JANGAN SIKSA AKU

"Sudah larut malam. Lain kali kita atur waktu lagi untuk merencanakan tanggal pertunangan antara Dion dan Rosa," ucap Bastian.

"Iya, kami juga tahu kamu pasti sibuk merencanakan pernikahan kalian," sahut Reno.

Bastian tersenyum lalu mendaratkan kecupan hangat di pelipis Dila. "Iya, sudah lama kami merencanakan pernikahan ini."

Papa benar-benar sengaja menunjukkan kemesraannya padaku," batin Dion kesal.

"Rosa ... kita keluar, yuk! Biar kita lebih dekat," ajak Dion sembari tersenyum simpul.

"Boleh," jawab Rosa tersipu malu.

Dion dan Rosa beranjak dari duduk mereka kemudian berpamitan kepada masing-masing orangtua lalu melangkah keluar dari restoran.

Dila mencuri pandang kepergian Dion bersama Rosa. Ia meneguk habis minuman dingin agar hati yang berasa panas itu, menjadi sejuk kembali.

"Kita pulang, Sayang," ajak Bastian.

Dila tersenyum. "Ayo kita pulang."

Bastian, Dila saling berpamitan pada Reno serta istrinya. Keempat orang yang akan menjadi keluarga itu, keluar dari restoran menuju mobil mereka masing-masing.

...****************...

"Rosa ... aku ingin bertanya padamu," izin Dion.

"Tanyakan saja," sahut Rosa sembari tersenyum manis.

Dion ragu untuk bertanya. Takut jika pertanyaan ini akan menyinggung perasaan Rosa, tapi ... jika tidak ditanyakan, rasa penasaran itu akan terus membuncah dalam hatinya.

"Maaf sebelumnya. Apa kita pernah menjalin hubungan?" tanya Dion.

Rosa tertawa kecil. "Aku tidak tahu apa kamu menganggap hubungan singkat itu sebagai hubungan pacaran atau tidak."

Dion mengerutkan kening tidak paham apa yang dimaksud Rosa. "Maksud kamu?"

"Kamu ingat gadis berkacamata dan bertubuh gendut? Waktu itu kamu menyatakan cinta padanya," tutur Rosa mengingatkan.

"Gadis gendut itu kamu?" terka Dion.

"Iya." Rosa mengangguk. "Gadis itu aku dan sampai sekarang kita belum putus."

"Oh begitu rupanya," sahut Dion sembari tersenyum.

Nih cewek lupa ingatan atau aku yang lupa? Rasanya aku tidak pernah menyatakan cinta pada seorang gadis gendut, pacarku meski tante-tante, pada cantik semua," batin Dion.

"Tapi sekarang kamu menjadi cantik," puji Dion.

"Aku berusaha keras agar mendapatkan bentuk tubuh seperti ini," ungkap Rosa.

"Pantas saja," kata Dion.

Mobil Dion melaju mengelilingi kota, sembari berbincang basa-basi kepada Rosa yang menurut Dion itu hal yang sangat membosankan.

"Di mana rumahmu?" tanya Dion.

"Jalan sukma melati nomor lima tiga," jawab Rosa.

"Oh, aku antar kamu pulang." Dion melajukan mobil agar ia cepat sampai dan tidak berlama-lama bersama Rosa.

"Boleh aku minta nomormu?" tanya Rosa dengan maksud hati meminta.

"Tentu," jawab Dion, lalu mengambil ponsel dari balik saku celana dan memberikannya kepada Rosa.

"Aku sudah memasukkan nomorku di ponselmu." Rosa tidak sengaja tergeser pada wallpaper foto Dila. "Bukannya ini mamamu?"

Dion merebut ponselnya. "Kenapa? Apa sebagai anak aku tidak boleh menyimpan foto mamaku?"

"Tentu saja boleh, tapi agak aneh menurutku," jawab Rosa.

"Kenapa?" tanya Dion.

"Kamu bahkan menjadikan foto calon mama tirimu sebagai wallpaper ponsel," ucap Rosa.

"Karena aku mencintainya."

Rosa tercengang bercampur rasa kaget, namun secepat mungkin ia menghilangkan rasa keterkejutan itu dan menganggap rasa cinta Dion hanya sebatas cinta kepada calon mamanya saja.

"Kamu orangnya penyayang rupanya," ucap Rosa dengan canggung.

"Ini rumahmu?" tanya Dion yang sudah menghentikan mobil tepat di nomor rumah yang dikatakan oleh Rosa.

"Iya ... terima kasih telah mengantarku," ucap Rosa.

Dion keluar terlebih dulu dari mobil lalu membukakan pintu untuk calon istrinya. Keduanya saling tersenyum dan berpamitan satu sama lain.

...****************...

"Aku masuk dulu," pamit Dila kepada Bastian.

"Selamat malam, Sayang." Bastian mengecup kecil pipi Dila.

"Malam." Dila keluar dari dalam mobil kemudian melambaikan tangannya pada Bastian yang kembali mengendarai mobil ke arah jalan pulang.

Dila melangkah masuk ke dalam rumah yang pintunya sudah dibuka oleh Sari. Langkahnya gontai menaiki anak tangga dan hal itu membuat Sari merasa ada sesuatu yang terjadi.

Sebagai mata-mata Reyhan, Sari pun memberitahu segalanya apa yang telah ia lihat dengan mata kepalanya sendiri.

"Paijo," seru Dion.

"Maaf, Tuan. Untuk malam ini jangan mencari masalah," kata Paijo.

"Buka gerbangnya," pinta Dion.

Paijo mengeleng. "Tidak bisa. Tuan dilarang untuk masuk."

Dion tidak kehabisan akal, ia mengambil dompet lalu mengeluarkan semuan isi di dalamnya. "Semuanya untukmu."

"Saya mau uangnya, tetapi ini perintah tuan Reyhan. Saya tidak mau buat masalah," jelas Paijo.

"Reyhan ... dia membuatku kesulitan rupanya," kesal Dion, "Dia kira aku tidak bisa menemui Dila apa."

Dion mengambil ponsel lalu menghubungi nomor Dila, namun panggilannya tidak tersambung sebab Dila sudah memblokir nomor ponsel Dion.

"Paijo ... pinjam ponselmu," pinta Dion.

"Bayar dong, Tuan," kata Paijo mengambil kesempatan.

Dion memberikan uang merah sebanyak dua lembar dari balik pintu gerbang dan dengan senang hati Paijo memberikan ponsel bututnya kepada Dion.

Cukup lama panggilan telepon belum diangkat oleh Dila dan hal itu membuat Dion kesal. Kembali Dion mendial nomor wanita yang ia sukai dan Dila mengangkat panggilan itu.

"Halo." ~ Dila.

"Izinkan aku masuk atau aku akan mengatakan jika semalam kita telah bermesraan." ~ Dion.

"Kamu mengancamku?" ~ Dila.

"Terserah." ~ Dion.

Panggilan ponsel diputus secara sepihak dan tinggal menunggu Dila keluar untuk mengizinkan dirinya masuk.

"Buka gerbangnya, Paijo," kata Dion.

"Nyonya belum mengizinkan," tolak Paijo.

Pintu rumah terbuka. Terlihat Sari berlari keluar menuju gerbang pos penjaga. "Nyonya mengizinkan Tuan Dion masuk."

"Cepat buka," kata Dion tidak sabaran.

Paijo membuka kunci gerbang, lalu dengan tidak sabarnya Dion masuk dan berlari menuju rumah.

"Dila," serunya.

"Ada apa lagi?" tanya Dila.

Keduanya saling berhadapan dan saling menatap satu sama lain. Ada gejolak di antara keduanya untuk saling merengkuh ke dalam pelukan masing-masing.

"Kamu setuju aku dijodohkan?" tanya Dion.

"Bukannya kamu sudah menerimanya," ujar Dila.

"Jujur pada perasaanmu sendiri, Dila. Kamu punya perasaan padaku, kan? Kamu menyukaiku, kan?" Dion menatap mata bulat yang dihiasi bulu mata lentik.

"Jangan begini, Dion," lirih Dila.

"Kamu jahat, Dila. Apa kurangnya aku dibanding papaku sendiri? Dion menyugar rambutnya ke belakang dengan tarikan kuat.

"Bukan begitu. Kita tidak cocok, mengertilah." Dila bingung untuk menjelaskan kepada pria yang jelas-jelas tidak mau mengerti.

"Lagi-lagi masalah usia. Dengarkanlah apa kata hatimu," geram Dion, "kamu mencintaiku juga dan jangan menyangkalnya."

"Jangan siksa aku," pinta Dila.

"Kamulah yang menyiksaku!" kata Dion dengan nada suara meninggi. "Hatiku sakit melihatmu bersama dengan papaku sendiri. Jangan siksa kami berdua, Dila. Ini belum terlambat, katakan isi hatimu yang sejujurnya."

Dila berada di persimpangan dilema antara dua pilihan. Antara janji dan cinta yang membalut hati dan perasaan terdalamnya. Janji pada pria yang sudah dua tahun menunggunya lalu perasaan cinta yang hadir secara tiba-tiba.

Bersambung.

Dukung Author dengan like, vote dan koment.

Terpopuler

Comments

Zamie Assyakur

Zamie Assyakur

hmmmm cinta yg rumit....

2022-12-03

0

Ninyoman Suini

Ninyoman Suini

ikut dilema seperti dila😁😁😁

2022-08-29

0

Nesa Satria

Nesa Satria

kereeennnn

2022-08-24

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!