MENOLAK TEGAS

Selesai makam malam, dua keluarga yang akan menjadi satu itu berkumpul di ruang keluarga. Sebagai pihak laki-laki, Dion duduk di samping papanya.

Reyhan sebagai perwakilan dari keluarga menjadi pembicara dalam acara peresmian hubungan antara Dila dan Bastian.

"Kapan hubungan Mama dan Om akan segera diresmikan?" tanya Rey.

Mamamu akan menikah denganku, batin Dion.

Kamu harus berjuang keras, Dion, batin Rey.

"Secepatnya, Om ingin menikahi mamamu sebulan lagi."

"Apa?!" kaget Dion.

"Kamu mau buat Papa jantungan?" Bikin kaget saja," kesal Bastian.

"Aku tidak menerima pernikahan ini!" tegas Dion.

"Sebagai anak kita harus merestui hubungan mereka, Dion," sahut Reyhan.

Dion melototkan matanya pada Reyhan. "Aku tidak mau punya ibu tiri."

"Papa mencintai Dila dan setuju atau tidak setuju, Papa tetap menikahinya," tutur Bastian.

"Bukannya kamu menyukai mamaku?" Rey menaikkan alis tebalnya. "Kita juga akan menjadi saudaraan."

Persahabatan kita putus, Rey. Putus, batin Dion.

Hehehe ... kamu tidak akan bisa marah padaku. Kalau marah, aku tidak akan setuju punya ayah tiri seumuran, batin Rey.

"Aku memang menyukai mamamu, tetapi sebagai wanita yang akan menjadi pasanganku, dan bukan sebagai mama tiri," papar Dion.

"Kalau begitu Papa yang tidak akan setuju, jika kamu menikahi Dila," tegas Bastian.

"Karena semua tidak setuju, maka aku tidak perlu menikah saja. Kamu dan Dion bisa akur,

lalu aku bisa melanjutkan hidupku sendiri," sahut Dila.

"Tidak!" seru Dion dan Bastian serempak menolak.

"Bisakah kalian tidak bertengkar?" kesal Dila.

"Sayang, kita sudah lama merencanakan ini dan aku tidak mau menundanya lagi," ujar Bastian.

Dion mengeram kesal mendengarnya lalu ia beranjak dari sofa. "Sampai kapanpun, aku tidak akan setuju."

"Setuju atau tidak, kami berdua akan menikah," sahut Bastian.

Tanpa pamit Dion keluar dari rumah Dila. Sebagai orangtua, Bastian tidak mau mengalah, ia ingin menikahi Dila yang sudah dipacarinya selama dua tahun.

Apakah sebagai orangtua ia tidak memberi kesempatan kepada sang anak? Bastian tentu ingin Dion menikah, namun ia tidak akan membiarkan Dion mempersunting Dila yang berbeda jauh umur darinya.

"Untuk masalah Dion kalian tenang saja. Aku berniat untuk menjodohkan dirinya dengan dokter Rosa," ungkap Bastian.

"Apa?! kaget Reyhan. "Om mau menjodohkan Dion?"

"Ini semua supaya Dion tidak menganggu Dila dan Om juga ingin memiliki menantu," ungkap Bastian sebenarnya. "Bagaimana menurutmu, Sayang?" Bastian memandang wajah kekasihnya.

Dila memaksakan senyum di bibir. "Rencana yang bagus."

Hati Dila merasa sakit mendengar Dion akan dijodohkan dengan wanita yang bernama dokter Rosa. Perasaan ini sungguh membuatnya gila dan ia harus membuang perasaan itu.

"Kalau sudah begitu, kita tetapkan saja tanggal pernikahannya," usul Reyhan.

"Tentu saja, Om akan mengadakan acara istimewa pada tanggal dan hari yang baik," jawab Bastian.

Pembicaraan pernikahan itu terasa hampa. Raga Dila ada di sana, namun jiwanya melalang buana ke tempat lain. Anna dapat melihat perubahan raut di wajah Dila, dan Anna yakin sekali hal itu disebabkan karena Bastian merencanakan perjodohan antara Dion dan Rosa.

Selesai berbincang-bincang, Bastian pamitan pulang dengan diantar oleh pujaan hatinya sampai ke depan teras rumah. Bastian memeluk erat Dila kemudian mendaratkan kecupan di kening dan pipi.

"Jangan khawatir masalah Dion. Anak itu tidak akan menganggumu," ucap Bastian.

Senyum Dila tersungging. "Iya."

Dari balik tembok pos penjaga, Dion memandang Bastian dan Dila yang masih berbincang. Nyatanya Dion masih menunggu apa yang akan dilakukan papanya kepada wanita yang ia cintai.

"Paijo ... kalau mereka ingin saling mengecup bibir, kamu buat keributan," pinta Dion.

"Saya takut, Tuan," tolak Paijo.

"Aku akan membayarmu," kata Dion.

"Tetap saja saya takut," kata Paijo.

Bastian mendekat pada wajah Dila, lalu memiringkan kepalanya. Ia ingin mengecup bibir merah muda sang kekasih. Dibalik pos penjaga, Dion sudah kalang kabut mencari sesuatu.

"Ehem." Rey dan Anna muncul dari dalam rumah.

Bastian segera menarik wajahnya. "Rey."

"Maaf, Om. Rey kira Om sudah pulang," ucap Rey dengan senyum tidak enak.

"Ini baru mau pulang," sahut Bastian salah tingkah.

"Kalian pulangnya hati-hati," ucap Dila.

"Sayang ... aku pamit pulang." Bastian sekali lagi memeluk Dila lalu menuju mobilnya.

Dila melambaikan tangan saat mobil Bastian keluar dari gerbang rumah. Dion masih di sana, bersembunyi di dalam pos penjaga dengan berbalut kain sarung Paijo. Ia takut ketahuan oleh Reyhan dan Dila.

"Rey dan Anna pamit yah, Ma." Rey memeluk mamanya begitu juga dengan Anna.

"Kalian berdua hati-hati," ucap Dila.

Rey dan Anna juga ikut pamit pulang. Keduanya tidak membawa Kiano dan putra semata wayang mereka itu dititipkan kepada Hendra dan Ria yang memang malam ini menginap di tempat Reyhan.

Reyhan menghentikan mobil tepat di depan pos penjaga. "Paijo."

"I-iya, Tuan," jawab Paijo gugup.

"Kamu sendiri saja?" tanya Rey dengan tatapan mencurigakan.

"Tentu saja, Tuan. Memangnya dengan siapa lagi?" Paijo berusaha menjawab dengan lancar.

"Tadi Dion pulang pakai apa?" kembali Reyhan bertanya.

"Pa-pakai-"

"Sudahlah, Rey. Mungkin Dion pulang dengan taksi atau ojek online," potong Anna.

Rey menelengkan kepala memandang istrinya. "Mungkin saja." Rey kembali memandang Paijo. "Kunci gerbangnya."

"Siap, Tuan," jawab Paijo.

Mobil Rey keluar dan Paijo dapat bernapas lega. Untung lampu pos penjaga ia padamkan sehingga Dion dapat bersembunyi dengan aman.

"Aduh." Paijo mengambil kain sarung yang dilempar Dion pada wajahnya.

"Sarungmu itu sudah berapa hari tidak dicuci?" sungut Dion dengan menghirup aroma tubuhnya sendiri.

"Sarung ini adalah sarung keberuntungan. Dengan sarung ini Tuan bisa bersembunyi, kan?" Paijo menaik turunkan alisnya.

Dion mengeluarkan uang lembaran merah sebanyak dua lembar lalu memberikannya kepada Paijo.

"Ambilkan aku tangga," pinta Dion.

"Untuk apalagi tangga itu?" tanya Paijo.

"Kalau aku tidak dapat cara terbuka, maka aku harus mendapatkan dirinya dengan cara licik." Dion tersenyum licik.

"Saya tidak berani untuk meminjamkan tangga. Lebih baik pakai taktik lain," usul Paijo.

"Begitu ya." Dion mengetuk-ngetuk jarinya di dagu, lalu ia tiba-tiba tertawa. "Kamu ikut aku."

"Buat apa?" tanya Paijo.

"Ikut saja," pinta Dion.

Paijo mengikuti kemauan Dion menuju pintu rumah, ia membunyikan bel sesuai yang disuruh oleh Dion, sedangkan pria itu telah bersembunyi di balik tembok.

Tidak lama pintu terbuka menampilkan Sari dengan baju piyama tidur dan rambut di roll. Paijo terkesima melihat Sari yang sangat cantik di matanya.

"Neng Sari cantik banget malam ini," puji Paijo dengan tersipu malu.

"Kamu mau ngapain pakai tekan bel segala, kalau mau masuk lewat belakang saja kan bisa," gerutu Sari.

"Begini Neng Sari ada-"

Bruuk ... !

"Aduh," ucap Paijo dan Sari berbaringan sebab Dion masuk dengan menabrak mereka. Bahu Sari sampai sakit dibuatnya.

"Maaf, aku buru-buru." Dion berlari menuju anak tangga.

"Tuan Dion," pekik Sari, "Paijo ... cepat kejar sana."

Paijo berusaha berdiri. "Biar saja, Sari. Lagian tuan Dion sudah naik ke atas."

Braak ... !

Dila terlonjak kaget. Kedua matanya melebar memandang Dion yang sudah masuk ke dalam kamar.

"Dion!"

"Maaf, Sayang. Malam ini kamu milikku," ucap Dion dengan menutup dan mengunci pintu.

Bersambung.

Dukung Author dengan vote, like dan koment.

Terpopuler

Comments

Sri Watigustami

Sri Watigustami

bocah gendeng 🤣🤣🤣🤣

2024-03-26

0

Mutiara Hati

Mutiara Hati

gustiii....dion2 😁😁

2023-06-14

0

Zamie Assyakur

Zamie Assyakur

wah si Dion nekat

2022-12-03

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!