Hero benar-benar menghiraukan semua panggilan Marco. Ia memilih menjelaskan langsung ketimbang bicara lewat telepon. Hero pikir tidak ada gunanya menjelaskan lewat panggilan telepon, ngomong langsung jauh lebih baik agar tidak terjadi salah paham yang berkepanjangan.
Dengan penuh keyakinan disertai tekat bulat yang sudah mantap jiwa, Hero memasuki ruangan Marco. Pria itu sedang sibuk berjibaku dengan layar monitor saat Hero datang.
"Kemana saja kau, Her? Apa kau tidak mendengar panggilanku? Ponselmu rusak? Sialan kau ya, berani sekali mengabaikan panggilanku sampai tiga kali!"
Marco menyambutnya dengan makian yang membombardir tanpa mengalihkan pandangannya dari layar pintar tersebut. Sambil menunduk sopan, Hero pun menjelaskan,
"Maaf Tuan, semua yang Anda lihat hanyalah kesalahpahaman. Nona Vanya duluan yang menggoda dan memeluk saya ... jujur saya juga kaget."
Kalimat yang Hero ucapkan membuat Marco sontak mendongak tajam ke arahnya. "Apa maksudmu, hah?"
"Eh!"
Hero ikut kaget mendapat pertanyaan seperti itu. Matanya berkeling-keling sesaat sampai pikirannya terbuka. Ah, sialan! Jangan-jangan Marco belum melihat aksi gila Vanya di CCTV? Sepertinya penjelasan dari perkara ini akan tambah susah kalau Marco saja tidak tahu duduk perkaranya bagaimana.
Marco pun bertanya kembali, kali ini nada suaranya mengarah pada keseriussan. "Aku menelponmu karena kelupaan berkas yang harus ditandangani tadi kutaruh di mana. Kenapa malah jadi bahas Vanya?"
Marco melempar tatapan tidak senang. "Memangnya apa yang kalian lakukan di hotel sampai kau ketakutan seperti itu, hah?"
Aih, bagaimana ini?
Dua rangkap sialan! Semuanya sudah terlambat, pura-pura bodoh pun tak ada gunanya karena Hero terlanjur membuka obrolan yang tak seharusnya dia ungkapkan duluan.
Tatapan Marco sudah berubah mengintimidasi. Membuat Hero merasa tersudut dan tak tahu harus berbuat apa.
Duh, susah menjelaskannya kalau Marco tidak melihat adegannya di CCTV. Harusnya Hero tidak gegabah dan sok tahu mengira Marco menelponnya gara-gara melihat CCTV. Jadi begini, 'kan?
Merasa kesal karena Hero tak segera menjawab, Marco pun berteriak. "Hei, jawab aku!"
"Ti-tidak melakukan apa-apa, Tuan." Hero langsung berjalan menuju etalase. Mengambil beberapa berkas yang ditanyakan Marco tadi. Pria itu semakin kikuk saat Marco tak hentinya menatap penuh curiga. Sambil menunduk takut, Hero meletakkan berkas itu di meja kerja Marco. "Ini berkasnya, Tuan."
Marco mengabaikan berkas pemberian Hero. Matanya tertuju intens pada risleting milik Hero yang posisinya setengah terbuka. "Apa yang kau lakukan bersama Vanya di hotel!" Pria itu menyakan pertanyaan dengan topik yang sama, seolah tidak puas dengan jawaban Hero barusan.
Hero yang tidak mau goyah pun juga memberikan jawaban yang sama dengan lantang. "Saya sungguh tidak melakukan apa-apa terhadap Nona Vanya, Tuan!"
"Benarkan tidak melakukan apa-apa!" Tatapan Marco terus mengarah pada bagian bawah ikat pinggang milik Hero yang sangat menusuk matanya. Ada wajah yang sengaja dibuat penuh keraguan oleh pria itu. Marco berkata kembali,
"Lantas kenapa risleting celanamu setengah terbuka?"
"Uhukk!" Sontak Hero langsung berbalik sambil menutupi bagian bawahnya. Pria itu segera menaikkan ristleting celananya secepat kilat.
Ah, kenapa aku bisa ceroboh begini, sih?
Hero kembali menghadap Marco. "Maaf Tuan, tadi saya ke toilet dulu sebelum ke sini. Tolong jangan salah paham dulu Tuan. Tadi nona Vanya memang sempat menggoda saya karena kesal. Tapi Anda tahu sendiri, saya bukan tipe pria seperti itu. Anda bisa cek melalui CCTV kalau tidak percaya."
"Memang apa yang Vanya lalukan kepadamu sampai kau gugup dan ketakutan seperti itu?" tanya Marco sambil menyilakan kedua tangannya di depan dada. Kemudian bersandar dan menatap Hero dengan posisi santai.
"Nona kesal karena saya hampir menolak permintaannya. Jadi nona pura-pura mengajak saya bermalam sambil memeluk saya."
"Benarkah?"
"Eum ... iya Tuan. Tolong jangan cemburu."
"Apa katamu!" Marco membentak murka. Aura di sekelilingnya mendadak berubah hitam. Membuat Hero serasa kehilangan pasokan udara dan kesulitan bernapas.
"Maaf ... saya tidak bermaksud." Pria itu menunduk tidak enak. "Tak seharusnya saya lancang Tuan. Saya akan menjelaskan semua detail kejadiannya, Tuan."
"Heuh." Marco hanya menghela kasar. Ia sendiri juga merasakan hal yang sama seperti tuduhhan Hero. Tak dipungkiri, Marco sedikit cemburu mendengar Vanya mengajak Hero menginap. Entah jalan pikiran apa yang sedang wanita itu pikirkan sampai brani menggoda sekretarisnya.
Hero segera menjelaskan detail kronologisnya agar kesalahpahaman itu segera tuntas. "Tadi nona Vanya tidak mau menandatangani berkas perceraian yang saya bawa Tuan, nona meminta dua syarat yang harus dipenuhi jika Tuan ingin nona cepat menandatanganinya. Karena syarat kedua tidak masuk akal, jadi saya menolak permintaan syarat itu, kemudian nona Vanya marah dan menggoda saya."
"Memangnya syarat apa yang dia minta?" tanya Marco penasaran.
Hero menjelaskan kembali. "Syarat pertama, nona ingin tuan Adit yang datang ke sana untuk meminta tanda tangannya langsung. Katanya mereka menikah secara baik-baik, jadi pisah pun harus dengan itikad baik dari kedua belah pihak," tutur Hero.
Marco mangggut-manggut, paham. "langsung panggil si gila harta itu, bawa ke hotel dan pastikan tidak ada interaksi mencurigakan yang terjadi di antara mereka berdua."
"Baik, Tuan!" jawab Hero sigap.
"Lalu syarat kedua?"
Hero sedikit terhenti dan ragu mengatakannya, namun akhirnya bicara juga. "Emp ... syarat kedua, nona bilang ingin dinikahi jika tuan hendak menyentuhnya. Nona bilang tidak suka perzinaan."
"Baiklah, setelah urusan perceraiannya beres. Aku akan menikahinya, tapi jangan katakan apa pun soal ini. Biar aku saja yang mengatakannya. Aku ingin mempermainkan wanita itu dulu sesuka hatiku," ujar Marco menjawab enteng.
Seketika itu juga Hero mengernyit bingung. "Tapi bagaimana deng—"
Marco memotong pembicaraan Hero secepat kilat. "Jangan terlalu ikut campur dengan urusan pribadiku. Pergi sana!"
"Baik, Tuan!" Mendengar itu Hero cukup tahu diri. Pria itu memukul paha di bawah meja—setengah gemas. Kemudian melangkah sambil menghela napas lega. Akhirnya aku lolos juga, persetan dengan urusan boss gila itu. Toh dia sendiri yang masuk ke dalam lubang neraka.
Selepas perginya Hero, Marco tersenyum puas dalam hati. Ia menengadah ke atas langit-langit sambil mengarahkan dua tangannya ke udara seperti menjangkau sesuatu.
"Ternyata kau masih sama seperti dulu Van, tidak suka perzinaan! Baguslah ... kau akan lebih dekat satu langkah lagi dengan rencana yang telah kususun secara matang!"
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 172 Episodes
Comments
Rara Kusumadewi
kayaknya Marco itu tidak balas dendam melainkan ingin memiliki Anya seutuhnya... alasannya nya aja mau balas dendam...
2023-10-12
1
princess purple
apa jngan2 marco dah punya calon jga yaaaa hmm
2023-04-15
1
princess purple
haiii thor, aki coba mampirr yaaa. tapi sejauh ini seru ceritanya dri awal baca
2023-04-15
1