"Seminggu ini aku tidak bisa hidup dengan baik Van. Setiap saat aku selalu memikirkan keadaanmu. Aku merasa bersalah, aku merasa berdosa, aku sungguh menyesal telah melakukan hal senista ini padamu." Tangan Adit meraih jemari Vanya lembut, mengusapanya perlahan sambil terus menatap wanita itu tanpa henti.
Vanya langsung berpaling salah tingkah. "Sudahlah, Mas Adit! Lebih baik selesaikan dulu saja urusan kita. Toh ini yang jadi kemauanmu dari awal," ketus Vanya.
Enggan membuang banyak waktu tak berharga dengan bualan Adit, Vanya segera mengambil pulpen untuk menandatangi berkas-berkas perceraian mereka. Ia membuka lembaran file satu-persatu tanpa membacanya terlebih dahulu. Tangannya cekatan membuka penutup pulpen dan mulai menandatangani semua file itu tanpa rasa ragu. "Ini yang kamu mau 'kan, Mas! Aku sudah lakukan." Vanya menutup file itu. Kemudian mendorongnya ke tengah meja pertanda urusannya dengan Adit sudah selesai.
Tubuh Adit kembali merosot saat tinta itu resmi tergores sempurna. Adit tidak menyangka bahwa ia sudah menceraikan Vanya di babak pertama. Pria itu langsung berlutut di lantai sambil meraung-raung. "Ya Tuhan. Apa yang aku lakukan? Aku telah berbuat jahat. Aku gagal menjadi suami yang baik untuknya."
Adit menyesal sejadi-jadinya, ia meninju marmer hingga tangannya membiru. Seluruh harapannya hancur sampai tubuhnya bergetar hebat dan tak mampu bangun dari posisi keterpurukkan.
Adit kembali teringat pada masa-masa dulu. Masa saat mereka baru saja menikah dan berjanji untuk menjaga satu sama lain. Adit juga masih ingat bagaimana ia mengucapkan janji suci di hadapan tamu hadirin kala itu. Dengan menyebut nama Tuhan, ia berjanji akan slalu setia berada di samping Vanya sehidup, semati, dan selamanya.
Namun Gara-gara kebodohan Adit, kini kenangan bahagia itu telah sirna. Menorehkan luka hingga membekas di hati Vanya selama-lamanya. Harapan wanita itu sudah hancur sampai ia lebih memilih mati daripada hidup tersiksa.
"Aku tahu kesalahanku tak akan termaafkan meski aku sudah berkali-kali meminta maaf Van. Tapi tolong berikanlah aku kesempatan untuk memperbaiki semua ini."
Adit terus memukul-mukul tubuhnya seperti orang kesetanan. Membuat Vanya tak kuasa melihat penyesalan terdalam pria itu. "Aku bodoh! Aku bodoh! Aku bodoh! Suamimu bodoh!"
Vanya memotong kegilaan Adit. "Cukup, Mas! Aku memaafkanmu!"
Akhirnya Vanya mengatakan kalimat yang seharunya tidak ia ucapkan. Hati kecilnya jadi pilu kembali saat melihat Adit seperti itu.
"A-apa aku tidak salah dengar, Van?" Wajah lusuh itu mendongak cepat, iris kecoklatannya mengerjap dan berusaha menatap Vanya lekat-lekat. Dua katup bibirnya kembali bergetar mendengar kalimat 'memaafkan' yang keluar dari bibir Vanya.
Dalam sesaat Vanya hanya bisa menunduk dan menangis. Ia tidak berani menatap Adit dan memilih bungkam sepasrah-pasrahnya.
"Tadi kamu bilang mau memaafkanku 'kan, Vanya?" ulang Adit penuh penekanan pada nada bicaranya.
"Jawab Van! Aku tidak salah dengarkan," paksa Adit.
Vanya masih terdiam sejenak. Ia meremas jari-jemari, mencoba mentralkan pikiran dan hati nurani yang tak pernah bisa sejalan. Hatinya memaafkan, tapi otaknya sangat bertolak belakang dan memilih membenci Adit. Setelah puas memaki diri dalam hati, Vanya berkata lagi, "Aku tidak tahu."
Seperti ada ragu yang merasuki isi kepala, Vanya menggeleng layaknya angsa bodoh. "Mungkin iya aku memaafkan, tapi tidak akan pernah bisa melupakan. Luka yang kamu berikan kepadaku bukan hanya menyakiti secara sepihak, tetapi menghancurkan seluruh harapan yang pernah kita buat selama ini, Mas Adit!"
Vanya ikur berlutut ke bawah sofa. Ia melepas dua kepalan tangan Adit dan mengusap darah yang keluar dari batang jari-jemari pria itu dengan tissu yang baru saja diambilnya.
Tak peduli dengan sakit di tangannya, Adit berusaha meluluhkan hati Vanya agar mau berjanji padanya.
"Aku menyesal Van, aku benar-benar menyesal," lontar Adit dengan ungkapan geram pada diri sendiri. Sebenarnya pria itu sempat ragu dan mencoba membatalkan rencana barter dengan Marco. Sayangnya Marco yang licik menolak dengan alasan hitam di atas kertas. Jika sampai pembatalan itu terjadi, Marco dan Vanya akan terseret ke dalam penjara karena kasus hutang.
Hingga akhirnya waktu penebusan itu tiba, dengan terpaksa Adit membawa Vanya menemui pria mengerikan yang kini sukses membelenggu istrinya.
Vanya menjawab, "Sebaiknya lupakan semua itu Mas! Lagian penyesalanmu tidak ada gunanya lagi, sebentar lagi kita akan resmi berpisah," ujar Vanya mengingatkan jika Adit lupa.
Pria itu langsung menghambur dan memeluk Vanya seerat mungkin. "Aku mencintaimu, Van. Aku tidak bisa berpisah denganmu. Tolong bertahanlah sampai perjanjian ini selesai. Kumohon Van ...," sesal Adit memelas iba.
Vanya mengusap punggung Adit, lembut. Mencoba menenangkan hati suaminya yang sebentar lagi akan berstatus mantan. "Aku tidak bisa janji Mas. Bahkan untuk membayangkan seperti apa kehidupanku satu setengah tahun kedepan saja tidak mampu." Vanya melirih penuh ketidak berdayaan.
Nasi sudah menjadi bubur, tak ada gunanya menyesali semua yang sudah terjadi. Saat ini Vanya hanya mengharapkan satu hal, yaitu mati agar dapat terbebas dari jerat ambigu yang Marco lakukan kepadanya.
Adit mendongak. "Ya Tuhan, aku tidak pernah menyangka bahwa keegoisanku akan berakhir seperti ini."
"Penyesalan memang datangnya terakhir Mas. Tapi satu hal yang perlu kamu tahu, meskipun aku marah dan sangat membencimu, tapi hati ini masih milikmu Mas Adit! Jadi teruskanlah hidup dengan baik karena ini merupakan keinginanmu."
Vanya mencoba membebaskan rasa bencinya terhadap Adit. Wanita itu mengusap air mata Adit dengan hati lapang, lalu mendekatkan wajah semakin lekat, ia menjatuhkan bibir ranumnya di atas bibir Adit untuk terakhir kalinya. Kedua manusia yang sama-sama hancur itu saling melepaskan rasa ambigu yang menyeruak di dada.
Braak!
Pintu dibuka keras-keras sampai Vanya dan Adit melepas pelukkannya. Mereka menoleh ke ambang pintu secara bersamaan.
"Tu-tuan?" kejut Adit mulai mencicit. Buru-buru ia menjaga jarak dengan Vanya agar Marco tidak salah paham.
"Lancang sekali kau menyentuh apa yang sudah menjadi milikku!" Wajah Marco sudah merah padam. Matanya menyala-nyala seakan hendak membakar tubuh Adit saat itu juga. Hawa dingin menyeruk di mana-mana. Melihat kemarahan pria itu, tak seharusnya Adit membalas ciuman Vanya bukan?
Apakah kita akan dipanggang mati, aku benar-benar merasa sedang mengantarkan nyawa. Otak Adit sudah berkelana ke mana-mana.
***
Hai. Aku datang menyapa. Semoga kalian mau terus baca sampai moment yang manis-manis tiba ya. Btw cerita ini mengandung plot pemecahan misteri gitu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 172 Episodes
Comments
Nanda Lelo
penyesalan emang datang di akhir
kalau d awal itu pendaftaran mas Adit 😁
2023-02-03
0
nadhira-nayla mom
baru kali ini baca novel nangis 😭😭😭😭
2022-12-01
1
❁︎⃞⃟ʂ𝕬𝖋⃟⃟⃟⃟🌺 ᴀᷟmdani🎯™
nyesek kan akhirnya
2022-11-26
0