Xi Wei mau tak mau harus mengerti keadaan Chaguan. Meski pemuda berkulit sawo matang kecewa.
'Pegunungan di daerah Yong Ge merupakan pegunungan keramat ... apakah aku bisa melewatinya? Kenapa seorang Pengrajin memutuskan untuk bertapa ke Yong Ge? Jika dia merupakan seorang Pengrajin Giok, pastilah berasal dari Yongheng, ibukota Yinying.'
Xi Wei menghela napas panjang. Dia menaruh kembali plat giok ke dalam peti, berganti mengambil secarik kertas buram yang sedari tadi menunggu untuk dibuka dan dibaca.
「Anakku tersayang, Xi Wei namamu. Jika kau membaca surat ini, bisa dikatakan Ayahanda dan Ibunda sudah tak ada lagi di dunia. Jangan penasaran akan masa lalumu, Nak. Terus hiduplah dengan baik. Maafkan Ayahanda dan Ibunda yang tak bisa menjagamu dengan baik. Dimana pun kau berada, Nak, doa Ayahanda dan Ibunda akan selalu menyertai. Hiduplah dengan layak. Mencari masa lalu tentangmu hanya akan membuat diri sendiri sengsara. Semoga kau bisa mempertimbangkan segala sesuatunya dengan baik.」
Xi Wei meremas kertas itu. Jika saja itu bukan benda peninggalan terakhir dari orang tuanya, dia akan merobek kertas itu menjadi potongan-potongan kecil dan akan membakarnya.
'Bagaimana aku bisa hidup dengan baik jika aku sendiri tidak tahu siapa aku yang sebenarnya?'
"Xi Wei? Apakah kau baik-baik saja?"
Xi Wei menatap Chaguan dengan mata berkaca-kaca, seolah-olah berkata, 'Apakah Guru melihat diriku sedang baik-baik saja?'
"Maaf. Aku tidak memberitahumu dari awal. Saat itu kau masih berada di dalam Akademi. Sebelum akhirnya memutuskan untuk keluar ... ini adalah saat yang paling tepat untuk memberitahumu."
Xi Wei tidak bisa mengatakan apa pun. Perasaannya campur-aduk.
Zhong tidak berani ikut campur dalam permasalahan mereka. Dia memilih untuk diam dan pura-pura membaca sebuah kitab yang dibawanya.
Xi Wei beralih mengamati dan menghitung puncak-puncak Pegunungan di daerah Hen Bie. Matanya terlihat sayu dan berkaca-kaca.
'Anak ini tidak berubah sama sekali. Masih saja emosional dan berempati tinggi. Sebagai seorang pria, dia memang terlihat kuat di luar. Tapi, tidak bisa menyembunyikan perasaannya.'
Chaguan meneguk segelas Teh Krisan. Dia tahu kalau Xi Wei tidak baik-baik saja lantaran hatinya bimbang.
Xi Wei memang mendapatkan gelar 'Pendekar Abadi', memang merupakan salah satu Pendekar yang namanya terdaftar dalam deretan di Kuil Suci Taiyang. Namun dia tetap fana yang memiliki hati dan perasaan, tetap seseorang yang bisa bimbang ketika dihadapkan dengan masalah. Pemuda berkulit sawo matang membutuhkan dorongan dan semangat dari orang lain.
"Jika kau ingin mencari jati dirimu, Nak, lakukanlah. Lakukan tanpa ragu-ragu. Jangan sampai kau berhenti di tengah jalan. Jangan sampai usahamu sia-sia. Ketika kau tahu siapa dirimu yang sebenarnya, terimalah apa adanya. Kau harus ingat."
Xi Wei mengalihkan perhatiannya pada Chaguan.
"Terima kasih atas petunjuknya, Guru."
Chaguan tersenyum.
"Tugasku sudah selesai. Aku akan pulang ke Akademi. Xiao Zhong, mari kita pulang."
"Baik, Guru."
Zhong membantu Gurunya berdiri dari duduknya.
"Apakah Guru tidak bisa tinggal lebih lama?"
Xi Wei terlihat kecewa, juga tidak tega memaksa Chaguan untuk tetap menemaninya di luar Akademi Luqing.
"Aku masih memiliki urusan lain, Xi Wei. Aku harap kau bisa mengerti dan memaafkan Pak Tua ini."
"Baiklah. Aku tidak akan mengantar."
Xi Wei tidak begitu suka dengan perpisahan. Untuk itu, dia jarang sekali ingin mengantar kepergian seseorang.
"Kalau begitu kami pamit."
"Kami pamit, Kakak Senior."
Sepeninggalan Chaguan dan Zhong, perasaan Xi Wei menjadi semakin campur-aduk. Dia tidak tahu kenapa seperti ada lubang kecil dalam jiwanya.
Xi Wei menyentuh peti kecil pemberian Chaguan yang berisi petunjuk tentang siapa sebenarnya dirinya.
'Seharusnya aku mengembalikan ini kepada Guru. Tapi, benda ini sebenarnya memanglah milikku. Benda ini menyakiti hatiku.'
Xi Wei juga melihat peti kayu berukuran besar berisikan emas hasil lelang. Dia sebenarnya tak rela berpisah dengan Chaguan. Gurunya itu sudah menjadi orang tua baginya.
"Pelayan!"
Saat mendengar panggilan Xi Wei, pelayan di Rumah Makan Yu Nian segera menghampiri.
"Ada apa, Tuan?"
"Berikan aku arak paling bagus yang kalian punya."
"Baik, Tuan."
Pelayan pergi, tak lama kemudian dia kembali dengan pesanan Xi Wei di tangannya. Setelah dia meletakkan arak di atas meja, dia pergi karena panggilan lain tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
Alih-alih menuang ke dalam mangkuk, Xi Wei langsung menegak arak dari guci. Dia terlihat sangat frustasi. Entahlah, yang jelas perasaannya campur-aduk saat itu.
Otak Xi Wei terus berputar tak kenal lelah. Namun batinnya lelah dan memintanya untuk segera berhenti.
'Untuk apa hidup tanpa mengetahui diri sendiri itu siapa? Bukankah hidup ini terlalu kejam?'
Waktu berlalu begitu cepat. Xi Wei tidak tahu sudah berapa lama dia berada di Rumah Makan Yu Nian dan sudah berapa guci arak yang dihabiskannya. Yang dia tahu dan yang paling dia inginkan adalah dia bisa bertemu orang tuanya, minimal mengetahui siapa mereka. Sungguh tidak enak menjadi anak yatim-piatu di usia masih muda. Sedari dia masih bayi. Tidak ada yang mengharapkannya.
Semua orang menginginkan kasih sayang, begitu pun dengan Xi Wei.
Xi Wei tidak akan berhenti jika saja Pelayan tak memperingatkannya bahwa rumah makan itu akan segera ditutup.
"Maaf, Tuan. Tapi, toko akan segera ditutup."
Xi Wei mengemas barang-barangnya. Dia tidak terlihat seperti orang mabuk. Dia menaruh enam tael emas di atas meja. Entah apa yang ada di dalam pikirannya. Pemuda berkulit sawo matang langsung pergi setelahnya. Dia tidak berhenti walau Sang Pelayan berusaha untuk mengejarnya.
Xi Wei menghilang dari pandangan di antara gang-gang kecil nan sempit.
Saat berjalan tanpa arah untuk mencari penginapan yang masih buka dan menampung, Xi Wei tak sengaja menabrak seseorang.
"Ah!"
Jeritan seorang gadis menyadarkan Xi Wei. Pemuda berkulit sawo matang langsung menahan tubuh gadis itu agar tidak terjatuh ke atas tanah keras.
Gadis muda yang sepertinya sebaya Xi Wei itu terlihat kaget. Begitu pun dengan pemuda berkulit sawo matang.
Sang Gadis buru-buru berdiri tegak. Xi Wei juga langsung menarik tangannya.
"Tuan Putri! Tuan Putri Agung!"
Terdengar beberapa orang yang berteriak memanggil.
"Tuan, cepat sembunyikan aku!"
Gadis muda itu berbisik histeris kepada Xi Wei, meminta agar pemuda berkulit sawo matang bersedia membantunya.
"Kenapa aku harus menyembunyikan dirimu? Memangnya dimana harus ku sembunyikan yang sebesar dirimu ini?"
Xi Wei terlihat tidak tertarik dengan Sang Gadis.
"Aku mohon! Jangan sampai mereka menemukanku!"
Xi Wei tidak tahan dengan rengekan Sang Gadis. Akhirnya dia membawa gadis itu ke atas atap rumah penduduk.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
DIKUTUK CUMI JADI CUMI 🍁
kabur dari istana pasti, semangat terus kak
2021-08-04
0