I LOVE YOU

Dion menunggu Dila di depan ruang tunggu sembari mengeser-geser kakinya tanda tidak sabar. Sudah pasti saat ini Dila tersinggung akan ucapan dua rekan wanitanya.

Dila keluar sembari membawa tas jinjing di tangan, ia tidak mau melirik Dion yang bersandar di tembok.

"Tunggu Dila," seru Dion.

Dila tetap berjalan keluar dari gedung olahraga, karena Dila tidak mengubris seruan Dion, terpaksa pria itu meraih tangan Dila dengan sedikit kasar hingga tubuhnya tertabrak pada tubuh Dion.

Tas yang dipegang Dila terjatuh, Dion merangkul pinggang Dila supaya wanita itu tidak bisa lepas. Namun Dion salah, kondisi seperti itu tidak baik untuknya. Bagian atas Dila menyentuh bagian bidangnya dan malah menimbulkan hal lain.

"Jangan gerak-gerak. Kalau kamu bergerak, aku tidak akan tahan lagi untuk membawamu ke tempat tidur," bisik Dion di telinga Dila.

Dila seketika diam dan tidak bergerak. Setelah agak tenang, Dion perlahan melepas rangkulan tangannya, kemudian mendorong tubuh Dila menjauh.

"Jangan dengarkan omongan mereka, Dil," kata Dion sembari memegang dua lengan Dila.

"Kamu lihat sendiri, kan? Begitu omongan orang-orang jika kita bersama," ungkap Dila sembari menatap mata Dion.

Dion baru saja menyadari satu hal di sini, kata-kata yang mengatakan jika kita bersama. Dion menyunggingkan senyum dan mengerti apa maksud dari ucapan Dila.

"Apa artinya kamu ingin kita bersama?" Dion menatap kedua mata wanitanya dan berhasil membuat Dila terkesiap.

"Ti-tidak." Dila mengigit bibir bawahnya, menurunkan pandangan mata karena malu.

Dion terkekeh geli. "Aku benar, kan?"

Dila membalik tubuh, lalu melangkah masuk ke dalam mobil. Dion juga ikut menyusul masuk sembari membawa tas Dila, setelah itu segera mengendarai mobil.

Tidak ada percakapan di antara keduanya selama di dalam perjalanan, baik Dion maupun Dila saling bungkam. Dila tertunduk karena masih malu akan ucapannya sendiri.

Dalam hati Dila merutuki kebodohannya sendiri, bagaimana ia bisa bicara seperti itu? Cinta benar-benar membuat dirinya menjadi bodoh.

Dila mengernyit sebab Dion menghentikan mobil tepat di depan mini market, pria itu melepas sabuk pengaman dari tubuhnya.

"Diam di sini. Aku akan segera kembali." Pria itu keluar dari dalam mobil dan Dila tetap berada di dalam mobil.

Tidak lama Dion keluar dengan menenteng sekantong belanjaan di tangannya. Pria itu masuk ke dalam mobil dan menaruh belanjaan di kursi belakang.

"Kamu beli apa?" tanya Dila berbasa-basi.

"Cemilan," jawab Dion sepintas.

Kembali Dion mengendarai mobil, tapi arah mobil tidak menuju kediaman Dila, melainkan ke arah lain yang Dila sendiri tidak tahu ke mana pria itu akan membawanya.

"Ikut saja denganku dan jangan bertanya kita akan ke mana," ucap Dion.

Baru saja Dila ingin mengutarakan pertanyaan, pria itu telah membuatnya bungkam. Akhirnya Dila diam saja dan menurut saja ke mana Dion akan membawanya pergi.

"Ayo turun." Dion keluar dari dalam mobil kemudian berlari kecil membukakan Dila pintu di sebelahnya.

"Taman?" tanya Dila.

"Kita bersantai saja dulu." Dion mengambil kantong plastik belanjaan tadi, lalu melangkah bersama Dila menuju bangku di taman.

"Untukmu." Dion memberikan susu kardus tanpa lemak pada Dila.

"Terima kasih," ucap wanita itu seraya mengambil susu lalu menusuk lubang penutup dengan sedotan kemudian menyeruputnya.

"Kamu ingin bersamaku, kan?" tanya Dion langsung.

"Tidak," kilah Dila.

Dion menarik napas dalam-dalam sebelum ia mengembuskannya secara perlahan. Kepalanya menoleh Dila yang menatap lurus ke depan memandang air mancur taman.

"Apa itu yang kamu takutkan? Apa kamu takut dicela seperti itu?" tanya Dion.

Dila menunduk. "Kurasa kamu sudah tahu. Lihat saja tadi di kelas yoga."

Dion memalingkan pandangan dari wajah Dila dan ikut memandang air mancur taman. "Apa kamu benar-benar ibu dari pria bernama Reyhan?"

Dila sontak menelengkan kepala menghadap Dion, ia mengerutkan kening. "Maksudmu?"

"Reyhan bahkan tidak peduli, jika dirinya mencintai wanita bersuami. Lalu Anna ... kamu mendorongnya untuk tidak mendengarkan omongan orang di luar sana. Apa kamu Dila yang sebenarnya?" Dion berkata tanpa memandang sedikitpun wajah Dila, ia tetap menatap lurus ke depan.

"Kamu tidak mengerti, Dion. Reyhan dan Anna berbeda dengan kita." Dila kembali menatap arah depan.

"Itu sama, Dila. Peduli apa dengan omongan orang. Yang menjalani hubungan ini adalah kita," jelas Dion. "Kamu punya perasaan yang sama denganku, kan? Kita saling menyukai dan aku sangat mencintaimu, kenapa kita tidak bersama?" Dion menyugar rambutnya ke belakang, ia tidak tahu lagi harus dengan kata-kata apalagi menjelaskan kepada Dila, jika ia benar-benar serius.

"Aku memang menyukaimu," ungkap Dila.

Dion menoleh ke arah Dila. "Katakan sekali lagi."

"Aku memang menyukaimu dan aku sulit untuk menghilangkan perasaan ini. Apa di umurku segini, aku sangat berlebihan? Rasanya itu tidak pantas, Dion," keluh Dila.

Pria itu tersenyum seraya meraih kedua tangan Dila. "Berlebihan dari mana? Apa di umur segini seseorang tidak bisa mengungkapkan perasaannya? Kamu bukan patung, tapi manusia berperasaan. Itu tidak berlebihan dan aku sangat menyukai kejujuranmu."

Dion bahagia mendengar kejujuran Dila, setelah sekian purnama mengejar wanita itu, akhirnya Dila mengakui perasaannya juga.

"Jadilah pasanganku, Dila. Kita jalani hubungan ini bersama-sama," pinta Dion.

"Tapi, Dion."

"Kamu tersiksa dengan perasaan cinta itu, kan? Begitu juga aku, Dila. Mari jalani hubungan ini bersama dan katakan pada semuanya, jika kita saling mencintai." Dion semakin kuat mengenggam kedua tangan Dila.

Dila mengangguk. "Aku bersedia."

Dion terkesiap. "Coba katakan sekali lagi."

"Iya, aku bersedia," jawab Dila.

Dion melepas pegangan tangannya lalu mencubit pipinya sendiri. "Ouch ... aku tidak sedang bermimpi rupanya."

Dila tertawa geli. "Kamu kira kita berada di dunia mimpi."

"Dalam kehidupan nyata atau dalam mimpi, aku akan tetap bersamamu, i love you, Dila," ucap Dion.

"Iya, terima kasih," balasnya.

"I love you." Kembali Dion mengucapkan itu sekali lagi.

"Love you too," balas Dila merona malu.

Dion tertawa geli karena Dila mengucapkannya dengan malu-malu. Sungguh Dila sangat mengemaskan layaknya gadis remaja yang baru saja jatuh cinta. Orang pernah berkata, jika seseorang akan kembali pada masa-masa kekanak-kanakkan setelah mereka dewasa. Mungkin hal ini juga terjadi pada Dila sekarang.

"Kenapa kamu malah tertawa?" Dila memalingkan wajahnya.

"Karena kamu sangat mengemaskan," bisik Dion.

Deg ... !

Jantung Dila berpacu cepat, ia berdoa semoga Dion tidak dapat mendengarnya. Dila sudah menahan malu sedari tadi karena ucapan cinta yang keluar dari bibir manisnya.

Tangan Dion menyentuh lalu mengenggam erat tangan wanita yang sudah menjadi kekasihnya. Keduanya tersenyum seraya memandang air mancur taman.

Bersambung.

Dukung Author dengan vote, like dan koment.

Terpopuler

Comments

YA&NO

YA&NO

Hm.lucu ceritanya tpi jdi keinget masa lalu yg bda umur satu thun dgn qu 😆😁

2023-09-09

0

Tatik Roviani

Tatik Roviani

asyeek

2023-07-09

0

Zamie Assyakur

Zamie Assyakur

bagaimana dengan papa Bastian

2022-12-03

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!