"Beneran mbak?. Mbak Amanda hamil?"
teriak mahasiswinya yang sering dicurhati Amanda, mengenai rencananya soal memiliki anak.
"Beneran, nih." Amanda memperlihatkan perutnya yang mulai membuncit.
"Ih, beneran loh." Mahasiswinya itu menyentuh perut Amanda.
"Ih beneran." ujarnya lagi dengan ekspresi wajah senang. Sementara yang lain ikut memperhatikan.
"Bukan lontong sayur kan, mbak?" seloroh mahasiswanya yang bernama Fahri. Fahri lalu di keplak kepalanya oleh Dito.
"Yang lontong sayur sama nasi uduk tuh, di perut lu. Perut kayak orang hamil lima bulan." ujar Dito diikuti tawa yang lainnya.
"Mbak Amanda jadinya nikah sama si berondong itu?" tanya Nadine seraya duduk disisi tempat tidur Amanda.
Mereka semua sudah seperti sahabat bagi Amanda. Mereka juga bukan tipikal manusia bocor dan sangat menjaga rahasia diantara sesama. Maka dari itu Amanda tak pernah ragu untuk bercerita banyak hal pada mereka.
"Iya, nikah. Kan gue udah bilang, kalau nggak nikah nggak mau. Kasian anaknya ntar dikata anak haram lagi."
"Iye, tau sendiri mulut orang kan." ujar Viona.
"By the way itu berondong tokcer juga ya, mbak. Bisa bikin lo takluk dan melendung. Jadi pengen tau orangnya yang mana." ujar Nadine.
"Amanda."
Tiba-tiba Arka masuk, Arka terkejut dengan suasana kamar Amanda yang cukup ramai. Sementara para mahasiswa dan mahasiswi Amanda, kini terpaku menatap Arka.
"Ganteng banget, anjay." Nadine berujar tanpa sadar.
"Tinggi lagi." timpal Viona.
"Arka, ini mahasiswa dan mahasiswi aku." ujar Amanda. Arka pun lalu tersenyum dan mendekat.
"Aaaaaa." Nadine dan Viona seakan meleleh.
"Norak banget sih lu berdua, malu-maluin." gerutu Dito pada dua teman wanitanya itu.
"Cabe-cabean, lu." timpal Fahri seraya mencubit lengan Nadine, namun gadis itu tak peduli. Ia masih saja menatap Arka.
"Hai." ujar Arka mengulurkan tangan. Mereka bergantian menyalami Arka.
"Tangannya mantep ya, wangi lagi." ujar Nadine masih terpesona menatap Arka.
"Ya, nggak kayak tangan Dito sama Fahri yang kasar dan bau terasi." timpal Viona.
Amanda menahan tawa demi melihat tingkah kedua mahasiswinya itu.
"Heh, enak aja bau terasi." Fahri membuat kepala dua gadis itu beradu.
"Sakit bego, Fahri." Gadis gitu kesakitan namun masih memandangi Arka.
"Amanda, aku sekarang mau pulang dulu. Mungkin aku kesini agak malem, ada banyak hal yang mesti aku urus. Aku mampir kesini sebentar, mau memastikan kamu baik-baik aja."
"Aaaaa, so sweet."
Nadine dan Viona berujar dengan senyum dan mata yang mengecil. Sementara Dito dan Fahri tampak sewot.
"Ya udah, kamu berangkat gih. Kamu selesaikan dulu urusannya. Ntar kalau udah kelar baru kesini."
Arka pun memeluk Amanda dan mencium kening wanita itu. Nadine dan Viona terduduk ke lantai layaknya tak bertulang.
"Aaaaaaaa."
Arka pamit dan meninggalkan tempat tersebut. Nadine dan Viona melambai-lambai kan tangan, namun ditepis oleh Fahri dan Dito.
"Plaaak."
"Sirik aja lo berdua." gerutu Nadine dan Viona dengan wajah sewot.
"Mbak Amanda, dia punya saudara nggak sih?" tanya Nadine.
"Temen gitu mbak?" timpal Viona.
"Heee, gatel." gerutu Dito.
"Kalau saudara, setahu gue nggak ada. Dia anak tunggal." jawab Amanda.
"Yah." Kedua gadis itu tampak kecewa.
"Tapi temennya ada." ujar Amanda lagi.
"Cakep nggak, mbak?" kedua gadis itu bersemangat.
"Cakep juga koq."
"Kenalin dong, mbak!" pinta Viona.
Amanda tertawa melihat tingkah kedua gadis itu.
"Iya nanti dikenalin." ujarnya kemudian.
"Asik." ujar mereka berdua kegirangan. Sementara Dito dan Fahri melebarkan bibir sampai kuping.
***
Hari itu Arka begitu sibuk mengurus keperluan orang tuanya. Ada banyak berkas yang harus ia siapkan dan tanda tangani. Setelah selesai barulah ayahnya menjalani operasi transplantasi ginjal, yang sudah dipersiapkan oleh pendonor.
Suasana di muka ruang operasi tersebut sangat tegang, Arka dan ibunya dilanda kecemasan. Meski bukan ayah kandungnya, namun dialah laki-laki yang memberi status pada ibu Arka sebagai istri, dan memberi Arka sosok ayah dalam hidupnya.
Laki-laki itu banyak berjasa untuknya dan ia belum siap kehilangan. Masih banyak hal yang ingin Arka berikan pada kedua orang tuanya itu.
Beberapa jam berlalu, pintu ruang operasi pun terbuka. Dokter mengabarkan jika semuanya berjalan baik dan lancar. Arka dan ibunya bersyukur, karena dapat bernafas dengan lega kini. Ibu Arka sampai menangis di pelukan sang anak saking senangnya.
Malam beranjak, Arka teringat akan Amanda ketika semua urusannya telah selesai. Ia menyambangi rumah sakit tempat dimana Amanda dirawat dan berlarian kesana. Arka membuka pintu ruangan Amanda dan ternyata wanita itu sedang makan.
"Ka."
Arka mendekat lalu memeluk dan mencium wanita itu. Amanda lalu menanyakan bagaimana urusan Arka, dan Arka pun mengabarkan jika semuanya berjalan dengan baik.
"Syukurlah kalau gitu." ujar Amanda kemudian.
Arka tersenyum, lalu meraih sendok ditangan Amanda dan menyuapi wanita itu.
"Ka."
"Hmm?"
"Makanannya tuh hambar tau."
"Namanya juga makanan orang sakit." ujar Arka sambil masih terus menyuapi Amanda.
"Aku pengen nasi padang, Ka." wajah Amanda berubah memelas.
"Nggak dulu ya, kamu makan ini dulu biar cepet sembuh."
"Ayolah, Ka. beliin aku nasi padang."
"Amanda, kamu tuh masih sakit loh."
"Kan aku bukan sakit pencernaan, Arka. Nggak apa-apa kalau aku makan nasi padang."
Arka diam, ia agak sedikit ragu. Takutnya dokter masih melarang istrinya itu, untuk makan apapun yang ia mau.
"Ayolah, Ka!. Aku mogok makan nih kalau nggak dibeliin. Biarin aku sama anak kita kelaparan."
"Ngancem nih ceritanya?" tanya Arka seraya tersenyum kecil.
"Iya." jawab Amanda.
Arka tak kuasa lagi menolak permintaan istrinya tersebut.
"Ya udah, aku beliin." Arka beranjak dan berjalan ke arah pintu.
"Ka."
"Hmm?" Arka kembali berbalik pada Amanda.
"Punya aku nasinya.pake rendang dua, tempe satu, sayuran, kuah sama cumi bakar."
Arka tertawa kecil lalu mengangguk.
"Apa lagi?" tanya nya kemudian.
"Kurang nggak ya?" tanya Amanda.
"Panci rendangnya mau aku bawain sekalian?" tanya Arka.
Amanda terkekeh.
"Udah, udah itu aja. Sama es kelapa deh, kasih kental manis."
"Kamu minum es pake gula, ntar bayinya gede di dalam. Susah kamu ngeluarinnya." ujar Arka.
"Jahat ih kamu doanya."
"Bukan doain, tapi kalau kebiasaan gitu bayinya bisa gede di dalam."
"Tapi aku pengen, Ka. Sekali ini aja." pintanya memelas.
"Ya udah, janji ya malem ini aja."
"Siap." ujar Amanda sambil nyengir. Arka pun lalu pergi meninggalkan tempat itu.
Beberapa saat berselang, Arka tiba dengan semua pesanan yang diminta Amanda. Ia datang dengan membawa dua bungkus nasi padang. Dengan porsi banyak lauk adalah milik Amanda. Tak lupa ia membelikan es kelapa yang juga diminta oleh wanita itu.
Arka membukakan makanan untuk Amanda dan meletakkannya di piring. Ia pergi mencuci tangan lalu menyuapi Amanda dengan tangannya.
"Udah Arka, biar aku aja. Kamu makan gih, kamu pasti belum makan kan dari tadi?"
"Udah nggak apa-apa, aku mah gampang. Yang penting kamu dulu."
Arka menyuapi Amanda, dan seperti biasa wanita itu makan dengan lahap. Seperti ada cacing besar Alaska yang menemaninya. Setiap kali Amanda makan, setiap kali itu pula Arka selalu tersenyum bahkan tertawa kecil. Karena Amanda seperti orang yang tidak pernah ada kenyangnya. Sejauh ini berat badannya pun keliatan sudah naik beberapa kilo.
"Ka, kamu makan gih!. Jangan aku mulu."
"Udah gampang ntar aja, kamu dulu."
"Sumpah ini enak banget, Ka. Kamu beli dimana sih?"
"Diseberang rumah sakit ini kan ada, buka 24 jam." jawab Arka.
"Sumpah, enak banget. Baru kali ini aku makan nasi padang yang menurut aku pas banget di lidah aku."
"Kamu di kasih apa juga mangap." ujar Arka.
Amanda terdiam, namun detik berikutnya ia malah nyengir.
"Iya sih, gara-gara anak kamu nih. Jadi gragas akunya. Dia nggak ada kenyangnya, Ka."
Arka tersenyum.
"Ibu bilang dulu waktu hamil aku, dia juga makan nggak berhenti-berhenti. Sampe ibuku malu sama papa karena makan mulu. Padahal waktu itu ibu belum nikah sama papa."
"Maksud kamu?" tanya Amanda heran.
"Ibu kamu udah hamil duluan, tapi belum nikah gitu?"
Arka terdiam, ia tidak tahu jika obrolannya akan sampai ke titik tersebut.
"Mmm, maaf, maksud aku." Amanda merasa tak enak sudah salah dalam bicara.
"Aku nggak tau ayah kandung aku siapa."
Arka mengungkapkan sebuah pengakuan yang membuat Amanda terdiam. Bahkan nafsu makannya yang menggebu kini perlahan berkurang. Ia melihat Arka yang tertunduk dihadapannya, Amanda lalu menghela nafas.
"Boleh aku dengar ceritanya?" tanya Amanda pelan-pelan. Arka pun mengangguk lemah.
"Ibuku dulunya perempuan polos. Dia jatuh cinta sama turis yang dia kira bakal tinggal selamanya disini. Dia orang keturunan eropa dan latin yang menetap di Jerman, tapi lagi berkunjung kesini." ujar Arka.
"Pantes, kamu kayak campuran latin gitu tapi ada kayak eropanya juga walau nggak putih banget. Dari awal juga aku udah duga kalau kamu punya darah campuran." ujar Amanda.
"Terus, ibu kamu hamil?" tanya wanita itu lagi. Arka mengangguk.
"Dan laki-laki itu pulang ke negaranya." ujar Arka.
"Walau dia tau ibu kamu hamil?" tanya Amanda lagi.
Arka kembali mengangguk.
"Tanpa pertanggung jawaban apapun?"
"Ya, nggak ada pertanggung jawaban dalam bentuk apapun." jawab Arka.
Lagi-lagi Amanda menghela nafas. Ia lalu menepuk bahu Arka dan mengusapnya perlahan.
"Udah, ah. Koq malah jadi curhat gini."
Arka tersenyum, namun matanya tetap menunduk. Seperti ada kesedihan yang berusaha keras ia tahan.
"Tapi kalau mau nangis, nangis aja Ka. Aku dengerin."
Arka menggeleng lalu tersenyum dan menatap Amanda.
"Kamu makan lagi ya." ujarnya kemudian.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 294 Episodes
Comments
then_must_nanang
jenenge crito pancen digawe ngene karo Author....
. Suwun thor
2025-03-16
0
Sulaiman Efendy
IBUNYA BODOH, MUSLIMAH. TPI DIZINAHI PRIA BULE LATIN KAFIR.. TAU SNDIRI PRIA KAFIR GK SUNAT ATAU DIHKITAN ALIAS KULUP...
2024-08-21
1
sylvia
🤣🤣😭
2024-06-09
1