MEMUTUSKAN

Reyhan pulang setelah memastikan Dila baik-baik saja. Tadinya ia mau menginap, tetapi hari sudah malam dan tidak mungkin menyuruh Anna membawa Kiano untuk datang.

"Sayang ... ada apa dengan mama?" tanya Anna

Reyhan duduk di tepi ranjang sembari menundukkan kepala. Anna duduk di samping sang suami sembari mengusap punggung belakang Rey.

"Sungguh aku tidak mengira mama telah menyembunyikan suatu luka yang besar, Ann. Senyumnya, kebahagian yang ia tunjukkan semua palsu," beber Reyhan pada sang istri.

"Apa maksudmu, Sayang?" tanya Anna.

Reyhan menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi saat ia datang. Pertengkaran antara Bastian dan Dila, serta bobrok mendiang Albert yang baru terbongkar selama ini.

Anna menitikkan air mata dan mengeleng tidak percaya jika nasibnya dan nasib ibu mertuanya ternyata sama, tapi Dila begitu tegar, demi Reyhan, wanita itu rela hidup dalam kebohongan.

"Aku tidak mengira nasib mama begitu," lirih Anna.

Rey mengangguk. "Kamu tahu. Tadi mama masih sempat mengatakan jika hal itu masa lalu dan sekarang ia ingin menata masa depan. Tapi aku ragu dengan ketulusan om Bastian. Dia juga sama seperti papaku."

"Bukannya kamu juga sama?" ucap Anna.

Reyhan tersentak. "Ta-tapi aku sudah tidak begitu semenjak mengenalmu."

Anna memiringkan senyumnya. Perlahan ia mendekat pada Rey lalu membelai wajah suaminya dengan jari telunjuk.

"Jika kamu berani berbuat seperti itu, tahu sendiri akibatnya." Anna menekan jarinya ke dagu hingga kepala Reyhan mendongak ke atas.

"Aku akan setia padamu," ucap Reyhan.

"Jangan salahkan aku selingkuh, jika kamu berani mengkhianatiku," kata Anna bernada ancaman.

Reyhan mengeleng cepat. "Tidak. Jangan lakukan itu." Rey memeluk erat Anna, sedangkan yang dipeluk menahan tawa karena berhasil mengerjai pria bucin itu.

...****************...

"Papa di rumahku?" Dion baru pulang dan sudah melihat Bastian duduk di ruang tamu menunggu dirinya.

Bastian melirik ke arah pintu, di mana Dion berdiri mematung di sana. Ia beranjak dari duduknya, lalu berjalan mendekati Dion dan memberi satu tamparan di pipi putranya.

"Puas! Kamu puas sudah menghancurkanku?!" marah Bastian.

Dion mengusap pipinya. "Dila tidak pantas bersama pria seperti Papa. Apa bedanya Papa dengan Albert? Sama-sama suka bermain wanita."

Satu tamparan lagi mendarat di pipi Dion. "Lancang kamu! Jangan mengira kamu tidak begitu!"

"Aku memang tidak begitu. Papa sudah menjalin hubungan bersama Dila, tetapi masih saja bermain dengan wanita muda. Papa keluar kota hanya untuk menemui gadis-gadis Papa itu, kan?" Dion terang-terangan mengungkap bobrok Bastian. "Pantas saja Dila mengundur waktu untuk menikah. Dia itu sudah tahu kebusukkan Papa." Dion menunjuk wajah Bastian. "Aku tidak akan mundur untuk merebut Dila dari Papa. Hubungan kalian sudah hancur!"

Dion keluar dari rumah lalu masuk ke dalam mobil. Bastian meneriaki nama putranya, mencegah agar Dion tidak pergi, tetapi mobil yang dikendarai pria itu telah hilang dari pandangan matanya.

"Anak kurang ajar. Berani sekali dia membantahku," kesal Bastian.

...****************...

Kembali Dion berada di depan gerbang rumah Dila. Paijo sudah siap sedia menghadang pria itu untuk masuk, sebab hari sudah larut malam dan pasti Dila sudah tidur.

"Kamu tidak mengizinkanku masuk?" kesal Dion.

"Masalahnya di rumah ada mata-mata," jawab Paijo.

"Kekasihmu itu, yang menjadi mata-mata?" terka Dion.

"Begitulah," jawab Paijo.

Dion mengeluarkan uang lima ratus ribu lalu memberikannya kepada Paijo. "Bawa kekasihmu makan di ujung jalan sana dan berikan aku kunci cadangan gerbangnya."

Paijo menyengir. "Siap, Tuan."

Paijo memberikan kunci cadangan kepada Dion, lalu pria itu menyingkir dulu dari depan gerbang. Dion tidak mau Sari mempergokinya lalu menghubungi Reyhan.

"Mau ke mana sih tengah malam begini?" kesal Sari dengan mengosok matanya karena mengantuk. Kelihatan sekali, wanita itu didera kantuk yang kuat. Berkali-kali Sari menutup mulut karena menguap.

"Temankan abang makan, Neng Sari," pinta Paijo.

Sari berdecak kesal. "Bawakan juga makanan untuk yang lain. Nanti mereka iri lagi kita keluar malam-malam begini."

"Tentu. Jangan khawatir." Paijo mengeluarkan kendaraan roda dua dan tidak lupa mengunci pintu gerbang.

Setelah melihat Paijo dan Sari pergi, barulah Dion keluar dari persembunyiannya. Ia memang menaruh mobil di tempat yang agak jauh di dekat pohon. Dengan kunci cadangan, Dion masuk ke dalam halaman gerbang rumah Dila.

Ia menuju pintu, tapi pintu rumah dikunci Sari. Dion berdecak lalu menuju garasi mobil, mengambil tangga dan membawanya ke depan balkon kamar.

Dila terganggu karena gedoran di pintu balkon kamar, ia mendengar sayup-sayup suara yang memanggil namanya. Dila turun dari ranjang dan perlahan berjalan ke arah pintu.

Suara yang ia kenali terdengar lebih jelas, Dila menyibak tirai dan kaget ada Dion yang sudah berada di balkon.

"Dion ... kenapa kamu ada di sini?" tanya Dila.

"Buka dulu pintunya," pinta Dion memelas.

Dila membuka pintu dengan memutar kunci, lalu menarik gagang. Belum sempat pintu terbuka lebar, Dion sudah menerobos masuk dengan memeluk Dila.

"Lepaskan aku, Dion." Dila memukul-mukul bahu belakang pria itu.

"Biarkan seperti ini. Biarkan aku memelukmu," ucap Dion.

"Pelukkannya terlalu erat. Aku kesulitan bernapas," kata Dila.

Dion melonggarkan pelukannya, mengecup ubun-ubun Dila dengan lembut. Ia menangkup sisi wajah wanita itu lalu mendaratkan kecupan kecil di hidung bangir Dila.

"Aku sudah memutuskan untuk tetap mengejarmu. Tidak peduli Reyhan atau papaku yang menjadi halangannya. Ini kebahagian kita Dila. Kamu tidak mau punya suami seperti suamimu dulu, kan?" tutur Dion.

Dila melongo, lebih tepatnya kaget karena Dion tahu rahasia yang selama ini ia sembunyikan rapat-rapat. Dila ingin berucap, tetapi satu jari menempel di bibirnya.

"Aku mendengar semuanya, Dila. Kamu tidak pantas dengan pria seperti papaku. Yah ... dia memang papaku, tetapi kamu wanita yang kucintai. Meski kita tidak bisa bersama, aku tetap ingin kamu mendapat pendamping yang benar-benar baik untukmu," ucap Dion tulus.

Dila menengadah menatap pria yang berada dekat di depannya, bahkan sangat dekat. "Apa kamu pria seperti itu, Dion? Waktu aku masih muda saja, aku dikhianati, apalagi saat umurku sudah tua."

Dion kembali memeluk Dila. "Aku pria biasa, Dila. Aku tidak tahu ke depannya bagaimana. Aku tidak mau menjanjikan sesuatu hal yang nantinya akan menyakiti dirimu. Namun saat kamu bersamaku, tiba-tiba aku berkhianat, tegurlah aku. Jika itu tidak bisa menyadarkanku, maka habisi saja nyawaku. Tetapi jangan pernah meminta berpisah dariku dan menyembunyikan rasa sakit hatimu."

Dila menitikkan air mata haru mendengarnya. "Aku akan menghabisimu, jika kamu berkhianat."

"Kekasihku, Sayang. Aku mencintaimu," ucap Dion.

Bersambung.

Dukung Author dengan vote, like dan koment.

Terpopuler

Comments

Tatik Roviani

Tatik Roviani

sungguh aku terkesima dg tata cara dion

2023-07-09

0

Putri Sera

Putri Sera

paijo sebenarnya tuan mu itu Rey atau Dion ya?

2023-01-11

0

Zamie Assyakur

Zamie Assyakur

sosweet bgt bang dion 💖💖💖

2022-12-03

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!