Amanda Marcelia Louis baru saja mendapat penghargaan sebagai pengusaha muda yang sukses dan menginspirasi di tahun ini. Berdasarkan versi sebuah majalah bisnis yang cukup terkenal.
Setelah melewati tahun-tahun penuh perjuangan dalam merintis dan memberi lapangan pekerjaan bagi banyak karyawan. Ia berhasil meraih prestasi tersebut.
Banyak media yang meliput keberhasilan wanita itu. Amanda dengan sangat bangganya memberi pernyataan di depan para wartawan. Bahwa wanita tidak harus melulu di dapur, sumur, kasur dan menjalani kehidupan biasa. Wanita pun bisa menjadi luar biasa asal diberi kesempatan.
"Bu Amanda, apa pesan anda kepada seluruh wanita yang mungkin menonton liputan ini?" tanya salah seorang wartawan lokal, ketika Amanda sudah berjalan meninggalkan panggung penghargaan dan hendak menuju ke luar gedung.
"Untuk seluruh wanita, ketika ada yang menghentikan langkah kalian, maka singkirkan penghambat itu. Kalian semua bisa sukses asal memiliki kemauan yang keras dan bertekad untuk tidak mau diatur oleh keadaan. Atau siapapun yang kalian rasa tidak berhak."
Amanda terus melangkah, berjalan di atas arogansi dan kebanggaannya sebagai pemenang. Pemenang atas hidupnya sendiri.
Disaat perempuan lain tengah sibuk dipusingkan oleh masalah rumah tangga, seperti kekerasan fisik maupun verbal, perselingkuhan suami dengan pelakor, serta drama ipar dan mertua. Amanda justru menjadi potret wanita masa kini yang pantang mengikuti alur.
Ia tidak pernah mau mengikuti peraturan yang biasanya dipaksakan bagi kaum wanita. Yakni lahir, sekolah tak perlu tinggi, pandai memasak, menikah dengan pilihan orang tua, hamil, diam dirumah mengurus anak. Kemudian menerima perlakuan sekitar tanpa bisa melawan, tua, lalu mati. Amanda membuat dunianya sendiri.
"Bu, bagaimana soal rencana pewaris perusahaan ibu nanti?. Bu Amanda kan sudah cukup berumur sekarang dan belum menikah."
Kali ini Amanda menghentikan langkah. Ia menatap tajam ke arah awak media yang melontarkan pertanyaan tersebut. Ia selalu heran pada kebiasaan manusia di negri ini, yang suka ikut campur urusan pribadi orang lain.
"Anda sekarang berbicara dengan wanita yang masih berusia 30 tahun. Yang usianya lebih tua dari saya tapi belum memiliki anak juga banyak. Jadi saya masih memiliki waktu untuk memikirkan hal tersebut." ujarnya.
"Lagipula itu ranah pribadi saya, kenapa pertanyaan seperti itu sampai masuk ke dalam daftar list pertanyaan yang kalian buat. Bukankah itu tidak sopan?" lanjutnya lagi.
Awak media itu pun terdiam, sementara Amanda melanjutkan langkah dengan perasaan kesal. Ia masih tidak habis pikir pada orang yang tujuan hidupnya hanya untuk beranak pinak.
Padahal wanita dilahirkan dengan kapasitas dan kemampuan yang sama dengan pria. Setidaknya itulah yang ia pahami dalam benaknya selama ini.
"Bu, kenapa ibu diem aja?. Ada masalah?"
Pak Darwis, supir Amanda bertanya. Ketika mereka telah berada di dalam perjalanan pulang. Sebab sang supir tersebut memperhatikan raut wajah Amanda yang terlihat jengkel.
"Nggak pak, biasa aja." jawab Amanda.
"Ada awak media yang nanya-nanyain ranah pribadi saya. Soal nikah dan punya anak." lanjutnya lagi.
"Nggak usah di pikirin bu, orang kita ya emang begitu. Suka nanya kapan nikah, kapan punya anak. Sedangkan pernikahan mereka aja kadang nggak bahagia, anak-anak mereka nggak keurus." ucap pak Darwis.
"Ya begitulah pak, biasalah. Ntar juga sama media di tambah-tambahin itu omongan saya tadi, pasti heboh besok beritanya. Dibilang saya nggak mau nikah lah, nggak mau punya anak. Nanti pasti banyak yang nyinyir ke saya."
"Ya resiko jadi orang terkenal bu. Ibu kan belakangan udah mulai terkenal. Istri saya saja yang orang biasa sering jadi bahan ghibah tetangga." ujar pak Darwis.
Amanda tertawa kecil. Matanya kini tertuju pada kaca mobil yang memperlihatkan bangunan kota serta mobil-mobil lain yang lalu-lalang.
Jujur sejak Nindya bicara soal siapa pewarisnya kelak, ditambah pertanyaan yang dilontarkan awak media tadi, Amanda jadi benar-benar kepikiran soal siapakah nanti yang akan menggantikannya.
Ia adalah anak tunggal dan hanya memiliki sedikit kerabat dekat. Itupun tinggalnya berjauhan, bahkan ada yg di luar negri.
Ia mau saja mengangkat anak dari panti asuhan. Tapi jika ia tidak memiliki anak kandung, maka garis keturunan keluarganya akan terputus. Mau tidak mau ia harus memiliki anak dari rahimnya sendiri.
Tetapi ia sendiri enggan menikah. Ia tak ingin terikat dengan siapapun dan dengan aturan apapun. Ia tidak ingin tunduk dan menurut pada orang lain. Apalagi seseorang itu baru saja hadir dalam hidupnya.
Dan lagipula hidupnya kini sangat tenang. Ia memiliki kebebasan finansial dan juga waktu banyak untuk memanjakan dirinya sendiri. Belum tentu pada saat menikah nanti, semua akan sama seperti ini.
Belum lagi jika mendapatkan suami yang merupakan hasil produk patriarki. Yang menganggap wanita itu adalah makhluk yang harus selalu tunduk dibawah perintahnya.
Menganggap wanita sebagai pajangan yang harus disimpan rapat-rapat, dan digunakan apabila ia membutuhkannya di ranjang. Bertugas hanya seputar dapur, sumur, dan kepuasan laki-laki semata.
Harus melayani laki-laki dan keluarga laki-laki. Sementara laki-laki terkadang tak menghormati keluarga perempuan. Begitulah yang sering ia lihat disekitarnya. Namun jika tidak menikah, bagaimana ia bisa memiliki anak.
***
"Surrogate Mother."
Keisha, salah satu mahasiswi Amanda di sebuah kampus memberi saran padanya. Ketika Amanda bercerita mengenai keinginannya untuk memiliki anak.
Amanda sendiri selain CEO sebuah perusahaan. Ia juga masih menjadi dosen pengajar, untuk mata kuliah Desain Komunikasi Visual disebuah universitas swasta. Ia mengajar karena iseng dan ingin melihat suasana lain, selain kantornya.
"Sistem ibu pengganti gitu?. Berarti anak si laki-laki dan perempuan itu dong, bukan anak saya?" tanya Amanda.
"Bisa koq, sel telurnya tetep punya mbak Amanda." jawab mahasiswi itu.
"Itu gimana sistemnya?" Amanda penasaran
"Biasanya kan, kalau ibu pengganti itu kebanyakan disewa rahim dan juga sel telurnya. Untuk kemudian dibuahi oleh laki-laki yang ingin memiliki anak." ujar Keisha.
"Iya tau." tukas Amanda dengan tetap memperhatikan.
"Itu namanya Genetic surrogacy, yaitu sewa rahim dengan sel telurnya." ujar Keisha lagi.
"Oh, oke." Amanda manggut-manggut.
"Nah cara lain juga ada, mbak. Namanya Gestational surrogacy, yaitu sewa rahim aja.
"Gimana tuh?" tanya Amanda.
"Itu misalkan mbak Amanda mau punya anak, tapi nggak mau hamil. Jadi pake sistem bayi tabung atau vertilisasi in vitro gitu deh. Sel telur mbak Amanda sama benihnya pasangan diproses di tabung gitu." jawab Keisha.
"Iya, terus?"
Amanda masih belum mendapat poin dari pembicaraan tersebut. Otaknya agak sulit mencerna pagi ini.
"Terus kalau udah jadi, dimasukkan ke rahim si ibu pengganti ini. Dia yang hamil, tapi anaknya tetep anak mbak Amanda dan pasangan. Cuma numpang berkembang doang di rahim ibu pengganti itu. Itu kalau mbak Amanda nya nggak mau hamil ya, tapi kalau mau dan rahim mbak sehat. Bayi itu bisa dikandung di rahimnya mbak Amanda sendiri."
"Oh ada ya sistem ribet kayak gitu?" Lagi-lagi Amanda bertanya.
"Mbak Amanda kemana aja selama ini?" tanya Keisha.
"Banyak loh artis-artis luar negri yang kayak gitu. Contohnya Nick Jonas sama Priyanka Chopra, Paris Hilton sama suaminya dan lain-lain. Mereka punya anak kandung, tapi dititip di rahim orang." lanjutnya kemudian.
Amanda pun menghela nafas.
"Saya nggak terlalu paham sama dunia perkembangbiakkan. Saya aja nggak kepikiran selama ini." jawab wanita tersebut.
"Mending mbak Amanda cari aja dulu calon papanya, baru mikirin anak-anaknya." ujar Keisha.
Amanda tersenyum bahkan kini tertawa.
"Tapi selain itu ada nggak ya sistem lain yang lebih alami?" tanya nya kemudian.
"Mungkin ada mbak."
"Apa?"
"Mmm?"
Keisha berpikir.
***
"Nikah siri."
Rani menjawab pertanyaan Amanda ketika ia akhirnya pulang dari kampus, dan mengutarakan niatnya untuk memiliki bayi.
Sebab tadi di kampus Keisha gagal memberikan jawaban, atas pertanyaan terakhir yang ia lontarkan.
"Nikah siri?" tanya nya seraya mengerutkan dahi.
"Iya, kata lo kan nggak mau punya anak diluar nikah. Tapi lo juga nggak mau terlibat pernikahan yang sah secara hukum. Solusinya ya, nikah siri." jawab Rani.
"Lo tinggal nikah, hamil, melahirkan, abis itu minta cerai. Kalau laki lo nggak mau menceraikan, tinggal lo bikin kesel aja. Pasti lo diceraikan." imbuhnya lagi.
"Hahaha, gila lo ya. Otak lo nyampe aja kesitu."
Amanda memakan gorengan bakwan yang dibuat oleh Rani. Dari dulu Rani memang selalu iseng di dapur dan pasti ada saja yang ia buat.
"Ya iyalah, itu solusi paling simpel loh. Dari pada lo kumpul kebo. Lo bisa punya anak, laki lo juga nggak bisa nuntut gono-gini kalau lo cerai."
"Iya juga sih. Tapi masalahnya gue nggak punya calon." ucap Amanda.
"Ya cari dong, Amanda. Main aplikasi dating kek." ujar Rani.
"Kayak aplikasi MINDER gitu?. Atau Hallo Ya?. Atau OKE jadian?" tanya Amanda lagi. Ia menyebut nama beberapa aplikasi dating yang saat ini tengah hits.
"Ya gitu deh, mau cari dimana lagi lo. Pasti nggak mau kan lo, nikah sama karyawan lo sendiri?" tukas Rani.
"Iyalah, kan mau cerai ujungnya. Kalau sama karyawan gue, ntar abis cerai ketemu mulu dan jadi canggung." jawab Amanda.
"Lagian bakalan jadi nggak enak juga sama karyawan lain, kalau mereka tau gue menikahi satu diantara mereka. Ntar gue baik dikit ke laki gue karena dia berprestasi, dibilang gue nepotisme." lanjutnya kemudian.
"Nah makanya, lo download aja itu aplikasi." ujar Rani lagi.
***
Di salah satu ruangan kampus, masih dihari yang sama.
"Kamu udah telat bayar uang semester beberapa hari, Arka."
Seorang wanita tampak berujar pada Arka.
"Tolonglah bu, kasih saya kesempatan. Saya lagi ngumpulin uang juga." jawab Arka.
"Emangnya kamu nggak kerja?. Bukannya sering wara-wiri di iklan."
"Itu honornya udah dibayar lama, bu. Bukan kontrak selama iklan masih tayang."
Wanita itu tampak menghela nafas dalam-dalam.
"Saya itu udah sering loh kasih kamu keringanan. Beberapa semester belakangan ini kamu selalu bermasalah dalam hal pembayaran. Kampus lain udah otomatis cuti kalau nggak bayar, disini doang kamu bisa mengajukan permohonan dan masih dipertimbangkan." ujarnya.
"Makanya kuliah itu sesuai kantong orang tuamu aja. Nggak mampu koq maksa kuliah di kampus yang nggak terjangkau." lanjutnya lagi.
Arka tersentak mendengar ucapan wanita yang merupakan dosen sekaligus staf administrasi di kampusnya tersebut. Ia tak menyangka seorang yang terpelajar bisa berbicara kasar seperti itu.
"Bukannya pendidikan adalah hak setiap warga negara?" tanya Arka seraya menatap dalam ke mata wanita itu.
"Dan tau diri adalah keharusan semua manusia." jawab wanita itu dengan nada ketus.
Arka makin terdiam mendengar hal tersebut. Jika bukan karena kesabarannya yang tinggi, dan ia tidak ingat siapa yang sedang dihadapinya. Pasti ia sudah melayangkan sebuah pukulan, saling kesalnya.
"Sudah, sana keluar!"
Arka diusir dan ia pun melangkah keluar dengan kemarahan yang tertahan. Ingin rasanya ia berteriak namun takut mengundang perhatian.
***
"Erwin, 35 tahun."
"Klik."
"Wah Match."
Amanda mengklik suka kepada beberapa orang di sebuah aplikasi dating yang telah ia download. Dan ternyata klik tersebut pun match dengan orang yang ia pilih. Orang tersebut ternyata telah terlebih dahulu mengklik suka pada akun Amanda.
"Erwin, Bima, Fajri, Doni, Miko."
Amanda mendapatkan banyak Match. Beberapa diantara mereka langsung mengirimkan chat pada Amanda, Amanda pun segera membalas.
Karena saat ini ia sudah sangat kepikiran soal ahli waris. Ia ingin mencari laki-laki yang mau menikahinya secara siri dan memberinya anak dengan segera.
Hari pertama ia janji bertemu dengan Erwin. Di bio-nya tertulis, jika Erwin adalah seorang laki-laki yang sukses sebagai pialang saham.
Fotonya banyak berdiri di samping mobil sport, diantaranya Ferrari dan juga Lamborghini. Tipikal laki-laki yang suka pamer menurut pandangan mata Amanda.
Sebenarnya Amanda tidak terlalu menyukai tipe laki-laki yang seperti itu. Namun Nindya berkata, tak kenal maka kenalan lah. Agar kita mengetahui lebih dalam tentang pribadi orang yang dimaksud.
Karena apa yang kadang terlihat di sosial media dan apapun persepsi yang kita bangun mengenai hal tersebut, belum tentu begitu kenyataannya.
Amanda menunggu Erwin di sebuah kafe. Ia mengenakan simpel dress di atas lutut, dengan belahan dada agak rendah. Tak lama kemudian Erwin pun tiba.
Ketika sampai, tanpa basa-basi ia segera mencium pipi Amanda dari belakang. Amanda pun terkejut dan tergolong bengong.
"Hai." ujar Erwin kemudian.
Amanda memperhatikan Erwin, rasa emosinya saat dicium tadi masih memuncak. Ingin rasanya ia menyiramkan kopi panas ke wajah pria itu. Namun Amanda ingat jika ia adalah seorang wanita dewasa dan juga CEO yang cukup terkenal.
Ia tidak ingin reputasinya hancur hanya karena masalah seperti ini. Ditambah sekarang ini banyak orang yang asal rekam kejadian dan asal memberi caption demi konten. Publik bisa saja salah persepsi dan justru malah Amanda yang mendapatkan masalah.
Amanda lalu memaksakan sebuah senyum kepada Erwin, meski hatinya begitu meluap-luap rasanya.
Erwin sendiri adalah tipikal eksekutif muda yang cukup arogan. Terlihat dari caranya berbicara serta menjelaskan sesuatu di sepanjang percakapan.
Ia selalu bersikap mendominasi dan sok paling tau segalanya, apalagi saat membicarakan bisnis. Amanda yang juga memiliki sifat keras, merasa tak cocok dengan tipe laki-laki seperti itu.
"Bagaimana, apa kita akan lanjut ketemu?" tanya Erwin ketika mereka melanjutkan obrolan di dalam mobil, dan berjalan-jalan mengitari kota Jakarta.
Sejujurnya sudah sejak didalam kafe tadi, Amanda ingin menyudahi semua ini. Ia memberitahukan segalanya pada Rani, mengenai betapa menyebalkan sosok Erwin. Tetapi Rani bilang coba lagi saja, jangan menyerah dulu.
Amanda pun akhirnya menuruti ucapan sahabatnya itu, ia mau saja saat Erwin mengajaknya berjalan-jalan dengan Aston Martin miliknya.
"I don’t know." jawab Amanda.
"Loh kenapa?"
Tangan kiri Erwin mulai mengelus-elus bagian paha Amanda. Amanda yang terkejut itu pun langsung menepisnya.
"Kenapa sih, sayang?" tanya Erwin seakan heran.
Pria itu menghentikan mobilnya, lalu secara serta merta memaksa hendak mencium bibir Amanda. Amanda pun memberontak dan,
"Buuuk."
Satu tonjokan keras mengenai mata Erwin.
"Aaaakh." Erwin mengeluh kesakitan.
"Buka mobilnya atau saya teriak." ujar Amanda.
Erwin membuka lock pintu mobilnya dan sesaat kemudian Amanda keluar sambil membanting pintu. Ia pun buru-buru menghubungi Rani.
"Gue nggak mau sama ini laki-laki." ujarnya.
"Loh kenapa?" tanya Rani heran.
"Belum apa-apa udah kurang ajar, jijik gue. Dia pikir gue ini cabe-cabean yang silau ngeliat hartanya dia. Yang mau-maunya aja diapain sama cowok, demi dikasih duit dan naik mobil mewah. Gue punya duit dan mobil mewah sendiri, anjir."
Amanda kemudian dijemput oleh supirnya. Ia sudah tidak tau dimana Erwin berada kini. Butuh tujuh hari bagi Rani dan juga Nindya untuk membujuk Amanda, agar mau berkencan lagi dengan pria lain. Mereka tak ingin usaha Amanda kali ini sia-sia.
Amanda pun lanjut bertemu dengan Bima. Mereka janjian di kafe yang sama, karena Amanda malas mencari tempat lain. Ia bertekad tak mau lagi, jika diajak berjalan-jalan dengan menggunakan mobil. Ia hanya ingin didalam kafe itu saja.
"Ya, nggak mau. Pokoknya kalau nikah sama aku, kamu harus berhenti kerja. Kalau kamu kerja, nanti siapa yang ngurus aku dan anak-anak?. Yang masak dan beresin rumah siapa?. Percuma dong aku nikahin pake biaya mahal, kalau istri nggak bisa ngurus segala keperluan aku dan anak-anak. Rugi udah keluarin uang."
"Jadi menurut kamu perempuan itu kamu nikahi, sama aja kayak kamu beli?" tanya Amanda.
"Ya, emang menikah itu untuk membeli orang yang bisa ngurus keperluan kita kan?" ujar Bima.
Amanda lalu pura-pura ke toilet, ketika akhirnya mereka beradu argumen mengenai pernyataan tersebut. Ia lalu pergi meninggalkan Bima dan memblokir nomornya di kontak.
"Lo kenapa lagi?"
Kali ini Nindya yang bertanya, di dalam conference call bersama Rani.
"Ya belum apa-apa udah ngatur gue dan maksa minta berhenti kerja. Enak aja, emang dia tau rasanya membangun perusahaan itu lelahnya kayak apa." ujar Amanda.
"Dia bilang rugi nikahin dan keluar biaya, kalau perempuannya nggak bisa ngurus dia di rumah. Cari aja babu, nggak usah cari istri. Kalau ujungnya istri dijadikan asisten rumah tangga." lanjutnya kemudian.
Amanda berkata dengan emosi yang meluap-luap. Sementara baik Nindya dan Rani masih fokus mendengarkan.
"Cowok patriarki gitu muak banget gue ngeliatnya, dari awal chat udah ngatur-ngatur gue. Kenapa belum pulang jam segini, perempuan nggak baik jam segini masih diluar. Padahal gue didalam kantor bukan diluar, dan itu posisi gue abis meeting." gerutunya.
"Belum lagi dikit-dikit minta fotoin gue sama siapa aja. Ngeliat ada karyawan laki laki duduk deket gue, langsung ngamuk. Pengen banget gue sleding kepalanya."
"Ya udah cari yang lain, jangan yang kayak gitu." ujar Nindya.
***
"Pokoknya kalau nikah nanti, kita tinggal dirumah orang tua aku. Supaya aku bisa berbakti sama ibuku."
Fajri, sang pengusaha saffron yang ditemui Amanda dihari berikutnya. Memberikan syarat jika Amanda ingin menikah dengannya.
Yakni, ia tidak ingin tinggal terpisah dari sang ibu. Amanda belum mengatakan jika ia hanya ingin menikah siri dan belum resmi.
"Aku mau tanya, ibu kamu usianya berapa?" tanya Amanda.
"60 tahun." jawab Fajri.
"Ibu kamu dalam keadaan sakit?" tanya nya lagi.
"Kamu nyumpahin ibu aku?" Fajri mendadak emosi.
"Bedakan antara pertanyaan dan menyumpahi." ujar Amanda seraya menahan kesal.
"Nggak koq, masih sehat banget. Masih ikut arisan sana-sini, masih jalan-jalan naik motor, nyetir mobil sendiri." jawab Fajri.
"Aku itu tipikal orang yang mau ngurus orang tua. Tapi ketika orang tua itu memang sudah tidak memungkinkan lagi untuk tinggal sendiri. Aku cuma nggak mau tinggal di rumah mertua." ujar Amanda.
"Ya nggak bisa gitu dong. Gimana mau berbakti sama ibu aku, kalau kita nggak tinggal di sana. Saudara aku aja lima orang udah menikah semua, masih tinggal sama-sama dengan ibu."
"Fajri, itu namanya nyusahin bukan berbakti. Kalau sudah menikah itu sebaiknya mencari tempat tinggal sendiri. Untuk meminimalisir salah paham atau pertengkaran, antara mertua, menantu, dan juga ipar."
"Lagian ngapain kamu mau bertengkar sama ibu aku dan ipar kamu?. Belum apa-apa udah mau bertengkar. Posisi kamu itu istri, harus nurut sama suami."
Kencangnya suara Fajri, membuat pengunjung kafe agaknya salah paham. Mereka mengira Fajri dan Amanda memanglah suami istri yang saat ini tengah bertengkar.
"Bukan itu."
"Terus kenapa nggak mau tinggal sama orang tua aku?"
"Iya gue nggak mau, bodo amat."
Amanda sudah lelah menjelaskan, ia membiarkan saja semua anggapan itu terjadi.
"Ya udah kalau kamu nggak mau. Perempuan kayak kamu itu, yang suka memisahkan anak dari keluarganya."
"Laki-laki kayak lo, goblok." ujar Amanda.
Fajri beranjak. Namun sebelum ia bergerak, Amanda sudah mendahuluinya. Ia kini menelepon Rani dan Nindya.
"Skip, yang ini maunya di ketek emaknya mulu. Mau nikah siri aja ribet, anjir."
Hari-hari berikutnya, Amanda bertemu dengan beberapa orang lagi yang ia kenal melalui aplikasi dating.
Namun seperti hari-hari sebelumnya ia tetap tidak menemukan orang yang sesuai kriteria, seperti yang ia mau.
Hingga suatu ketika, saat ia sudah mulai kelelahan mencari. Ada satu nama lagi dalam daftarnya yang belum ia temui.
Ya, Doni. Pemuda yang tidak menyebutkan berapa usia dan apa pekerjaannya itu, membuat Amanda cukup malas untuk bertemu. Namun ia dipaksa oleh Rani maupun Nindya.
"Iya-iya, ini gue temui." ujar Amanda dengan nada malas di telepon. Ia berbicara pada Nindya dan juga Rani.
Kali ini ia tidak menemui calon suaminya di kafe. Karena Doni memintanya bertemu di sebuah kampus. Mungkin dia dosen, pikir Amanda.
Akhirnya Amanda pun tiba, dari jauh Doni melambaikan tangan. Karena sepertinya ia mengenali wajah Amanda, yang sama persis cantiknya seperti di foto.
Sementara Amanda sendiri tak begitu jelas melihat wajah Doni, karena Doni berada di dalam kantin kampus. Kaca dari luar kantin tersebut agak buram karena debu.
Amanda terus melangkah mendekat ke arah Doni. Namun kemudian, tiba-tiba di sisi sebelah ada seorang mahasiswi yang sedang dirundung oleh mahasiswi lainnya.
Tak lama kemudian seorang pemuda tampan, bertubuh tinggi dengan wajah semi Latin, serta kulit sedikit coklat muncul. Lalu ia membela gadis yang tengah dirundung tersebut.
Langkah Amanda terhenti melihat makhluk bertubuh sexy, yang memiliki hati bak malaikat itu. Tak lama kemudian ia pun berbisik pada supirnya.
"Cari tau tentang dia, kemungkinan dia dosen disini. Dan jangan lupa tanyakan berapa yang dia mau, usahakan dia harus mau."
Supirnya mengangguk. Amanda tersenyum, ia lalu berbalik menuju ke arah mobilnya. Kemudian ia menelepon Nindya.
"Gue udah mendapatkan apa yang gue cari." ujarnya masih sambil tersenyum.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 294 Episodes
Comments
Yara
Makin seru, sayang baru tau novel ini sekarang
2025-02-21
0
Kundang Junaedi
ga bosen baca novel cerita ini..seru ceritanya bagus
2024-09-11
0
Naura Adam
bikin geregetan
2024-05-28
1