TIDAK DIDUKUNG

"Kamu ke mari juga?" tanya Diki heran melihat Reyhan yang keluar dari dalam mobil dengan memakai baju piyama tidur.

"Dion kenapa sih? Aku sudah mau tidur dipanggil-panggil begini," kesal Reyhan.

Saat Reyhan tengah bermain bersama Kiano, ponselnya berdering dan panggilan telepon tersebut dari Dion yang mengharuskan dirinya untuk datang. Meski mendumel karena tidak dapat tidur dengan putranya, tapi demi sahabat, ia tetap memenuhi panggilan tersebut.

Sebenarnya waktu masih belum terlalu malam, namun Rey suka menghabiskan waktu bareng istri dan putra kecilnya. Selama sudah beristri, Rey selalu ingin bersama keduanya daripada harus membuang waktu yang tidak penting.

"Mana kutahu," sahut Diki dengan mengedikan bahunya. "Aku juga datang ke mari sekalian mau keluar juga. Maya minta dibelikan cemilan sama es krim, kamu tahu sendiri jika dia tengah mengidam."

"Kita masuk saja ke dalam dan lihat anak itu," ujar Rey.

Diki dan Reyhan melangkah menuju pintu masuk, dan sepertinya Dion tidak mengunci pintu sebab dengan dorongan tangan Diki, pintu rumah sudah terbuka.

Dapat keduanya lihat, jas serta sepatu berhamburan di lantai. Mata keduanya memandang seorang pria duduk dengan kepala yang tertunduk lesu.

"Dion," tegur Rey.

"Kamu kenapa, Dion?" tanya Diki.

Keduanya duduk di sofa berhadapan dengan Dion yang tengah dalam kesedihan. Dapat keduanya lihat ada minuman berwarna merah di meja dan hanya tersisa setengah saja di dalam gelas.

"Kamu mabuk?" tanya Diki yang ikut menuangkan minuman dalam botol kaca putih transparan ke dalam gelas, lalu turut menyesapnya dan merasa sedikit aneh dengan rasa dari minuman itu. "Sirup ternyata."

Rey tertawa. "Minum tuh sirup."

"Apa aku tampan?" tanya Dion menatap kedua sahabatnya.

"Tampan," jawab Rey dan Diki berbarengan.

"Bandingkan dengan papaku, apa ketampananku melebihi dia?" tanya Dion kembali.

"Sebenarnya ada apa sih, Dion?" tanya Rey tidak mengerti.

"Jawab saja, Rey," pinta Dion.

"Jelas kamu lebih tampan, terlebih kamu muda dan gagah." Rey bukan mengatakan kebohongan, tetapi memang begitu kenyataannya. Sahabatnya tampan, muda dan gagah dengan tubuh atletisnya.

"Lalu kenapa Dila lebih memilih papaku?" tanya Dion dengan lirihnya.

"Apa?!" kaget Diki dan Reyhan.

"Tunggu ... ini Dila mana yang kamu maksud? Mama Dila atau Dila nama dari wanita lain?" tanya Diki.

"Siapa lagi kalau bukan mamanya Reyhan," jawab Dion terang-terangan.

Rey menepuk jidatnya dan masih tidak mengerti akan perilaku dari sahabatnya itu. Ia juga kaget mendengar ucapan Dion yang mengatakan, jika mamanya memilih Bastian.

"Menurut ucapanmu, itu artinya mamaku menjalin hubungan dengan papamu?" tanya Rey.

"Iya, dan itu telah membuat hatiku sakit dan kalian tahu yang lebih menyakitkan ... mereka akan menikah," ungkap Dion sembari menyesap sirup dari gelasnya.

"Sudah berapa kali aku mengatakannya kepadamu, Dion. Mamaku tidak cocok untukmu dan aku setuju, jika kita menjadi saudara," tutur Rey.

Dion tidak terima akan pertanyaan Reyhan. "Tega kamu, Rey! Aku sahabatmu dan seharusnya kamu mendukungku."

"Setuju saja, Rey. Biar dia bahagia," sahut Diki.

"Bukan begitu, Dik. Mereka berdua memang tidak cocok," tutur Reyhan.

"Kalian pulanglah. Bukannya menghibur malah membuatku patah semangat." Dion beranjak dari sofa kemudian melangkah masuk ke kamarnya.

"Sepertinya Dion sangat menyukai mama Dila," ujar Diki, "biarkan saja, Rey. Kamu tahu sendiri betapa nekatnya Dion jika keinginannya tidak dipenuhi."

Rey menghela napas panjang. "Tapi kamu tahu sendiri mamaku, dia tidak menyukai Dion dan mama sudah tidak jujur padaku, dia menjalin hubungan asmara dengan om Bastian."

"Aku rasa mamamu hanya menunggu waktu dan sebaiknya kamu tanyakan hal itu," saran Diki.

"Besok aku akan menanyakan semua ini pada mama. Lebih baik kita pulang sekarang," kata Rey yang sudah bangkit dari duduknya.

Keduanya keluar dari dalam rumah Dion menuju mobil mereka masing-masing. Dion menatap kepergian dua sahabatnya dari balkon kamar.

"Mengapa mereka sama sekali tidak mendukungku? Apa rasa cinta ini salah? Aku tidak menginginkan Dila menjadi mamaku, tetapi menginginkan dirinya menjadi belahan jiwaku," ucap Dion dengan lirihnya.

...****************...

"Aku membelikanmu perhiasan terbaru dan aku harap kamu menyukainya," ucap Bastian sembari memberikan kotak perhiasan itu kepada Dila.

Tadi ia tidak sempat memberikannya sebab sudah bertengkar dulu dengan Dila dan juga Dion.

"Terima kasih," ucap Dila sembari memberi senyum manisnya.

"Aku harap kamu segera membicarakan hubungan kita pada Reyhan. Hanya dia yang belum tahu dan untuk Dion, kamu jangan khawatir, biar aku yang tangani," terang Bastian.

"Ak-aku-"

"Jangan lagi menolak, Dila. Kita sudah dua tahun menjalin hubungan," potong Bastian, "aku pamit pulang." Bastian mengecup kening Dila kemudian beranjak dari duduknya, lalu melangkah pergi.

Dila memandang dua hadiah di tempat tidur, dari dua orang pria yang terikat satu sama saling. Satu buket bunga anggrek dari Dion dan satu lagi satu set perhiasan dari Bastian.

Selama menjalin hubungan bersama Bastian, pria itu memanjakan dirinya dengan kemewahan dan sesungguhnya Dila sangat bosan akan hal itu.

Dirinya mampu untuk membeli sebuah set perhiasan, berlibur ke luar negeri dan makan malam mewah di restoran ternama. Mungkin bagi sebagian orang mereka sangat menginginkannya, tapi bagi Dila ada yang hampa di sana.

Berbeda dengan Dion, pria itu selalu memberinya bunga dan meski Dila sangat kesal akan tingkahnya, namun dalam hati sebenarnya ia merasa lucu dan terhibur.

Dila merasakan seperti saat ia masih muda dulu, saat-saat di mana ia bersama suami yang begitu dicintainya. Perasaan berbunga-bunga ia rasakan semenjak kehadiran Dion, dan Dila selalu menyangkal, jika tertarik pada pria itu.

"Apa aku jatuh cinta pada Dion?" Dila mengelengkan kepalanya. "Pikiranmu sudah tidak waras Dila. Apa kata orang-orang nantinya? Dion lebih cocok menjadi anakmu."

Dila meraih buket anggrek yang Dion buang karena merasa kecewa akan sikapnya. "Dion ... andai kamu seumuran denganku, sudah pasti aku akan lebih memilih bersamamu."

Dila menerima Bastian sebagai kekasih sebab pria itu sangat baik dan selama ini Bastian juga mengejarnya. Dila ingin mencoba membuka hati serta berusaha untuk mencintai pria yang berstatus kekasihnya itu, namun tetap saja hati Dila tidak tersentuh.

Dila membebaskan Bastian untuk berkencan dengan wanita manapun selagi mereka belum resmi menikah, tetapi pria itu tetap menunggu dirinya.

Dila keluar menuju balkon kamar sembari tangannya memegang buket bunga anggrek, ia menikmati udara malam yang berhembus mengenai rambut panjangnya yang terurai.

Matanya terpejam menikmati embusan udara malam yang menerpa wajahnya dan aroma dari bunga anggrek semakin membuat suasana hatinya tenang.

"Sudah kuduga, kamu menyukaiku, Dila," pekik Dion dari bawah.

Dila terlonjak kaget. "Dion!"

Bersambung.

Dukung Author dengan vote, like dan koment.

Terpopuler

Comments

Putri Sera

Putri Sera

bastian itu seorang Casanova..jangan mau Dila. kau akan menyesal nikah sama tian dia gak setia

2023-01-10

0

Eni Istiarsi

Eni Istiarsi

🤣🤣🤣🤣

2022-12-31

0

Zamie Assyakur

Zamie Assyakur

dion udh kya jelangkung... ada dimana"😂😂😂

2022-12-02

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!