Arka masuk kedalam mobil tersebut. Tak lama kemudian Liana pun menyusul dan duduk disisinya.
"Kita mau kemana?" tanya Arka pada Liana.
"Pak, jalan pak!"
Liana memerintahkan supir untuk segera tancap gas. Sementara ia tak menjawab pertanyaan Arka, bahkan menoleh pun tidak.
Arka tak banyak bicara lagi setelah itu. Ia hanya diam saja ketika akhirnya mobil yang membawa mereka tersebut mulai merayap. Toh kalau terjadi hal yang tidak diinginkan, dia bisa melawan kedua orang ini dengan tangannya sendiri.
Arka jago beladiri, sementara kekuatan dua lawannya ini tak akan sepadan bila berhadapan dengannya. Sang supir terlihat sudah berumur dan tampak seperti orang yang jarang berolahraga. Sedang Liana sendiri bertubuh mungil dan terlihat lemah. Jika ada apa-apa, tinggal pukul sekali pasti langsung pingsan pikirnya.
Beberapa saat berlalu, mobil tersebut berhenti disebuah rumah mewah dan besar, yang berdiri di sebuah kompleks perumahan elite. Arka melangkah perlahan ketika pintu mobil tersebut di buka. Ia memperhatikan halaman yang begitu luas membentang dihadapan matanya.
"Ayo!"
Liana mengajak Arka melangkah ke dekat pintu utama. Mereka langsung disambut oleh beberapa asisten rumah tangga yang tersenyum dengan ramah seraya membungkukkan badan.
"Anita." Liana menyebut nama seseorang.
"Iya, bu Liana."
Seorang asisten rumah tangga berwajah manis pun mendekat kepada Liana dan Arka.
"Ini tuan Arka, calon suaminya ibu Amanda. Tolong perlakukan dia dan layani dengan baik."
Arka diam saja ketika Liana mengatakan hal tersebut, sebab ia pun bingung harus berkata apa.
"Baik, bu." jawab Anita seraya masih tersenyum dengan ramah.
"Kalau ada apa-apa, telpon saya." ujar Liana lagi.
"Baik, bu." jawab Anita kemudian.
"Arka, saya harus pergi. Saya harus mengurus baju pernikahan, orang yang menikahkan kalian dan juga dekorasi tempat. Ibu Amanda menyerahkan semuanya sama saya."
"Oke." jawab Arka singkat.
Liana pun pergi menaiki mobil yang tadi. Sementara kini Arka masih terpaku didepan pintu rumah tersebut. Ia masih ragu apakah ia harus melangkah maju, atau mundur dan menyudahi semua ini sebelum terlambat.
"Tuan Arka, ayo masuk!"
Arka menatap Anita yang tersenyum. Ia menghela nafas panjang, sebersit keraguan masih menyelimuti hatinya. Namun detik kemudian Arka pun mantap melangkahkan kaki. Ia berjalan sambil memperhatikan rumah dengan segala isinya yang terkesan mewah tersebut.
Jujur tak pernah ia melihat rumah sebesar itu sebelumnya, meski didalam proses syuting sekalipun. Rumah-rumah yang kerap menjadi lokasi saat ia syuting hanyalah rumah standar, yang berada di kompleks perumahan standar pula.
Tetapi rumah ini, lebih mirip seperti kastil. Bahkan rumah ini adalah rumah paling megah, diantara rumah-rumah lain yang berdiri di sekitar.
Ia penasaran seperti apa sosok Amanda sang pemilik rumah ini. Karena sepanjang mata melihat tak ada satupun foto Amanda yang terpajang disana. Hanya ada beberapa lukisan yang menggantung didinding. Mungkinkah Amanda itu jelek, pikirnya.
"Ah, yang penting dia kaya dan bisa dimanfaatkan hartanya." gumam Arka.
"Toh kalau seandainya harus berhubungan suami-istri, tinggal matikan saja lampu." lanjutnya lagi.
Arka dibawa menuju ke sebuah kamar, ternyata kamar itu juga besar. Seperti ruangan president suite pada sebuah hotel bintang lima.
Ada kamar mandi, ruang tamu, kulkas, televisi, sofa, serta laptop gaming. Arka terpukau dengan semua itu, seketika otak jahatnya pun keluar.
"Baiklah Amanda, kita lihat apa aja yang bisa gue bawa keluar dari rumah ini."
Arka tersenyum, namun dalam hatinya ia tertawa jahat. Ia tak lagi ragu untuk menjadi seperti teman-temannya, yang bisa memanfaatkan orang lain demi mendapat kesenangan.
Sudah terlalu banyak kesusahan yang ia rasakan. Saat ini ia hanya ingin merasakan kegembiraan, kemewahan, dan kekayaan yang berlimpah.
***
"Selamat sore."
Dua orang masuk ke kamar Arka, tepat setelah beberapa saat ia berada dikamar itu. Arka terkejut, namun kemudian Anita pun hadir diantara mereka.
"Tuan Arka, dua orang ini adalah karyawan dari desainer terkenal. Mereka ingin mengukur badan tuan Arka untuk pembuatan beberapa suit, yang mungkin nanti berguna untuk tuan." ujar Anita seraya tersenyum.
Arka lalu mengiyakan, para karyawan desainer itu mulai meminta izin untuk mengukur badannya. Selesai di ukur, ia melihat katalog warna dan model suit yang diproduksi oleh mereka.
Arka terdiam melihat harganya yang mencapai puluhan juta rupiah. Namun kemudian ia pun tersenyum penuh kemenangan. Kesempatan jangan di sia-siakan, pikirnya.
"Saya pilih yang model ini dan ini." ujar Arka kemudian.
Mereka mencatat keinginan Arka, lalu beranjak meninggalkan tempat itu. Ketika semuanya keluar, Arka mengunci pintu lalu merebahkan diri ke atas tempat tidur yang begitu empuk dan besar.
"Hhhh." Arka menarik nafas dan lagi-lagi tersenyum.
"Enak juga jadi orang kaya." ujarnya sambil menatap langit-langit kamar.
"Kalau kayak gini, gue nggak usah capek-capek kerja. Tinggal gue minta aja duitnya itu cewek sesuka hati."
Tak lama kemudian Arka teringat pada kedua sahabatnya. Ia lalu menelpon Rio dan juga Doni yang kebetulan tengah berada di kost masing-masing.
"Serius, bro?" tanya Doni antusias.
Rio pun tak kalah antusiasnya, mereka senang akhirnya Arka mengambil keputusan yang tepat.
"Apa gue bilang, kerjaannya enak." ujar Doni sambil tertawa-tawa.
"Yoi, bro. Lahir batin enak ini mah, no debat." ujar Arka sambil senyum-senyum sendiri.
"Untung belum diambil orang, bro." celetuk Rio.
"Kalau diambil orang, sayang banget tuh." lanjutnya lagi.
"Gue pernah bilang sih kemaren-kemaren sama Rio. Kata gue, kalau sampe si Arka nolak nih. Jujur dia bego banget, kata gue. Inget nggak Ri, yang gue bilang gitu?" tanya Doni.
"Iya gue inget." jawab Rio.
Arka tertawa-tawa.
"Apa susahnya membuntingi perempuan." Rio membuat mereka bertiga makin terkekeh.
"Yoi, bro. Cuma perlu satu alat doang." timpal Doni.
"Hahaha." Ketiganya lalu tertawa.
"Tok, tok, tok." Tiba-tiba terdengar sebuah ketukan.
"Bro, ntar gue telpon lagi ya." ujar Arka.
"Oke, oke." jawab Rio dan Doni nyaris diwaktu yang bersamaan. Arka pun mematikan handphone dan membuka pintu.
"Mmm, ya." jawab Arka pada tiga orang asisten rumah tangga yang tengah berdiri.
"Tuan Arka, ada pesan dari ibu Amanda. Tuan Arka disuruh makan."
"Ah, oke." jawab Arka..
"Silahkan tuan!"
Arka berjalan mengikuti salah satu asisten rumah tangga, sementara yang dua lagi ada di belakangnya. Ia dibawa keruang makan yang lebih mirip ruang makan kerajaan. Dimana ada meja mewah yang cukup panjang dengan banyak kursi. Arka duduk disalah satu kursi tersebut dan tak lama makanan pun disiapkan.
"Silahkan!" ujar salah satu asisten rumah tangga pada Arka.
Arka diam, ia tidak biasa jika makan dilihat banyak orang. Namun para asisten rumah tangga tersebut akhirnya mengerti, mereka lalu meninggalkan Arka sendirian disana. Arka mengeluarkan handphone dan memfoto makanan tersebut, sebelum akhirnya disantap sampai habis.
***
Sementara di penthouse, Amanda tengah mereguk segelas wine. Ketika Nindya begitu bersemangat berbicara padanya.
"Akhirnya itu bocah, mau?" tanya Nindya sambil tak henti-hentinya tersenyum bahagia.
Amanda mengangguk lalu mereguk habis wine yang ada ditangannya tersebut, dan menambahkan lagi dari botol.
"Wah selamet ya, selamet melendung." tukas Nindya.
"Uhuk." Amanda tersedak lalu tertawa.
"Gue belum bayangin itu sih. Gue tanya-tanya ke temen kita yang lain, katanya malam pertama itu sakit banget." ujar wanita itu.
"Ah, nggak juga. Gue langsung enak koq. Besoknya gue yang minta lagi, nggak lama gue tekdung." ujar Nindya.
"Lo jangan ngasih harapan palsu ya, Nin. Ntar kalo sakit, gue gebuk lo besoknya."
"Hahaha. Asal si Arka nya pinter, enak koq." ujar Nindya lagi.
Amanda kini tersenyum.
"Apalagi pas hamil, Man." ujar Nindya.
"Maksudnya?"
"Iya tetep begituan pas hamil. Hmm, luar biasa rasanya. Nyut-nyutan gimana gitu."
"Emang boleh ya?." tanya Amanda.
"Boleh, asal kandungan lo sehat. Dia ngeliatin lo, sambil perut lo dielus-elus gitu. Beh, rasanya kayak melayang di udara."
Amanda membayangkan, namun detik berikutnya.
"Ah udah ah, ngomongin itu mulu. Geli kan gue jadinya." tukas wanita itu.
"Geli jijik, apa geli mau?" Nindya menaik-naikkan alisnya.
"Nindy, ih."
"Cie-cie yang mau nikah."
"Apa sih, Nin?. Kayak anak SMP deh." Wajah Amanda bersemu merah.
"Gue jadi bridesmaids, ya." ujar Nindya lagi.
"Orang nikah siri doang pake bridesmaids segala, lagu." Amanda sewot namun setengah tertawa.
"Ye justru itu, itu momen bersejarah lo." tukas Nindya.
"Mungkin seumur hidup, sekali itu doang lo bakalan nikah. Kan lo nggak pernah mau punya suami, jadi ya momen gitu harusnya diabadikan buat kenang-kenangan." lanjutnya lagi.
"Iya sih." Amanda tampak berfikir.
"Udah, ntar gue yang atur." ujar Nindya kemudian.
"Tapi, gue nggak mau yang heboh banget ya. Nin."
"Iya, pokoknya simpel, elegan, aesthetic, instagram able."
"Jangan posting di instagram juga. Ntar bapak dan emak tiri gue tau." ujar Amanda.
"Ya kagak, Amanda. Maksud gue instagram able itu, kalau di foto dan di posting jadinya cakep. Bukan berarti harus di posting juga di sana."
"Ya udah deh, pokoknya lo atur aja."
"Sip."
"Hiiiiii." Nindya memeluk Amanda dengan gemas.
"Nin, sakit." ujar Amanda memberontak sambil tertawa.
"Gue seneng, Man. Akhirnya lo akan di jamah sama laki-laki."
"Apaan sih?"
Keduanya lalu kini sama-sama tertawa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 294 Episodes
Comments
Lela Lela
semoga hamil
2023-06-10
2
Eni Trisnawati Mmhe Winvan
😁😁😁😁😁😁
2023-04-06
0
epifania rendo
jangan sampai arka berubah jahat
2023-02-22
0