Darren berhasil menghentikan siswa itu dari dihajar. Tapi sekarang, preman itu dan kelompoknya sepertinya jadi tertarik pada Darren.
"Hey, bocah culun. Ngapain elu ke sini? Mau di hajar?" Ucap preman itu.
"Berhentilah jadi berandalan! Kalau tidak, aku akan melaporkan kalian pada guru konseling!"
Mereka tertawa.
"Dasar tolol. Elu pikir gue bakal ngebiarin elu begitu aja?"
Seorang teman preman itu melompat ke arah Darren. Ia menarik lengannya ke belakang dan siap meluncurkan sebuah pukulan ke arah Darren.
"Kau pikir itu cukup?" Darren menyeringai.
Dengan satu gerakan gesit, ia memukul jatuh lawannya hingga terkapar di lantai. Sekali lagi, Darren bersyukur pernah mengikuti kelas bela diri.
Preman dan teman-temannya dibuat terkejut. Atau mungkin lebih tepatnya kesal.
"Dengar ya, dasar bocah culun. Gue gak suka dibikin kesel. Tapi elu sekarang udah bikin gue kesel. Lu tau kan, apa hukuman-hukuman buat orang yang udah bikin gue kesel?"
Secara serempak, kelompok itu melesat ke arah Darren. Darren pun tak tinggal diam. Ia mengeluarkan semua teknik bela diri yang ia tahu dan melawan balik setiap serangan satu per satu.
Tapi, semua itu tidak mematahkan fakta bahwa ia kalah jumlah. Perlahan, kelompok preman itu mulai memahami bentuk pergerakannya. Mereka pun meluncurkan serangan berbarengan dan berhasil menahan Darren dalam cengkraman mereka.
"Rasakan ini!"
Darren belum sempat bereaksi ketika secara mendadak sebuah pukulan dilayangkan ke arah perutnya.
Buak! Rasa pedih langsung menusuk perut Darren. Ia hampir muntah ketika menerima pukulan telak itu.
"Bakal gue pastiin lu gak bakal bisa ngomong lagi!"
Preman itu mengambil sebuah pecahan botol yang tergeletak di tanah. Lalu dengan wajah menjijikkannya, ia menatap Darren dengan nafsu ingin mengakhirinya.
"Sialan. Ia tak sungguh-sungguh akan membunuhku, kan?" Batin Darren.
Tapi pikirannya jadi buyar ketika melihat preman itu siap menusuk wajahnya.
"Mati saja kau!" Teriaknya.
Sroakk! Darah mencuat di udara. Wajah Darren berciprat darah. Matanya melotot lebar seraya melihat sesosok orang berdiri di depannya.
Semua terjadi begitu cepat. Ketika bilah beling itu hampir menikam wajahnya, ia melihat sesosok pemuda lain melindunginya dari serangan itu. Tapi ketika sadar bahwa siapa pemuda itu sebenarnya, Darren jadi histeris.
"Reno!"
Nampak pemuda itu telah tumbang ke tanah. Kedua matanya tergores pecahan botol itu dan mengeluarkan banyak sekali darah. Dengan luka sefatal itu, tidak mungkin jika ia tidak mengalami kebutaan.
"Reno! Reno!" Darren mendekati Reno yang tak sadarkan diri.
Tak lama kemudian, seseorang pun datang membawa guru dan petugas. Semua orang di situ ditangkap dan diamankan. Reno segera dibawa ke rumah sakit. Tapi naas, penglihatannya sudah tak bisa dipulihkan.
.
.
.
"Reno!" Darren berteriak begitu bangun dari tidurnya. Ia sempat tersentak dan menatap ke sekitar. Kepanikan terpampang di wajahnya.
Yuzuna pun muncul dari pintu. Ia cepat buru-buru menghampiri Darren.
"Darren-san, ada apa?" Tanya nya. "Aku mendengar mu berteriak."
Tubuh Darren sudah basah karena keringat. Ia bahkan terlihat seperti orang yang selesai marathon lima kilometer.
Dia terus mengusap matanya. Ia seperti menangis tanpa air mata. Mimpi itu sudah menunjukkan sesuatu yang mengerikan bagi dirinya.
Tiba-tiba Yuzuna memeluknya. Sambil mengelus-elus kepala Darren, ia berkata, "Walau kau tidak menangis, aku bisa merasakan kegelisahan didalam hati mu itu," Ucapnya. "Jika kau butuh seseorang untuk berbagi, aku akan selalu ada untukmu."
Darren menangis, tapi kali ini ia bukanlah menangis sedih. Ia belum pernah sedekat ini dengan seseorang sejak kejadian itu.
Sejak insiden itu, Darren selalu merasa bersalah. Ia merasa kalau semua perbuatannya hanya akan membawa kerugian kepada orang-orang disekitarnya. Tapi sekarang ia sadar bahwa itu tidak benar.
"Aku takut. Aku tidak ingin melukai orang-orang lagi. Aku sering berpikir kalau mati lebih baik. Tapi mereka tidak membiarkan ku mati. Apa gunanya jika aku hidup? Dari seluruh manusia yang ada di bumi, aku hanyalah sebuah titik kecil yang tidak pernah dianggap ada. Jika aku mati, maka seharusnya itu bukan lah sebuah masalah. Tapi mereka malah mengirim ku kemari. Apa aku memang berhak untuk kesempatan kedua?" Ucap Darren sambil menangis di pundak Yuzuna.
"Keluarkan saja semuanya. Berikan kepadaku sedikit beban mu itu," Kata Yuzuna sambil terus mengelus kepala Darren.
"Darren-san, kau adalah orang baik," Sambung Yuzuna dengan lembut. "Jika ada hal buruk yang terjadi pada seseorang, itu bukan berarti kau penyebabnya. Diriku sekarang ini sangat bersyukur bisa bertemu dengan mu. Karena mu, aku jadi mengetahui bahwa masih ada orang baik di dunia ini. Aku senang dengan itu."
Darren kemudia menatap Yuzuna.
Lalu Yuzuna meneruskan, "Berjanjilah kepadaku, bahwa kau tidak akan pernah menyalahkan dirimu sendiri lagi."
"Ya, aku berjanji," Jawab Darren pelan.
Darren pun melepaskan kepalanya dari dekapan Yuzuna. Yuzuna melihatnya dengan wajah tersenyum hangat, seakan-akan membuat hati Darren nyaman. Sudah lama ia tidak melihat seseorang tersenyum padanya seperti itu. Senyuman yang menyejukkan hati.
Sambil mengusap air matanya, Darren berkata dengan pelan, "Yuzuna-san. Aku ingin memberitahumu sesuatu..." Ucapnya, "Sesuatu tentang diriku."
Yuzuna memiringkan kepalanya.
"Aku... bukanlah dari dunia ini," Ucap Darren.
Darren sudah memikirkan ini dari kemarin. Ia ingin memberitahu teman-temannya, karena ia percaya pada mereka. Ia yakin tidak akan ada hal buruk yang mungkin terjadi, tapi jika memang ada, maka ia siap dengan konsekuensinya.
Yuzuna terdiam. Ia melihat wajah Darren yang serius, tapi ia sendiri masih ragu untuk mempercayai perkataan Darren. "Kau pasti kelelahan," Ucapnya, "Beristirahatlah. Kau sudah berhari-hari tidak tidur."
Darren kemudian memegang tangan Yuzuna. Ia Menggenggamnya sambil meneruskan, "Aku tahu tidak akan mudah bagimu untuk mempercayai ini. Mungkin kau malah akan berpikir kalau aku ini aneh atau semacamnya. Tapi aku hanya ingin kau mengetahuinya. Selanjutnya adalah pilihanmu untuk mempercayainya atau tidak."
Yuzuna terdiam seribu kata. Walau sulit untuk mempercayainya, tapi raut wajah Darren begitu meyakinkannya. Ia juga bingung harus menanggapi dengan apa.
Tiba-tiba Hayate muncul dari pintu. "Ah, maaf. Apa aku mengganggu?" Ucapnya saat melihat Darren dan Yuzuna berduaan.
"Tidak," Jawab Darren. "Ada apa kau kesini?"
"Darren-sama, ketua suku ingin bertemu dengan anda," Ucap Hayate. "Dia bilang ada yang ingin dibicarakan."
Darren segera beranjak dan pergi ke balai desa. Yuzuna juga mengikutinya dari belakang.
"Apa kau manusia itu?" Ucap seorang tua yang merupakan ketua suku.
"Benar," Jawab Darren.
"Pertama-tama saya ingin ucapkan terimakasih karena telah menolong salah seorang anggota kami," Ucap ketua. "Tapi jika aku boleh bertanya. Kenapa anda menolong manusia hewan seperti kami? Seorang manusia seperti mu tidaklah punya kewajiban untuk menolong makhluk yang dibenci oleh umat manusia."
"Tidak ada alasan khusus. Aku hanya membantu sesama manusia," Jawaban Darren ini membuat seisi balai desa terkejut. "Aku tidak peduli dengan apa yang manusia lain pikirkan. Bagi ku, kalian adalah manusia. Sama seperti kami."
"Apa kau mengerti dengan apa yang kau katakan? Berhubungan dengan manusia hewan saja sudah berbahaya bagi reputasi mu, dan kau malah menganggap kami sama seperti kalian?" Tegas Ketua. "Jika kau datang kesini dengan maksud lain, saya memohon kepada anda untuk segera meninggalkan desa ini. Kami sudah hidup cukup tenang walau tanpa bantuan manusia seperti kalian."
Darren mengeraskan kepalan tangannya. Ternyata memang bukan hal yang mudah untuk menyatukan kedua kubu ini. Mereka sendiri bahkan menolak bantuan darinya.
Tooaatt!!! Tooaaat!!! Tiba-tiba sebuah bunyi terompet terdengar dari luar. Hayate juga muncul dan cepat berlari ke arah ketua suku.
"Ketua! Sebuah pasukan berkuda tiba-tiba muncul dari arah selatan!" Kata Hayate sambil terengah-engah.
"Pasukan berkuda? Apa mereka bersenjata?" Tanya Ketua suku.
"Iya, mereka semua bersenjata. Dan salah seorang dari mereka menggunakan zirah hitam dan membawa pedang besar. Sepertinya mereka dari Erobernesia," Kata Hayate.
Darren tesentak. Dengan ciri-ciri seperti itu, hanya ada satu orang yang muncul di pikirannya. "Michael!?" Ucapnya. "Apa yang dia lakukan di sini."
Yuzuna menghampiri Darren dan menarik tangannya. "Darren-san, sebaiknya kita lihat siapa mereka. Jika mereka memang pasukan Erobernesia, maka mereka pasti adalah pasukan yang dipimpin oleh Jenderal Michael."
Darren mengangguk setuju. Kemudian ia berdiri dan pergi keluar bersama Yuzuna.
"Menyerahlah sekarang juga! Maka kami akan mengampuni kalian," Teriak pasukan itu. "Jika kalian memberontak, maka kami tak akan segan untuk mengambil nyawa kalian!"
"Darren. Mereka adalah..." Ucap Rolf sambil menghampiri Darren.
"Ya, itu Michael," Ucap Darren saat melihat pasukan itu. "Jadi ini tujuan mereka melewati hutan."
Pasukan Erobernesia pun semakin mendekat. Dengan dipimpin oleh Michael, mereka mulai membakar pagar-pagar kayu sekeliling desa menggunakan panah api.
Sekarang api mulai menyudutkan Manusia Hewan. Mereka tidak bisa kabur lagi. Pilihan mereka adalah menyerah atau bertarung.
"Tapi, apa tujuan mereka ke desa ini? Mereka membakar rumah-rumah dan mengajak bertarung," Tanya Darren.
"Darren-san, sekarang aku mulai mengerti kenapa kau sering terlihat kebingungan," Ucap Yuzuna. "Kerajaan Erobernesia adalah kerajaan pemasok budak manusia hewan terbesar di dunia. Itu mungkin alasan mereka ke sini."
Darren menggertakan giginya. Ia tak menyangka kalau ia ternyata malah membantu kerajaan jahat itu sampai ke sini.
"Rolf, Yuzuna. Kalian tunggu lah disini!" Ucap Darren sambil mengeluarkan pedangnya. "Aku akan berbicara dengan mereka."
Rolf dan Yuzuna hanya bisa diam saat melihat Darren dengan amarahnya berjalan menjauh menuju pasukan itu.
"Oh? Kau lagi. Sudah kubilang kan untuk pulang saja," Ucap Michael begitu melihat Darren.
"Pergilah dari sini! Aku sudah tahu niat busuk kalian," Ucap Darren sambil emosi.
"Eh? Kau malah membela manusia hewan? Betapa rendahnya," Kata Michael sambil menarik nafas. "Padahal ku kira kau akan membantu kami."
"Jangan harap!" Balas Darren berteriak.
"Baiklah kalau begitu. Berarti, secara resmi, kau sekarang adalah musuh dari Kerajaan Erobernesia. Dan aku tidak akan menahan diri untuk melawan mu," Ucap Michael sambil menunjukkan senyuman keji. "Pasukan! Serang mereka!"
Ratusan tentara berkuda mulai begerak menuju Desa itu. Pertarungan pun tak terhindarkan.
"Yuzuna, Rolf! Lindungi warga desa!" Teriak Darren dari jauh.
"Hah, sebelum kau memintanya pun aku sudah bepikir begitu," Balas Rolf sanbil mengeluarkan pedangnya.
"Ayo kita lindungi desa ini," Ucap Yuzuna sambil mengangkat tongkatnya.
Sementara semua tentara sedang bertarung, Michael memposisikan dirinya di barisan paling belakang. Sebagai seorang pemimpin pasukan, ia tidak boleh mati atau pasukannya akan kacau.
Darren kesulitan untuk meraih lokasi Michael, maka ia memutuskan untuk kembali ke desa dan membantu teman-temannya melindungi warga desa.
"Wind Elemental: Wind Cutter!" Hayate ikut bertarung berdampingan dengan Darren.
"Darren-sama. Aku percaya pada mu," Ucap Hayate. "Aku percaya bahwa kau adalah orang yang baik."
Darren mengangguk. "Terimakasih. Setidaknya, kita harus fokus pada pertarungan ini dulu!"
Yuzuna dan Rolf terlihat berusaha keras. Tapi mereka tetap berusaha untuk tidak membunuh seorang pun dari pasukan itu. Bagaimanapun juga, membunuh sesama manusia adalah sebuah kejahatan.
"Non-elemental Spell: Curse of Binding!" Darren merapalkan mantranya.
"Apa!? Curse of Binding? Itu kan sihir tingkat A!" Seorang tantara terkejut mendengar rapalan Darren.
Dalam sekejap mata, sepertiga dari pasukan itu pun tiba-tiba terikat oleh sebuah sihir. Membuat mereka tidak bisa bergerak dan berakhir tergeletak di tanah.
Michael yang memantau pertarungan dari jauh terkejut. Ia bertanya-tanya pada dirinya sendiri, "Siapa dia sebenarnya? Padahal dia seorang petualangan amatir. Tapi dia bisa menguasai sihir hebat seperti itu?"
Darren dengan cepat mengeluarkan sihir selanjutnya. "Non-elemental Spell: Sleep!" Seketika seluruh pasukan yang terikat pun tidur.
"Hayate, Rolf, Yuzuna, jangan sampai kalian membunuh seorang pun! Mereka juga punya keluarga," Ucap Darren mengingatkan.
"Baik!" Ucap mereka bersamaan.
Sementara Yuzuna dan Rolf sedang bertarung bersama.
"Fire Elemental: Super Heat!" Yuzuna mencoba melelahkan pedang para pasukan. "Rolf-san, cepat potong pedang mereka!"
Dengan cepat Rolf mengayunkan pedang besarnya dan berhasil memotong beberapa pedang sekaligus. "Ha! Kalau begini semuanya akan mudah!" Ucapnya kesenangan.
Melihat pasukannya mulai terpukul mundur, Michael merasa jengkel. Padahal yang ia lawan hanyalah petualang-petualang amatir. Tapi mereka bisa membuat pasukannya kesulitan seperti ini.
"Sial! Sepertinya aku harus turun tangan," Ucapnya geram. Ia menggenggam pedangnya dan turun ke pertarungan.
Darren yang melihat Michael menghampiri mereka pun berkata, "Pasukan mu sudah kalah. Lebih baik kau bawa mereka pulang!"
"Biarpun mereka mati, aku tidak peduli. Tugas ku adalah menangkap makhluk-makhluk rendahan itu," Ucap Michael dengan egois.
Darren menggertakan giginya. Menganggap rendah manusia hewan saja sudah membuatnya kesal, tapi Michael ternyata lebih kejam dari dugaannya.
"Membiarkan bawahan mu mati, apa begitu caranya menjadi seorang jenderal?" Ucap Darren.
"Aku tak akan segan membunuh untuk mencapai tujuan ku. Jika kau masih bersikeras untuk bertarung, maka aku takkan menahan diri," Balas Michael. "Bersiaplah untuk menemui ajal mu, Darren-dono."
Michael pun merapal sebuah mantra. "Light Elemental: Purifying Lights!"
Sebuah cahaya terang tiba-tiba terpancar dari pedang milik Michael. Bentuknya seperti laser.
Dengan cepat Darren menahan serangan itu. "Earth Elemental: Stone Wall!" Sebuah dinding batu besar muncul diantara Darren dan Michael.
Duarr!!! Ledakan besar terjadi saat laser itu menabrak temboknya. Bahkan tembok batu itu pun hancur, menandakan betapa kuatnya serangan itu.
"Aku harus berhati-hati dengan serangan itu. Serangan itu pastinya sangat kuat hingga bisa menghancurkan tembok keras ini."
Michael tertawa. "Ha... ha... ha..., kau cukup hebat juga," Ucapnya. "Stone Wall, sihir tanah tingkat B. Aku tak menduga kalau kau juga menguasai sihir tanah. Harus ku akui, anda sangat hebat, Darren-dono."
"Cih, menerima pujian dari orang keji seperti mu tidak membuatku senang," Balas Darren.
"Oh begitu. Sayang sekali, padahal itu sebuah kehormatan bisa mendapatkan pujian dari Jenderal tertinggi Erobernesia."
Darren mencoba mencari celah. Tapi semua pergerakan Michael tidak menunjukkan tanda-tanda titik lemah. Ia terlihat seperti orang yang sudah benar-benar siap untuk bertarung.
"Fire Elemental: Extermination Fire!" Tiba-tiba Yuzuna meluncurkan sebuah sihir pada Michael.
Disusul oleh sihir angin milik Hayate, "Wind Elemental: Hurricane!"
"Ha! Sihir seperti itu tidak akan mempan!" Ucap Michael arogan. "Non-elemental Spell: Protection!"
Api tersebut tidak menimbulkan luka apapun pada Michael. Bahkan baju zirah nya pun tidak tergores sama sekali.
"Sekarang giliran ku, Darren-dono," Ucap Michael sambil menyeringai. "Non-elemental Spell: Speed!"
Swoosh!!! Michael bergerak ke arah Darren dengan kecepatan tinggi sambil mengayunkan pedangnya.
Darren berada di kondisi yang berbahaya. Kecepatan Michael terlalu tinggi. Menghindar sekali pun tidak akan meluputkannya dari luka yang fatal. Apa yang harus dilakukannya?
"Seni Berpedang Aergium: Extended Range!" Rolf tiba-tiba menangkis serangan Michael.
Michael yang sedikit terkejut, segera melompat kembali ke belakang.
"Apa kau baik-baik saja, Darren?" Ucap Rolf.
"Ya. Terimakasih Rolf," Balas Darren.
"Seluruh pasukan Erobernesia sudah ku lumpuhkan. Jadi kita hanya perlu berfokus kepada Michael sekarang," Sambung Rolf.
"Ya, tapi dia bukanlah musuh yang lemah. Ia bisa menggunakan sihir cahaya dan pergerakannya juga cepat."
Yuzuna dan Hayate pun juga menghampiri mereka.
"Jika kita bisa menggabungkan seluruh kekuatan kita, maka ada kesempatan untuk mengalahkan dia," Ujar Darren. "Kita perlu memaksimalkan potensi penyerangan kita."
"Aku punya rencana," Ucap Hayate. "Aku akan mencoba sihir es ku."
"Eh?"
"Aku akan mencoba membekukan dia," Sambung Hayate. "Maka saat dia beku didalam es, Darren-sama bisa menggunakan sihir Bind dan membuatnya tidak bisa bergerak."
"Ide bagus. Boleh di coba," Kata Darren.
"Sebaiknya kita cepat, karena aku tidak bisa menggunakan sihir es terlalu lama."
Mereka pun mengambil formasi. Tanpa banyak bicara, Hayate segera merapal sihirnya, "Ice Elemental: Froze!"
Sebuah es besar muncul dari bawah kaki Michael dan membekukannya. Dengan segera Darren berlari menghampiri dan merapal sihirnya.
"Non-elemental Spell: Bind!"
Krackk! Es tersebut tiba-tiba pecah. Tapi efek dari sihir Bind juga tidak terlihat.
"Darren, cepat mundur!" Teriak Rolf. "Aku tidak merasakan sihirmu bekerja!"
"Matilah!" Michael mengayunkan pedangnya sekuat tenaga.
Lagi-lagi Darren terjebak di keadaan berbahaya. "Sial, aku tidak akan sempat!"
Slashh!
Darah bercucuran kemana-mana. Semua orang terpaku diam karena syok. Mereka tidak menduga hal itu terjadi tepat di depan mata mereka.
"T-tidak m-mungkin..." Darren terbata-bata, "Y-Yuzuna...-san..."
Gubrakk... Tubuh Yuzuna yang sudah terbelah dua tergeletak di tanah. Darren sempat terdiam, ia tak percaya dengan apa yang barusan ia saksikan.
Temannya mati melindunginya. Ia tidak bisa apa-apa. Nyawa seseorang telah direnggut dan tidak bisa kembali.
"Huh? Kenapa dia bisa muncul tiba-tiba? Dasar bodoh, sudah tahu kalau pedang ini tajam," Michael meledek. "Yah, lagipula kalian semua akan mati juga. Jadi aku tidak peduli."
Rolf berteriak, "Mati lah kau, bajingan!" Dia langsung menyerang tanpa berpikir.
"Hu... hu... menyerang tanpa taktik adalah hal yang bodoh tahu."
Stabb! Sebuah pedang besar menembus dan merobek perut Rolf hingga membuat isi perutnya keluar.
"R-Rolf..." Darren syok.
"Darren-sama! Kita harus pergi dari sini!" Ucap Hayate sambil berlari ke arah Darren.
Shuuut! Sebuah laser cahaya menembus perut Hayate.
"Ha! Ha! Lihatlah! Semua temanmu sudah mati," Ucap Michael sambil tertawa. "Apa yang akan kau lakukan sekarang? Menangis?"
Darren terus terpaku diam. Ia merasa segalanya terjadi begitu cepat.
"Tidak lagi, tidak lagi, tidak lagi! Aku kehilangan orang-orang yang berharga lagi! Ini semua salah ku. Mereka mati karena ku!" Darren frustasi.
"Kenapa!? Kenapa semua orang yang berharga bagi ku harus pergi!? Kenapa tidak aku saja yang mati!?"
"Yuzuna-san, Rolf, dan Hayate. Mereka mati karena ku."
Tiba-tiba sebuah kalimat melintas di kepalanya.
"Berjanjilah kepadaku, bahwa kau tidak akan pernah menyalahkan dirimu sendiri lagi."
Darren pun bangkit berdiri. Ia mengangkat pedangnya sambil berteriak, "Bersiaplah untuk mati kau bajingan!"
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 139 Episodes
Comments
hakim
mc naif
2022-12-22
1
leona
mc nya naif🗿
2022-10-07
0
Haikal Akbar
Naif
2022-04-23
0