Amanda melangkah di sepanjang ruangan kantor. Menuju ke arah beberapa karyawan yang ingin ia lihat pekerjaannya. Dari sebuah meja tampak Satya, Deni, dan Intan mengendap-endap. Mengintip Amanda dari jarak yang cukup dekat.
"Tuh kan, liat aja. Bu Amanda itu mana pernah pake sepatu flat alias teplek, dia selalu pake heels. Tapi hari ini lo liat, dia pake flat. Kalau nggak hamil, ngapain dia takut pake heels." ujar Intan pada Satya dan Deni.
Namun yang mendengar ucapan gadis itu, tak hanya mereka berdua. Ada Vina, Astri, dan juga Tio.
"Ngomongin apaan ayo?" tanya Vina dengan mata yang licik penuh rasa ingin tahu.
Intan si ratu gosip itupun mulai berbisik, dan menyampaikan desas-desus mengenai Amanda pada mereka. Mereka semua menjadi kaget dan refleks menutup mulut.
Amanda kini beralih ke dekat galon berisi air minum. Ia lalu mengambil 1 cup air panas dan membawa air tersebut menuju ke ruangannya.
"Tuh, dia ngambil air panas. Pasti mau bikin susu hamil, berani taruhan gue." ujar Intan.
Mereka lalu mengendap-endap ke arah ruangan Amanda. Bermaksud mengintip dan mencari tahu apa yang terjadi didalam sana. Namun langkah mereka semua terhenti, ketika salah satu kepala divisi memergoki mereka.
"Mau pada kemana?"
Sang kepala divisi berambut gondrong tersebut bertanya, sambil menyilangkan tangan di dada.
"Hehehe, pak Yodi." ujar mereka semua sambil nyengir.
"Kembali ke tempat, atau potong gaji?"
"Byuuur."
Mereka pun lalu kembali ke meja kerja masing-masing. Sementara di ruangannya Amanda tengah membereskan beberapa file, tak lama kemudian Rani masuk.
"Man, nih susu hamil yang lo minta."
"Thank you ya, Ran. Maaf jadi ngerepotin." ujar Amanda.
"Nggak apa-apa. Minum gih, udah makan belum lo?" tanya Rani kemudian.
"Belom."
"Jangan gitu, ini udah jam makan siang loh."
"Gue tuh pengen makan, tapi maunya disuapin Arka."
Rani menghela nafas.
"Man, Arka itu cuma suami kontrak lo. Jangan bergantung sama dia terus. Selesai anak lo lahir, hubungan kalian juga berakhir. Jadi lo harus mandiri, jangan ngandelin dia."
Amanda sedikit terdiam, perkataan Rani ada benarnya. Ia tak boleh bergantung terhadap Arka.
"Iya deh, ntar gue makan." ujarnya kemudian.
"Ya udah, lo minum susu ini dulu."
"Iya."
Rani meninggalkan ruangan Amanda, tiba-tiba Arka menelpon. Amanda ingin mengangkat, tapi teringat ucapan Rani barusan. Jika ia terus-terusan bergantung pada Arka, maka ditakutkan nantinya ia akan sulit melepas pemuda itu.
Amanda pun mengabaikan panggilan tersebut, karena ia tau pasti Arka hanya sekedar ingin mengingatkannya untuk makan.
Dan benar saja, tak lama setelah panggilan itu berakhir, Amanda mendapatkan sebuah notifikasi pesan singkat. Arka menanyakan apakah ia sudah makan atau belum.
Sementara di sisi lain, Arka terus melihat ke arah handphone, berharap mendapat balasan dari Amanda. Ia khawatir terjadi apa-apa pada wanita itu.
"Ngapain sih lo, Ka?"
Doni mulai gusar melihat tingkah Arka yang sejak tadi diam saja, padahal ia dan Rio tengah menonton sebuah film. Biasanya Arka akan serius memperhatikan film dan berinteraksi bersama kedua temannya itu. Namun tidak dengan beberapa waktu belakangan ini.
"Lo mikirin Amanda lagi?" tanya Doni.
"Iya, dia nggak jawab chat gue." jawab Arka.
"Makanya kan gue bilang, nggak usah pake perasaan. Cewek udah dewasa kayak dia, kagak bakalan peduli-peduli amat sama perasaan bocah kayak lo."
"Sibuk kali, Ka." celetuk Rio dari tempat duduknya.
"Secara kan kata lo, dia kaya raya, CEO pula. Mana punya waktu dia ngeladenin lo dari pagi sampe malem." Doni berujar lagi.
Rio diam saja, meski sejujurnya ia agak tidak suka dengan bagaimana cara Doni menyakiti perasaan Arka. Namun bagi Doni ucapannya tersebut memanglah mengandung kebenaran dan harus ia utarakan pada Arka. Ia ingin agar sahabatnya itu tidak menjadi lemah, ataupun patah hati dikemudian hari.
"Mending ntar malem, kita ke bar." Doni mencetuskan ide.
Arka menoleh pada kedua temannya.
"Ayolah, Ka!. Selama lo punya duit banyak, belum pernah lo traktir kita berdua minum."
"Kan tiap hari Bambang, gue traktir lo berdua makan." ujar Arka sambil melempar kacang kulit ke kepala Doni.
"Ya tapi belom buat yang satu itu kan?" Doni menaikkan alisnya sambil tersenyum.
"Oke deh." ujar Arka kemudian.
Malam itu mereka menyambangi sebuah bar yang sering mereka kunjungi. Suasana didalam cukup ramai, Arka membiarkan Doni memesan minuman apapun yang ia mau.
Termasuk membawa perempuan ke meja mereka. Toh saat ini ia mempunyai cukup uang untuk membiayai itu semua. Sekali-kali tak apa untuk bersenang-senang, pikirnya.
"Ka, lo nggak nyaman ya?" tanya Rio pada Arka yang sejak tadi lebih banyak diam. Sementara Doni kini berada di floor, bersama perempuannya.
"Bukan nggak nyaman, cuma kepikiran Amanda aja." jawab Arka.
"Dia nggak balas chat lo emangnya?" tanya Rio lagi.
Arka menggeleng.
"Lo nggak coba telpon?"
"Udah, tapi nggak diangkat."
"Telpon orang terdekatnya, supir gitu?"
"Supirnya tadi bilang, Amanda masih di kantor."
"Ya, mungkin sibuk banget. Secara kan dia udah lama nggak masuk."
"Iya sih."
"Gue mau tanya sama lo, Ka. Lo ada perasaan ya sama Amanda?"
Rio memberikan pertanyaan yang sangat sulit untuk dijawab oleh Arka. Ia sendiri tak mengerti perasaan apa yang kini ia miliki untuk Amanda. Kalaupun benar ini cinta, Arka jelas tak akan bisa mendapatkan wanita itu.
Karena Amanda sendiri hanya membutuhkannya sebagai partner, dalam keuntungan yang sedang ia cari. Tak mungkin juga Amanda bisa jatuh cinta pada orang seperti dirinya.
"Gue nggak tau, Ri. Yang jelas belakangan, gue selalu khawatir sama dia. Karena gue tau dia lagi mengandung anak gue." jawab Arka.
"Ka."
Doni kembali ketempat duduk, ia membawa perempuan lain lagi dan menyuruh perempuan itu duduk mendekati Arka. Sedangkan yang satunya lagi mendekati Rio.
"Ayo minum lagi!"
Doni menyodorkan segelas minuman beralkohol pada Arka, Arka pun meminumnya.
"Ayo ladies, kalian boleh minum sepuasnya." ujar Doni.
Perempuan yang ada didekat Arka mencoba menggoda pemuda itu, namun Arka hanya memberikan reaksi sekedarnya saja. Pikirannya bahkan sudah tak ada di tempat itu.
Malam beranjak naik, Amanda pulang ke penthouse dan tidak mendapati Arka. Sejak sore tadi ada setumpuk pekerjaan yang harus ia selesaikan, makanya ia pulang agak larut.
Biasanya Arka sudah ada dirumah, bahkan menyiapkan makanan untuknya. Namun malam ini Arka menghilang entah kemana.
Amanda meraih handphonenya, ia melihat ada banyak notifikasi panggilan dari Arka. Amanda mendadak merasa bersalah, karena tadi siang ia tak menjawab panggilan maupun chat dari Arka. Amanda duduk di atas sofa, lalu mencoba menghubungi nomor suaminya itu.
"Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar service area."
Amanda mencoba menghubunginya sekali lagi, namun jawaban yang ia terima masih sama. Hati wanita itu pun menjadi cemas, apalagi kini dirinya tengah hamil.
Hormon kehamilan membuat bagian otaknya berfikir secara berlebihan. Ia bahkan takut jika Arka mengalami kecelakaan atau apapun diluar sana.
Amanda pergi mandi dan mencoba untuk tidur setelahnya, namun ia gelisah sepanjang malam. Bahkan hingga fajar menjelang, ia tak bisa tidur dengan tenang.
***
"Haaah."
Arka terbangun kaget dari tidurnya. Ia menyadari tempat itu bukanlah tempat tidur yang biasa ia gunakan bersama Amanda, melainkan tempat tidurnya dirumah.
"Arka kamu udah bangun?"
Ibunya masuk ke dalam kamar, Arka makin terkejut. Karena setelah minum semalam, ia tak ingat apa-apa lagi.
"Kenapa Arka disini bu?" tanya Arka heran.
"Koq nanya gitu?. Ya wajar dong kamu disini, orang ini rumah kamu. Lagian kamu udah lama nggak pulang, mentang-mentang sibuk."
Arka masih bingung mendengar pernyataan ibunya tersebut. Ia ingin sekali mengetahui, bagaimana ia bisa sampai di tempat itu.
"Semalem Arka pulang kesini sama siapa bu?" tanya nya lagi.
"Sama Rio, kata Rio kamu yang minta pulang terus. Kamu bilang kangen ibu, mana mabuk lagi kamu semalam."
Arka benar-benar tidak ingat semuanya.
"Sudah, kamu mandi dulu sana!. Ibu tunggu di meja makan."
"Iya bu."
Arka meraih handphonenya, bermaksud melihat notifikasi. Namun ternyata handphone tersebut mati total. Ia pun mengecas perangkat itu dan pergi mandi. Usai mandi dan berpakaian, ia menemui ibunya dimeja makan.
"Rianti mana bu?" tanya Arka pada ibunya.
"Udah kuliah pagi tadi. Nih, makan dulu!"
Arka melihat meja makan, ibunya masak banyak hari ini. Beberapa waktu belakangan, keuangan keluarga mereka sudah membaik. Sejak hutang-piutang keluarga mereka dibayar oleh Amanda, beban mereka banyak berkurang.
Usaha ayah Arka pun sudah mulai kembali berjalan dan saat ini tengah di jaga oleh beberapa karyawan. Sementara ayah Arka masih menjalani pengobatan.
"Kamu itu nggak usah terlalu sibuk, sampai-sampai jarang pulang. Ibu tau kamu berusaha keras cari uang untuk mengobati papa, membayar orang yang mau mendonorkan ginjal. Tapi nggak mesti sampai lupa rumah toh, ibu kangen sama kamu."
Arka diam, ada rasa bersalah yang mendera dalam dirinya kini. Bersalah karena telah membohongi ibunya. Ia tak sedang bekerja keras, hanya memanfaatkan situasi.
Lalu ia pun merasa bersalah karena harus membuat ibunya menanggung rindu, terhadap anak yang dikiranya tengah membanting tulang demi keluarga.
"Ayo makan!, koq diem aja?. Kamu nggak kangen masakan ibu?."
Arka lalu tersenyum.
"Kangen bu, kangen banget." ujar Arka.
Ia pun lalu makan sebanyak yang ia mau. Ketika selesai makan dan membersihkan gigi di kamar mandi, Arka menghidupkan handphonenya. Ternyata begitu banyak panggilan dari Rio. Baru saja Arka hendak menghubungi Rio, temannya itu sudah menelpon lagi.
"Arka."
"Apaan?" tanya Arka dengan nada terkejut, sebab suara Rio terdengar cukup keras dan bercampur panik.
"Bini lo dateng ke kampus, dia lagi nyariin Maureen. Dia kira lo sama Maureen."
"Haaah?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 294 Episodes
Comments
Sulaiman Efendy
ARKA YG BHLUL BRTEMAN BKN YG MNDUKUNG KEARAH KBAIKAN.. MLH NGOMPOR2IN, TRUTAMA DONI.. RIO KAYAKNYA JG PLIN PLAN..
2024-08-21
1
Lela Lela
makany pulang jd salah paham
2023-06-10
1
yenilie
Amanda dilawan🤣🤣🤣
Rio dia lebih baik dari pada Doni ya thor
2023-06-10
0