"Apa boleh saya ikut?"
"Em, terserah bapak. Tapi ini cuma buka puasa biasa yang sederhana pak," jawab Marisa menerima berkas yang telah ditanda tangani itu.
"Tidak masalah, saya juga bisa kok makan makanan sederhana." Alvero terlihat sangat ingin berbuka bersama sekertaris yang disukainya itu. "Kosongkan semua jadwal saya sore ini. Nanti kita kesana sama sama," kata Alvero dan kemudian Marisa pamit kembali ke mejanya.
...----------------...
Saat jam pulang kerja Alvero berjalan menuju meja sekretarisnya. Marisa tengah bersiap siap, tiba tiba seorang wanita setengah baya masuk ke ruangan.
"Hai Al," sapanya. "Mama sengaja loh datang kesini mau ajak kamu buka puasa di restauran sama Papa dan Kakek," kata wanita itu sambil mencium pipi kanan dan kiri Alvero.
"Mama kenapa dadakan sih, aku udah ada janji Ma, next time aja gimana?" tanya Alvero.
"Emang kamu ada meeting ? Sekretaris kamu gimana sih, hari pertama buka puasa malah meeting," kesal wanita bernama Anita itu kepada Marisa.
"Ma, aku nggak ada meeting, aku udah janji duluan buka puasa sama sekertarisku Ma." Alvero langsung menjawab kata-kata mamanya, saat Marisa baru saja membuka mulut akan menjawab kata-kata Anita.
"Oh, kamu mau buka puasa sama sekretaris kamu ini." Anita menunjuk Marisa dengan telunjuk kanannya. "Eh, kamu jangan mimpi ya bisa menggoda anak saya. Kamu itu nggak selevel sama keluarga Wiguna. Kamu cuma sekretaris biasa, jangan mimpi bisa jadi anggota keluarga Wiguna." Anita mencaci Marisa.
Risa tersenyum, "Maaf Nyonya, saya bukan bermaksud menggoda Pak Alvero. Tapi Pak Al sendiri yang ingin ikut saya," jawab Marisa dengan masih tersenyum.
"Ma, Mama kenapa marah marah sih. Nanti puasa Mama batal lho," kata Alvero mengingatkan.
"Kalau begitu, kamu ikut Mama ya." Kata Anita tersenyum menghadap Alvero yang tingginya jauh diatasnya.
"Tapi Ma," Alvero enggan menuruti permintaan mamanya.
"Nggak ada tapi tapi. Kamu tega nolak keinginan Kakek kamu." Anita mencoba meluluhkan Alvero.
"Tidak apa pak, saya bisa pergi sendiri kok." Marisa mengambil tasnya.
"Yaudah, tapi next time kita buka puasa sama sama ya," kata Alvero yang tak tega jika kakek yang disayanginya kecewa.
"Insya Allah pak, saya permisi pamit dulu. Mari Nyonya." Marisa berpamitan dan segera keluar dari ruangannya.
Setelah Marisa menghilang dari ruangan itu, mama Alvero kembali mengomeli anaknya.
"Al, kamu jangan deketin sekertaris kamu itu ya. Dia itu nggak selevel sama kita," omel Anita.
"Kenapa memangnya Ma, aku berhak untuk menyukai siapapun. Marisa gadis yang baik kok, selama kerja disini Al nggak pernah melihat ada yang aneh dari dia. Dia baik ke semua orang Ma."
"Al, Mama nggak peduli dia seperti apa, yang Mama peduli itu kamu. Sampai saat ini Papa kamu masih belum memberikan sahamnya ke kamu. Dengan hanya 10 persen saham kamu nggak akan bisa menguasai perusahaan ini Alvero. Kamu seharusnya menikah dengan anak keluarga Darmawan supaya kamu bisa mendapatkan saham mereka."
"Ma, kenapa sih pikiran Mama cuma harta harta dan harta. Apa Mama nggak mikirin kebahagiaan aku?"
"Justru karna Mama mikirin kebahagiaan kamu Al. Mama melakukan semuanya supaya kamu berada di posisi tertinggi perusahaan ini. Bagaimana kalau papa mu memberikan sahamnya kepada anak sialan itu." Hati Anita terasa sakit ketika menyebut anak dari suaminya dengan wanita lain.
"Ma, udah lah aku percaya dia nggak akan merebut kekuasaan aku. Mama tenang ya, ayo kita pergi sekarang."
Mereka pun pergi ke sebuah restauran mewah, dimana mereka akan buka puasa.
***
"Maaf ya, aku terlambat" Marisa menarik kursi kosong disebelah Ratna, tepat dihadapan Elvan. Karna hanya itu kursi kosong satu satunya di meja mereka. Rumah makan yang menjual ayam dan bebek itu terlihat ramai. Penuh dengan pengunjung yang menanti datangnya adzan maghrib.
"Iya nggak papa, lagian juga adzan masih lama," kata Ratna. "Kamu tadi dipeseni ayam bakar sama Kak Elvan." Ratna melirik kearah Elvan.
"Oh... iya.." Marisa mengikat rambutnya yang kini dikuncir kuda. "Aku emang udah chat Mas Elvan tadi," katanya dengan pipi merona. Bahkan untuk mengakui mereka dekat pun Marisa masih sangat malu malu.
Elvan terdiam. Sepertinya, dia hanya menikmati kecantikan wanita yang tengah duduk tepat dihadapannya. Dia bahkan tak mendengar ocehan Ratna yang sedari tadi membuat pipi gadis impiannya itu merona.
"Emang kalian udah sedeket apa sih?" Tanya Galih yang kini ikut penasaran. Sementara Dea kekasihnya, hanya menyimak saja.
"Em,,, aku cuma chating aja kok. Nggak sedeket itu," jawab Marisa masih malu-malu. "Ya kan Mas?" Marisa kini mencari dukungan dari Elvan yang masih saja senyum senyum menikmati pemandangan indah di depannya.
Ratna dan Galih memperhatikan Elvan. Laki laki tampan berhidung mancung itu masih saja terpaku tak mengeluarkan sepatah kata pun. Hingga Galih yang duduk di sebelahnya pun iseng ingin mengerjainya.
"Van, Risa ngajakin nikah tuh!" Teriaknya di telinga Elvan sambil menepuk pundak sahabat sekaligus bos nya di bengkel tempatnya bekerja. Ya, Elvan memiliki bengkel motor yang Ia rintis bersama Galih.
"Apa? Serius Ris? Kapan aku harus ngelamar kamu? Atau kita ketemu ayah kamu dan langsung menikah?" tanya nya gelagapan karena kaget sekaligus bahagia bercampur aduk.
"Hahahahaha" Galih dan Ratna tertawa terbahak bahak. Bahkan Dea dan Bimo yang sedari tadi hanya menyimak pun ikut tertawa, melihat tingkah Elvan yang seperti anak kecil tak sabar diajak rekreasi. Sementara Marisa terlihat bingung.
"Kok kalian ketawa sih?" Elvan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Sedikit bingung apakah reaksinya barusan terlalu berlebihan.
"Jadi kalian udah bener bener serius?" Tanya Galih setelah berhasil menghentikan tawanya.
"Enggak gitu Mas Galih. Aku sama Mas Elvan cuma chat biasa kok. Kita aja baru ketemu tiga kali ini," kata Marisa jujur. Karna semenjak pertemuannya dengan Elvan sebulan lalu, ia memang tak pernah jalan berdua dengan Elvan.
Pertemuan kedua mereka terjadi di bengkel Elvan yang pada saat itu Marisa menemani Ratna pergi ke bengkel menyusul kakaknya yang akan menginap di rumah Elvan namun meninggalkan dompetnya dirumah. Sementara Ratna yang tengah menginap di rumah Marisa terpaksa mengantar dompet kakaknya itu karna sang ibu yang begitu khawatir.
"Ya kan emang kamu yang nggak pernah mau jalan sama aku," kata Elvan serius. "Kalau aja aku nggak ngajak mereka buka bersama kamu juga pasti nggak mau kan buka puasa sama aku?" tanya Elvan.
Galih dan Ratna terdiam. Membiarkan Marisa dan Elvan berbicara menyampaikan isi hatinya.
"Emmm.. maaf Mas, aku emang nggak pernah jalan berdua sama laki-laki. Aku takut timbul fitnah, lagian aku juga nggak mau pacaran Mas," kata Risa.
"Kalau kamu nggak mau pacaran, gimana kalau kita langsung menikah." Elvan serius.
Semua terdiam. Termasuk Marisa. Hanya suara berisik orang orang dimeja lain yang terlihat tengah sibuk mempersiapkan buka puasa pertama meraka. Hingga terdengar suara adzan dari radio yang diputar rumah makan tersebut. Semua masih terdiam.
"Alhamdulillah," ucap Galih setelah suara adzan selesai. "Kita berdo'a dulu terus langsung makan ya. Nanti kita cari masjid terus sholat jamaah," katanya mencoba mencairkan suasana.
Sementara Elvan masih terus menatap Marisa. Berharap segera mendapat jawaban dari Marisa.
Semua berdo'a dalam hati. Marisa dan Elvan pun terdiam sambil menikmati buka puasa mereka. Diawali dengan kurma yang dibagikan gratis. Lalu mereka melahap nasi yang telah dihidangkan di meja. Marisa dan Elvan sesekali saling menatap. Lalu melanjutkan lagi makanannya.
"Sayang aku mau coba ayam bakar punya kamu dong?" pinta Ratna menghadap Bimo yang artinya membelakangi Marisa.
"Kamu mau aku suapin?" tanya Bimo yang sebenarnya memang laki-laki romantis.
"Malu ah sayang sama kak Galih." Ratna menolak.
"Dih, tau malu juga kamu," sahut Galih.
"Dih, Kakak fokus aja sama kak Dea. Jangan ngupingin aku," kata Ratna.
"Siapa juga yang ngupingin. Orang semua bisa denger kok," kata Galih lagi.
"Udah udah. Selesaikan makannya cepat, katanya mau sholat jamaah. Nanti keburu habis waktu maghribnya," kata Dea menengahi.
Mereka pun menghabiskan makanannya masing masing. Elvan yang terus memperhatikan Marisa berfikir semakin dalam.
Apa Marisa nggak mau nikah sama aku? Kenapa? Sepertinya dia juga suka sama aku. Kenapa dia nggak mau pacaran, langsung nikah juga sepertinya nggak mau. Jadi dia kenapa. Batin Elvan.
Kenapa Mas Elvan memperhatikanku seperti itu. Apa benar dia mencintaiku dan tidak akan mempermainkan aku. Batin Marisa
***
Setelah selesai makan mereka menuju sebuah masjid. Orang orang yang telah selesai sholat pun baru saja keluar dari masjid.
Karna hanya mereka berenam yang sholat, akhirnya Elvan yang menjadi Imam.
Marisa, Ratna dan Dea sholat ditempat khusus wanita. Mereka masih bisa mendengar suara Elvan memimpin sholat, karna masjid itu hanya dibatasi dengan tirai kain untuk memisahkan tempat sholat laki laki dan perempuan.
Marisa yang mendengar suara Elvan melantunkan ayat ayat suci merasa tersentuh. Laki laki itu suaranya terdengar begitu merdu. Membuatnya semakin jatuh hati pada pria berkulit putih yang jauh di lubuk hatinya sangat ia sukai.
***
Setelah sholat mereka memutuskan pulang kerumah. Kini mereka berada dihalaman masjid tempat mereka memarkir kendaraannya. Marisa yang akan pulang bersama Ratna dan Bimo menumpang mobil Bimo pun dicegah oleh Elvan.
"Aku antar kamu pulang ya." Elvan memegang tangan Marisa.
"Aku pulang sama Ratna aja Mas. Kan deket juga," kata Marisa.
Ratna yang sepertinya paham jika Elvan butuh waktu bicara berdua pun akhirnya ikut membantu Elvan. "Sory ya Ris, kayaknya aku sama Bimo mau mampir ke rumah Bimo dulu deh," kata Ratna sambil memberi kode kepada Bimo.
Sementara Galih telah pergi dahulu mengantar kekasihnya pulang.
"Oh iya bener Ris. Aku sekalian beli martabak yang deket komplek mutiara itu yang antri lumayan lama. Soalnya ibu aku pesen itu tadi." Bimo tersenyum mengerti kode Ratna untuk membiarkan Marisa pulang bersama Elvan.
"Kebetulan Bim, berarti cuma ada aku kan ya yang bisa nganter Risa pulang," sahut Elvan tersenyum senang, ia menang telak.
"Udah Ris, kamu pulang sama Kak Elvan aja. Nggak mungkin lah dia macem-macem sama kamu," kata Ratna meyakinkan sahabatnya itu.
"Yaudah, aku sama Ratna balik dulu ya. Kalian hati-hati," kata Bimo mengepalkan tangannya yang kemudian disambut Elvan. Toss.
"Oke kalian juga hati-hati." Elvan melambaikan tangannya setelah mobil Bimo melaju.
Sementara Marisa masih terdiam. Anak rambutnya yang diterpa tiupan angin melambai lambai membuatnya terlihat semakin menggemaskan dimata Elvan.
"Jadi kita pulang atau sekalian teraweh disini?" Elvan menurunkan kepalanya menatap lebih dekat wajah Marisa yang sedari tadi masih menunduk.
"Kita pulang aja Mas," jawab Marisa.
"Emmmm. Kamu mau aku ajak mampir ke rumahku tidak? Sebentar aja. Deket kok dari sini. Aku mau ambil jaket sebentar," kata Elvan sambil menaiki motor sportnya. Lalu menyerahkan helm kepada Marisa.
"Iya terserah Mas Elvan saja. Tapi jangan lama lama ya," kata Marisa.
"Siap." Elvan mengangkat tangannya sigap seolah memberi hormat.
Marisa tersenyum.
Mereka pun menuju ke rumah Elvan. Angin malam itu memang terasa menusuk. Karena mereka dikawasan yang tidak terlalu ramai kendaraan. Udara dingin terasa menembus kulit Marisa. Hingga tak berapa lama mereka memasuki sebuah gang yang cukup lebar. Elvan menghentikan motornya setelah sampai di rumah sederhana yang terlihat asri dihiasi tanaman tanaman hias di terasnya dengan pagar bercat biru setinggi pinggang Elvan.
"Mau masuk atau tunggu disini," katanya saat telah memasuki halaman rumah.
"Aku tunggu disitu aja Mas, kan Mas Elvan cuma sebentar," kata Marisa menunjuk kursi yang ada di teras rumah.
"Yaudah, aku masuk dulu. Kamu tunggu sini ya jangan kemana-mana," kata Elvan.
Marisa pun tersenyum lalu duduk di kursi teras. Sementara Elvan langsung masuk ke dalam rumah.
Selang beberapa menit kemudian, keluar seorang laki laki tua dari dalam rumah.
"Kamu temennya Elvan? Kok nggak masuk rumah nak?" tanya laki laki tua tersebut.
"Oh iya pak, saya tunggu disini saja," jawab Marisa sopan.
"Panggil kakek saja. Saya kakeknya Elvan." Sang kakek lalu duduk di kursi sebelah Marisa, yang hanya dibatasi meja saja.
"Saya Risa kek, temennya Mas Elvan." Marisa menyalami tangan kakek Elvan dan mencium punggung tangannya.
"Kakek baru tahu kalau Elvan punya temen perempuan. Kakek pikir Elvan itu temennya laki laki semua," kata kakek yang dibalas dengan senyum oleh Risa.
"Baru kali ini Elvan bawa temennya perempuan pulang. Apalagi cantik sekali seperti nak Risa," puji kakek.
"Emm trimakasih Kek, tapi saya tidak secantik itu," ucap Marisa malu.
"Iya, bener, kamu cantik kok. Elvan itu hari hari cuma di bengkel saja. Apalagi semenjak ibunya meninggal." Kakek terlihat sedih mengingat kematian putrinya yang tak lain adalah ibu Elvan.
"Udah lah kek, Bunda udah tenang di alam sana," sahut Elvan yang tiba-tiba keluar dari dalam rumah. "Aku antar pulang yuk Ris, entar nggak keburu sholat tarawihnya," kata Elvan sambil memakai jaketnya.
"Kalau gitu Risa pamit dulu kek." Marisa berpamitan dan mencium tangan kakek Elvan.
"Hati hati dijalan Van, jangan ngebut, kakek juga mau langsung susul nenek ke masjid," kata kakek.
"Iya Kek, Elvan pergi dulu." Elvan pun mencium punggung tangan kakeknya.
Elvan menyerahkan jaket yang telah ia bawa kepada Marisa. Jadi, Elvan memang keluar rumah membawa dua jaket.
"Kamu pakai jaket aku biar nggak masuk angin." Menyerahkan jaket kepada Marisa. "Tenang ini nggak bauk kok." Terkekeh setelah Marisa menerimanya.
"Mas Elvan ini, makasih ya Mas." Marisa memakai jaket Elvan. Elvan yang sudah diatas motor menunggu Marisa memakai jaketnya, dan menyerahkan helm kepada Marisa.
Mereka pun melanjutkan perjalanan. Kembali berbaur dengan mobil dan motor yang lain. Ditemani lampu kota yang semakin menambah kesan romantis. Elvan tersenyum dibalik helmnya, mengamati Marisa yang tampak menikmati suasana.
Sementara Marisa yang mencoba mengalihkan rasa gugupnya, memilih untuk melihat kiri kanan jalan. Seakan membaca nama nama toko yang berbaris rapi.
"Ris, mau mampir beli makan dulu nggak buat sahur nanti?" tanya Elvan yang kini membuka kaca helm nya.
"Apa Mas..? Nggak kedengeran.." tanya Marisa setengah berteriak sambil mendekatkan kepalanya dengan kepala Elvan. Suara deru mesin yang bersahut sahutan ditambah angin yang bertiup tiup. Membuat Marisa tak lagi mendengar jelas suara Elvan.
"Kamu mau mampir beli makanan dulu nggak, buat sahur nanti." Elvan juga setengah berteriak dan menghadapkan wajahnya kearah Marisa. Membuat mereka saling menatap. Wajah mereka begitu dekat.
Ya Allah. Mas Elvan ganteng banget dari deket gini. Apalagi senyumnya, Ya Allah. Jika dia jodohku maka dekatkan kami Ya Allah, jika bukan, segera beri petunjukmu sebelum kami saling menyakiti. Batin Marisa
Ya Allah, bener bener cantik kamu Marisa. Rasanya aku pengen cepet cepet milikin kamu. Elvan
Jika saja Elvan tak ingat sedang menyetir, pasti dia akan berlama lama dalam posisi itu. Sayang sekali karna sekarang Ia harus fokus lagi ke jalan didepannya. Daripada harus terjadi kecelakaan yang malah melukai wanita pujaannya.
"Yaudah kita mampir ke warung padang Bunda aja Mas. Bolehkan?" tanya Marisa masih setengah berteriak.
"Okee" Elvan tersenyum puas. Ia masih ingin berlama lama dengan Marisa, sehingga Ia harus mencari alasan untuk bisa menahan Marisa walau hanya sementara.
Mereka pun sampai di warung masakan padang yang dimaksud Marisa. Warung padang yang terkenal enak itu begitu ramai pengunjung.
"Mas, ramai banget, kayaknya bakalan lama deh. Gimana?" tanya Marisa setelah melepas helmnya.
"Kamu tunggu sini bentar, aku yang pesenin aja. Kamu mau apa?" Elvan menawarkan diri.
"Nggak usah Mas." Marisa menolak.
"Udah, biar aku saja. Sekalian beliin kakek nenek."
Setelah Marisa menyebutkan pesanannya. Elvan segera masuk memesan makanan dan membayarnya. Kemudian Ia kembali ketempat Marisa menunggunya.
"Udah aku pesenin, nanti dianter pegawainya kesini," kata Elvan.
"Emm. Mas aku boleh tanya nggak?"
"Boleh, mau tanya apa?" Elvan duduk tepat disamping Marisa.
"Mas Elvan cuma tinggal sama kakek nenek aja?"
"Iya, aku tinggal sama mereka, Bunda udah meninggal delapan tahun lalu," jawab Elvan lalu menundukkan kepalanya. Ada kerinduan yang mendalam saat mengingat ibunya tercinta.
"Maaf ya Mas, aku jadi bikin Mas Elvan sedih," sesal Risa.
Elvan tersenyum.
"Enggak kok, aku juga pengen ceritain semua ke kamu," ucap Elvan.
"Kalau ayah kamu kemana Mas?" tanya Risa sedikit ragu.
Elvan menarik nafas dalam dan menghembuskannya dengan kasar.
"Sebenarnya, ayahku udah bahagia dengan keluarganya," jawabnya tegar. Ada rasa tidak suka dibalik senyum paksanya.
Apa ayahnya menikah lagi ya. Tapi aku tidak tega kalau tanya lebih jauh. Batin Marisa
"Oh iya Ris, sebelumnya kamu tinggal dimana? Kata Galih, kamu ngekost sejak masuk kuliah." Elvan merubah pembahasan mereka dengan membahas kehidupan Marisa.
"Aku dulu tinggal di rumah Bude aku Mas, kakaknya Ibu, tapi aku pengen mandiri jadi aku ngekost deh," kata Marisa.
"Kenapa kamu nggak tinggal sama ayah kamu?" tanya Elvan yang masih penasaran.
"Aku dari dulu emang pengen kuliah disini Mas, biar lebih gampang cari kerja. Dulu aku lahir dan sekolah sampai SMA di kota S, tapi setelah Ibu meninggal, ayah memutuskan untuk pulang ke kampung setelah aku lulus SMA, dan akhirnya aku kuliah dan kerja di kota ini," jawab Marisa yang kembali mengingat masalalunya.
Tak lama pesanan mereka pun datang, dan mereka memutuskan untuk melanjutkan perjalanan ke kost Marisa.
***
"Kayaknya terawihnya udah mulai dari tadi Mas," kata Risa setelah mereka sampai di kost Risa.
"Iya sepertinya Ris." Elvan melepas helmnya. "Ris, boleh aku mampir sebentar, ada yang mau aku obrolin."
"Disini aja Mas, nggak enak kalau dilihatin orang lewat," kata Marisa sambil menyerahkan helm kepada Elvan.
"Jadi gimana perasaan kamu ke aku Ris?" tanya Elvan yang menginginkan jawaban Marisa.
"Maksud Mas Elvan apa sih?" Marisa tersipu malu.
"Ris, aku suka dan cinta sama kamu Ris. Apa aku salah mengartikan kalau kamu sebenarnya juga suka sama aku?" tanya Elvan yang memang merasa Marisa telah menyukainya.
"Aku belum bisa jawab sekarang Mas. Maaf," kata Marisa dengan tertunduk.
"Aku kasih waktu kamu satu bulan lagi Ris, aku akan tunggu jawaban kamu."
"Mas Elvan serius?"
"Aku bener bener serius Ris. Kakek udah lihat kamu. Aku akan minta restu dari kakek. Setelah itu aku akan melamar ke ayahmu," ucap Elvan serius.
"Baiklah bulan depan setelah lebaran aku akan memberi jawabanku Mas."
"Baiklah, semoga kamu memang tulang rusukku yang selama ini aku cari," kata Elvan
"Aamiin.. Yaudah Mas Elvan pulang sana belum sholat Isya belum sholat tarawih juga."
Eh.. Dia mengamini kata kataku. Berarti emang dia juga berharap menjadi tulang rusuk ku kan. Ya Allah semoga memang dia jodohku. Aamiin. Batin Elvan
"Aku pulang dulu ya, kamu juga langsung mandi terus sholat. Jangan tidur malem, biar nggak telat bangun sahurnya." Elvan lalu memakai kembali helm nya.
"Iya mas, jaketnya aku cuci dulu Mas. Makasih ya udah antar pulang sama makanannya," kata Marisa.
"Iya sama sama."
Emang itu tujuan aku kasih jaket Ris, biar ada alasan ketemu lagi. Elvan.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
Chelsea forever28
bab panjang banget 😁😁
kalau di bandingin dng pk rete 10 banding 1 🤣🤣
jng jng Alvaro dn Elvan saudaraan 🤔🤔
2024-02-23
0
Uwie Yanti
modus recehan biasanya jitu Yo Elvan.....🤭😘
2023-12-09
0
Yucaw
Elvan anak laki" yg d mksd mmnya Alvaro ya?? duhh..serumit itu kisahnya,kasihan Elvan,dia anak baik,Alvaro pun sebenarnya baik kayaknya,cm mamanya mata duitan 😅😅
2023-05-28
0