"Kakak Senior harus bantu aku. Jika tidak, aku akan dipenggal oleh Xiao Zixuan."
"Kau bahkan menyebut langsung nama seorang Pangeran. Kau tidak sopan!"
Xi Wei tersenyum.
Caihong tentu saja tahu Adik Senior-nya yang satu itu sangatlah tidak sopan. Namun dia tidak bisa melakukan apa-apa.
Jika ingin Xi Wei bersikap sopan, haruslah benar-benar mengenalnya dulu. Jika tidak, jangan mengharapkan kesopanannya, bahkan untuk pihak keluarga Kerajaan sekali pun!
"Apa yang harus ku bantu?"
"Sediakan kamar untuk orang buta. Status kita adalah teman lama―ya, kita memang teman lama. Aku dan Kakak Senior akan bercengkrama di sini."
Caihong menatap tajam ke arah Xi Wei.
"Kau ingin menyeret diriku ke dalam masalahmu?"
"Kakak Senior akan tahu apakah aku menyeret Kakak Senior ke dalam masalah atau tidak."
'Hah ... anak nakal ini benar-benar!'
Namun Caihong tidak memiliki pilihan lain. Dia juga sayang kepada Xi Wei dan menganggap pemuda berkulit sawo matang adalah Adiknya sendiri. Dia tentu saja akan membantu Xi Wei.
"Li Ying Yue!"
Zixuan masuk ke dalam penginapan dan menemukan kalau Xi Wei dan Caihong sedang minum teh bersama.
Caihong meletakkan cangkir di atas meja dan menghadap ke arah Zixuan.
"Salam untuk Pangeran."
Zixuan tidak tertarik dengan salam yang diberikan oleh Caihong. Tatapannya tertuju pada Xi Wei yang masih diam dengan senyuman di wajahnya.
"Maafkan temanku, dia menyandang kebutaan sedari kecil."
'Bagus sekali. Berjalan mulus sesuai dengan perkiraan?'
Sebelumnya, Xi Wei paling tidak suka kalau rambutnya terekspos bebas. Oleh karena itu, Caihong memberinya sebuah jubah bertudung yang berbeda untuk menutupinya.
'Kebutaan? Orang ini mirip sekali dengan yang tadi. Yang penting Li Ying Yue kembali.'
Zixuan tidak memperdulikan Xi Wei dan Caihong.
"Aku mengerti, Tuan Jing."
Kemarahan Zixuan akan Ying Yue masih tertampang jelas dari raut wajahnya. Dia masih saja meneriaki nama Ying Yue.
"Li Ying Yue!"
"Berisik!"
Terdengar suara teriakan Ying Yue dari atas, dimana kamarnya berada.
Zixuan mungkin masih marah karena Adiknya membuat masalah, tapi dia lega karena Ying Yue baik-baik saja dan sudah kembali ke penginapan.
Zixuan bergabung dengan Xi Wei dan Caihong.
Caihong sedikit canggung karenanya, tapi tidak dengan Xi Wei. Pemuda berkulit sawo matang terlihat sangat santai.
"Tidak tahu kenapa Pangeran tertarik untuk bergabung dengan kami."
Caihong menuangkan teh ke dalam cangkir dan meletakkannya di depan Zixuan.
Meski Xi Wei menutup matanya rapat-rapat, tapi dia tahu kalau Zixuan ikut bergabung melalui indera pendengarannya.
Zixuan mengangkat gelas dan meminum teh yang dituang oleh Caihong. Tatapan matanya tidak lepas dari Xi Wei.
Zixuan merasa Xi Wei sangat aneh.
'Bagian rambut sebelah kanannya dipanjangkan. Menurut tradisi Chizi, itu artinya dia adalah anak yatim-piatu, sudah kehilangan orang tuanya sedari kecil.'
Caihong juga menyimpan pedang kembar milik Xi Wei, menggantinya dengan sebilah tongkat kayu berkualitas miliknya, pemberian Chaguan.
Saat Zixuan ingin membuka tudung jubah yang menutupi rambut dan sebagian wajah Xi Wei, tangan pemuda berkulit sawo matang refleks menahan.
"Bukankah tidak sopan berbuat seperti itu, Pangeran?"
Suara Xi Wei berubah menjadi lebih halus.
"Aku hanya penasaran dengan paras Tuan. Barang kali Tuan adalah orang yang kukejar tadi."
Xi Wei tersenyum dan matanya masih terpejam.
"Saya tidak mengerti maksud Pangeran."
'Anak ini benar-benar ... untung saja dia bisa menahan diri dan berpura-pura seperti ini. Ya, idenya tidak pernah mengecewakan sih.'
Zixuan masih tidak percaya kalau Xi Wei bukanlah orang yang dikejarnya tadi―nyatanya memang Xi Wei lah yang dikejar oleh Sang Pangeran. Dia berusaha memancing Xi Wei. Namun pemuda berkulit sawo matang tidak tertarik dan tidak terpancing sama sekali.
Zixuan menarik tangannya, lalu melancarkan serangan mendadak.
Xi Wei tidak buru-buru, dia mengangkat tongkat kayu dan menahan pedang dalam sarung. Dia memukul pergelangan tangan Zixuan hingga pedangnya terlepas dari genggaman.
"Kau!"
Zixuan murka.
Xi Wei masih dengan santai meneguk secangkir teh seakan tidak terjadi apa-apa. Sedangkan Caihong, dia hanya bisa menggelengkan kepalanya karena tahu Zixuan lah yang salah.
"Kakak Pertama yang salah, jangan salahkan Tuan Pendekar jika dia memukul Kakak!"
Ternyata sedari tadi Ying Yue menyaksikan semua hal yang terjadi melalui celah besar pembatas balkon lantai dua penginapan.
"Tuan Putri Agung bukannya ingin tidur?"
Xi Wei mendorong cangkir dengan lembut ke arah Caihong dan Kakak Senior-nya tahu apa maksudnya.
'Tidak disangka Tuan ini adalah orang yang sangat menarik. Dia bahkan pandai sekali berpura-pura.'
"Menurut Tuan Pendekar, apakah aku bisa tidur dengan suara ribut yang kalian ciptakan?"
Xi Wei mengambil kembali gelas yang sudah diisi penuh oleh Caihong dan menikmatinya dengan tenang.
"Maafkan saya kalau begitu. Saya yang membuat Pangeran Xiao Zixuan marah."
Ying Yue tertawa.
"Kakak Pertama memang tidak sopan. Mohon Tuan Pendekar memaafkan."
"Adik dan dia saling kenal?"
Zixuan dibuat bingung. Dia semakin yakin kalau Xi Wei adalah orang yang tadi―memang begitu adanya.
"Saat aku kembali, dia sudah ada di sini bersama Tuan Jing. Aku berkenalan sebentar dengannya. Kakak Pertama menyebalkan sekali."
"Kau selalu saja mencari masalah. Sekarang kau mengakui kalau kau diam-diam keluar tanpa sepengetahuanku? Bagaimana jika Ayahanda tahu? Bukannya dia akan menghukum dirimu?"
"Kakak Pertama kan memang dikirim Ayahanda untuk memaksaku. Putra Mahkota selalu saja mencari muka di depan Ayahanda."
Ying Yue menyindir Zixuan.
"Kau!"
"Ehem! Tidak baik membicarakan hal tabu seperti kekuasaan Kerajaan di luar apalagi di depan orang awam, bukan?"
Xi Wei memperingatkan Ying Yue agar tahu batasannya dalam berkata-kata.
Ying Yue bisa diberi hukuman berat jika ada seseorang yang menyalahartikan dan melaporkan perkataannya kepada Kaisar.
Ying Yue mengatup mulutnya. Wajahnya terlihat masam―Xi Wei tahu itu.
"Terima kasih atas undangannya untuk berkunjung, Teman."
Xi Wei meletakkan cangkir, kemudian berdiri dari duduknya. Caihong sangat lega karena Xi Wei akan menyudahi ini semua. Namun tidak dengan Ying Yue.
"Tuan Pendekar akan pergi?"
"Saya akan pulang."
"Tidak bisa ajak aku ke Pasar Malam? Kudengar ada sebuah pasar malam di Chizi."
"Menurut Tuan Putri Agung, apakah Pangeran akan membiarkan Anda keluar untuk kedua kalinya?―Mendengar pembicaraan kalian, saya jadi tahu kenapa Pangeran sangat marah."
Zixuan sudah lebih dulu memelototi Ying Yue.
"Bagaimana kalau kita bertaruh?"
"Anda akan kalah taruhan."
"Jangan bermacam-macam lagi, Li Ying Yue!"
Caihong mengembalikan peti berukuran besar dan sepasang pedang milik Xi Wei yang sudah terbungkus oleh kain tebal. Meski semua orang tahu itu adalah pedang, tapi tidak ada yang bisa menebak wujudnya.
"Terima kasih."
'Pandai sekali berpura-puranya. Biasanya, mengucapkan terima kasih saja tidak.'
Saat Xi Wei benar-benar akan pergi, Ying Yue terdengar sangat meyakinkan hingga membuat pemuda berkulit sawo matang tidak memiliki pilihan lain selain menunggu.
"Tunggu! Akan ku buktikan kepada Tuan Pendekar kalau aku lebih hebat dari Kakak."
'Ilmu yang itu hanya bisa digunakan untuk menghindar, Adik Kecil. Tapi, termasuk ilmu yang tinggi. Entah sebaik apa kau bisa meniru.'
"Jika dalam waktu yang kuberikan Anda tidak keluar, maka aku tidak akan menunggu."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments