"Ugh..." Darren merasakan tubuhnya pegal-pegal. "Dimana aku?" Gumamnya.
Ia membuka matanya dan mendapati dirinya sedang rebahan diatas rumput. Ia menengok sekeliling, dan yang dilihatnya hanya padang rumput yang luas dengan sedikit pohon.
"Tempat apa ini? Apa aku sedang di sawah?" Darren mengusap-ngusap matanya. Ia mengira dirinya terlempar cukup jauh karena tabrakan kereta itu. "Apa nenek itu baik-baik saja, ya?"
Ia kemudian mengangkat tubuhnya berdiri. Sembari membersihkan celananya dari tanah, ia bisa merasakan betapa sejuknya tempat itu.
Tak jauh dari sana, terlihat ada hutan lebat. Ia tidak tahu jika ada hutan di dekat tempat tinggalnya. Tapi ia tidak berencana untuk ke sana.
"Tapi apa mungkin jika aku terlempar sejauh ini?" Darren mulai merasakan hal tidak masuk akal. "Jika aku memang terlempar sangat jauh. Aku seharusnya sudah mati."
Lalu ia menengadah ke langit. Ia merasa kalau dirinya sudah tersesat. Jika ia memang benar-benar mati, maka dimana sebenarnya ia sekarang.
"Apa ini..." Kata Darren pada dirinya, "Isekai!?"
"Oy, bocah," Tiba-tiba seseorang memanggilnya dari belakang.
Begitu Darren menoleh, ia sangat terkejut. Yang dilihatnya bukanlah manusia, melainkan sebuah makhluk yang disebut dengan "Ogre".
Ogre tersebut memiliki dua tanduk dan berbadan besar. Matanya berwarna merah menyala. Kulitnya yang tebal memiliki warna agak kecoklatan. Tidak heran jika Darren menjadi ketakutan.
"Woa! Woa! Pergi!" Teriak Darren ketakutan. Ia berharap seseorang datang membantunya, tapi daerah situ sangat sepi. "Menjauhlah dariku!"
Ogre itu sepertinya mengerti jika Darren ketakutan. "Hey, anak manusia. Tenanglah sedikit," Ucapnya dengan suara berat. "Aku tidak bermaksud menakuti mu."
Memang ogre itu tidak terlihat membawa senjata. Dia hanya terlihat membawa sebuah benda seperti tas yang terbuat dari kulit. Isinya masih belum diketahui.
Tiba-tiba ogre itu mengeluarkan sesuatu dari tasnya. Sebuah apel merah di ambilnya dan memberikannya pada Darren.
"Makanlah ini," Ucapan Ogre itu cukup meyakinkan.
Darren mulai tenang. Dengan berani ia mengambil apel tersebut dengan tangannya dan memakannya sedikit demi sedikit.
"Apa yang kau lakukan disini?" Tanya Ogre itu sambil duduk disamping Darren.
"Huh?" Darren masih memakan apelnya.
"Daerah sini sangat berbahaya bagi manusia seperti mu. Kau tidak seharusnya berada disini." Ucap Ogre itu.
"Kenapa?" Tanya Darren.
"Apa kau tidak tahu? Daerah sini sudah terkenal akan monsternya, dan kau malah kesini sendirian," Jawab Ogre seakan-akan khawatir.
"Apa kau termasuk monster?" Tanya Darren keceplosan.
"Ya. Tapi kau tidak usah takut. Karena aku sudah berhenti memakan manusia," Ucap Ogre itu sambil menunjukkan wajah menyesal.
Sepertinya sesuatu yang besar telah terjadi dan mengubah kehidupan ogre tersebut. Ogre biasanya dikenal sebagai monster terkuat karena kekuatannya.
Mereka sering memburu manusia, khususnya yang masih anak-anak. Menyiksa mereka, dan memasaknya hidup-hidup. Lalu memakannya.
Gulp... Darren menelan ludahnya. Ia baru sadar, bisa saja apel yang ia makan itu beracun. Tapi ia sudah menelan semuanya. Yang perlu ia lakukan sekarang adalah bersikap tenang dan mendengarkan penjelasan ogre tersebut.
Dengan begitu, ia dapat memastikan apakah Ogre itu benar-benar baik atau hanya udang dibalik batu.
"Anggap saja aku sedang bermain game," Kata Darren pada dirinya.
"Ngomong-ngomong, darimana asal mu?" Tanya Ogre itu.
"Aku dari Indonesia," Jawab Darren.
"Hah? Indonesia? Kerajaan apa itu? Aku belum pernah mendengarnya," Ogre iru kebingungan. "Apa itu sebuah kerajaan disebelah timur?"
Darren tidak tahu harus menjawab apa. "Ya, bisa dibilang begitu."
Ogre itu pun berdiri. Ia kemudian memegang pundak Darren.
"Berjalanlah ke arah selatan. Dibalik hutan itu, kau akan menemukan kota terdekat. Kesanalah dan cari bantuan untuk kembali ke tempat asalmu," Ucapnya sambil menunjuk ke arah hutan.
"Ya... tempat asalku bukan dari sini sih. Tapi sepertinya itu ide yang bagus untuk pergi ke kota. Mungkin aku bisa mencari pertolongan di sana."
Tiba-tiba, Ogre itu mengeluarkan sebilah pisau dari tasnya. Ia menyerahkan pisau itu kepada Darren.
"Ambillah ini. Gunakan pisau ini untuk membela dirimu jika dalam bahaya," Ternyata Ogre itu memang benar-benar baik.
Darren menerimanya dan berterimakasih. Setelah itu, Ogre tersebut meninggalkan Darren.
"Eh.. anu!" Teriak Darren sebelum Ogre itu terlalu jauh. "Apa kau punya nama?"
"Hioni," Balas Ogre itu sambil pergi.
"Kalau begitu, namaku Darren. Senang berkenalan denganmu!"
Mereka pun berpisah disitu.
Sambil memandangi pisau yang ia pegang, Darren berpikir untuk pergi ke kota secepat mungkin. Melewati hutan mungkin akan sedikit berbahaya, khususnya dimalam hari.
Dalam game, malam hari adalah waktu dimana banyak monster akan muncul. Mereka bisa menyerang pemain dari segala arah.
Dunia ini memiliki sistem kerja yang berbeda dengan sistem kerja yang dimiliki dalam game. Dalam game, hewan dan monster bisa muncul begitu saja. Itu disebut dengan Spawn.
Sementara dunia ini memiliki cara kerja yang tidak jauh berbeda dengan dunia asal Darren. Setiap makhluk memiliki nyawa. Mereka tidak bisa muncul begitu saja. Ini membuat Darren berkali-kali mengingatkan dirinya sendiri bahwa ini adalah dunia nyata, bukan dunia game.
Sambil berlari-lari, Darren melewati pohon-pohon di hutan dengan hati-hati. Dalam pengetahuannya, hutan biasanya adalah sarang dari banyak jenis monster.
Bisa saja dibalik pohon dan semak-semak akan ada suatu jebakan yang menunggu. Makanya Darren mencoba meningkatkan kewaspadaannya.
Darren yang mengira hutan itu hanya hutan biasa, sekarang terjerat dalam masalah. Ia tak menyangka hutan ini begitu lebat. Membuatnya kesulitan untuk bernavigasi.
Pohon-pohon yang memiliki banyak daun lebat, menghalangi sinar matahari yang hendak masuk. Membuat suasana dalam hutan terasa cukup lebat.
Sepertinya Orge tadi memang sudah mengetahui hal itu. Untungnya Darren masih memiliki pisau pemberian itu di tangannya, jadi ia merasa lebih aman.
Darren memiliki sedikit pengalaman bertarung. Sewaktu SMP, ia pernah bertarung dengan orang yang memiliki badan dua kali lipat darinya. Dengan tangan kosong ia berhasil melawan orang itu.
Tapi karena hal itu, ia jadi pernah diskors hingga beberapa hari. Mungkin ini saatnya ia menggunakan pengalaman yang ia sudah hampir lupakan itu.
Twang!!! Sebuah anak panah melesat. Dengan reflek yang dimiliki Darren, ia dengan cepat menghindarinya.
"Aku nyaris mati lagi," Ucap Darren sambil terengah-engah. Darren segera bersembunyi dibalik pohon.
Sekumpulan goblin muncul dari balik semak-semak. Mereka sepertinya sedang berburu.
Salah satu dari mereka berkata kepada yang lain. "Hey, dia itu bukan babi hutan. Kenapa kau menembaknya?"
"Karena dia manusia. Para Ogre bilang daging manusia itu sedap," Jawab yang lain.
"Dasar bodoh! Bagaimana jika orang itu seorang petualang!" Teriak yang lain.
Kelompok goblin itu beranggotakan empat goblin. Jika dilihat dari penampilan mereka, mereka sepertinya tidak begitu ahli dalam pertempuran.
Tiga dari mereka membawa busur panah, dan satunya membawa pisau kecil. Mereka lebih terlihat seperti sekelompok pemburu daripada sekelompok petarung.
"Apa aku harus membunuh mereka semua?" Kata Darren pada dirinya. "Tidak. Jika ada cara lain selain membunuh, aku hanya harus melumpuhkan mereka."
Darren menggenggam erat pisaunya. Sambil memikirkan sebuah strategi, ia terus memantau mereka. Sepertinya pada goblin itu belum tahu jika Darren sedang bersembunyi dibalik pohon.
"Jika aku bisa melumpuhkan para pemanah, maka aku bisa bertarung dengan si pemegang pisau dengan aman."
"Untuk melumpuhkan para pemanah, aku hanya perlu memotong benang busur mereka. Dengan begitu mereka tidak akan bisa apa-apa."
Dengan gerakan cepat, layaknya atlet lari profesional, Darren berlari dari pohon ke pohon. Para goblin pemanah yang melihatnya mulai menembakinya dengan anak panah.
Twang! Twung! Setiap anak panah yang melesat hanya mengenai pohon. Sementara Darren sudah sangat dekat dengan mereka.
Swoosh... Satu ayunan pisau berhasil memotong salah satu benang pemanah. Tersisa dua lagi.
"Mereka sepertinya tidak terlalu pintar. Aku bisa terus mengulangi teknik ini!" Ucap Darren.
Tak lama berselang. Dengan kecepatan Darren, ia berhasil memotong setiap benang dari ketiga pemanah tersebut. Para goblin mulai panik.
"Waa!... B-busurku rusak. Jika begini, kita bisa mati!" Keluh salah satu goblin.
Goblin pemegang pisau tak tinggal diam. Dia segera berlari ke arah Darren dengan posisi hendak menikamnya.
"Dia menghampiri ku secara lurus kedepan. Sepertinya ia memang tidak bisa bertarung."
Dengan mudahnya, Darren mematahkan serangan goblin itu. Ia membuat goblin itu menjatuhkan pisaunya dan mengunci pergerakan goblin itu. Sementara goblin yang lain diam terpaku.
"Sudahlah. Kau sudah kalah!" Ucap Darren.
Goblin itu sudah pasrah, sepertinya ia menerima nasibnya untuk terbunuh. Tapi Darren melepaskannya.
Goblin itu sudah terbukti tidak bisa bertarung, ditambah lagi ia sudah tidak memiliki pisau lagi di tangannya.
"Ampuni kami! Ampuni kami!" Ucap para goblin itu serentak sambil bersujud dihadapan Darren. "Kami akan memberi mu apapun, asal jangan bunuh kami!"
Darren melihat mereka sudah kehilangan semangat bertarung. Membunuh mereka juga tidak akan menguntungkannya. Melepas mereka mungkin pilihan terbaik, mengingat mereka tidaklah terlalu berbahaya.
"Tas mu, berikanlah padaku," Ucap Darren ketika melihat salah satu goblin membawa sebuah tas kecil dari anyaman kulit pohon.
Goblin itupun memberikannya sambil ketakutan.
Dengan itu, Darren bisa menyimpan pisaunya tanpa harus memegangnya setiap saat. Kemudian, Darren pun berterimakasih. Ia kemudian melepas para goblin itu tanpa masalah.
Goblin-goblin itu hanya tercengang. Mereka tak mengira kalau mereka akan dilepas begitu saja.
"Maaf, apa kau benar-benar tidak akan membunuh kami?" Tanya salah satu goblin pada Darren.
Darren menggeleng. "Kenapa aku harus membunuh kalian?" Jawabnya.
Para goblin itu menatap satu sama lain, seakan-akan mereka tidak percaya. Kemudian mereka menjawab Darren. "Biasanya para petualang akan membunuh monster untuk mendapatkan level. Tapi kau melepas kami begitu saja. Apa kau punya maksud lain?"
"Tidak," Jawab Darren sambil tersenyum, "Kalian juga punya keluarga, kan? Kasihan jika mereka menunggu kalian pulang dan mengetahui bahwa kalian telah tewas."
Goblin-goblin itu semakin tercengang dengan jawaban Darren.
Sepertinya mengampuni monster merupakan hal yang tidak biasa di dunia ini.
Untuk menaikkan level, para petualang harus membunuh monster. Level yang didapat sesuai dengan seberapa kuatnya monster yang dilawan.. Menaikkan level dapat mempengaruhi level sihir dan kekuatan mereka. Hal inilah yang tidak diketahui Darren.
"Maaf Tuan, apakah anda memiliki nama?" Tanya goblin pisau.
"Darren Aswan. Kau bisa memanggilku Darren," Jawab Darren.
Kemudian para goblin itu mulai memujanya. "Darren-sama, tolong jadikan kami bawahan mu!"
Tentu saja Darren terkejut. Ini hari pertamanya di dunia baru dan tiba-tiba ia diminta untuk menjadi tuan atas empat goblin ini.
"Maaf, tapi aku tidak suka memiliki bawahan," Jawab Darren sambil menggaruk kepalanya. "Aku selalu bermain solo."
"Kalau begitu, sebagai rasa terimakasih karena sudah mengampuni kami. Kami memohon agar anda bersedia mampir ke desa kami!" Ucap para goblin serentak.
Hari memang sudah sore. Berjalan dihutan sendirian juga bukanlah ide yang bagus. Jadi, apa salahnya jika ia mampir dan bermalam di desa goblin. Ia bisa melanjutkan perjalanannya besok.
"Baiklah, tolong antarkan aku, ya," Ucap Darren.
"Baik!" Teriak para goblin bersamaan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 139 Episodes
Comments
Charlotte
kukira mau dibunuh jir
2022-12-31
0
Lisa Kleypas
good, I like it a little, keep the spirit up
2022-12-25
0
Wilda-Cherry
umh permisi kan mc tuh otaku ya. kok pandai bertarung bahkan tanpa dukungan sistem atau pelatihan, trus kenapa jg bisa ada kejelasan dunia itu sedangkan mc tuh ngk punya sistem buat jelasin itu semua, tolong dijawab
2021-10-06
0