Langit sudah berubah menjadi hitam saat mobil yang membawa rombongan keluarga Halley tiba di kediaman mereka.
Sejak dari restorant sebenarnya Bellinda sudah memaksa Anne dan Abi untuk pulang saja ke rumah Abi, namun Anne terus merengek dan menangis minta pulang ke rumah Mom dan Dad-nya.
Bahkan Anne membawa-bawa alasan kalau yang minta ini semua adalah calon bayinya. Jadilah, Bellinda memilih mengalah dan membiarkan Anne dan Abi pulang ke rumah besar ini. Mungkin besok Bellinda akan kembal membujuk Anne agar mau pulang ke rumah Abi.
"Jaga jarak dan jangan dekat-dekat dengan Anne malam ini!" Bisik Devan memperingatkan Abi sesaat setelah mereka tiba di teras rumah.
"Sedang mengancam menantu baru, Dad?" Kelakar Liam yang langsung kabur masuk ke dalam rumah.
"Saya mengerti, Pak. Eh maksud saya, Dad!" Jawab Abi yang masih kaku dan canggung saat memanggil Devan.
"Dad Devan! Biasakan lidahmu itu!" Gertak Devan sebelum berlalu meninggalkan Abi yang kini menggaruk kepalanya yang tak gatal.
"Dad, Dad, Dad." Abi terus merapalkan sapaan itu agar lidahnya terbiasa.
"Ayo masuk, Bi!" Ajak Kak Thalia yang berjalan beriringan bersama Anne.
Anne hanya diam dan masih saja menatap sinis ke arah Abi. Sepertinya gadis itu lupa kalau Abi sudah sah menjadi suaminya hari ini.
Abi mengekori kakak beradik itu hingga mereka tiba di bawah tangga.
"Abi tidur dimana malam ini, Kak?" Tanya Abi pada kak Thalia yang baru saja akan menaiki anak tangga.
Sedangkan Anne sudah naik tangga dengan cepat meninggalkan Abi yang masih kebingungan. Dan anggota keluarga yang lain juga sudah tak kelihatan batang hidungnya.
"Di kamar Anne tentu saja!" Jawab Thalia sedikit terkekeh.
"Ayo ikut! Aku tunjukkan," titah Thalia memberi kode pada Abi agar ikut naik tangga juga.
Abi mengangguk dan segera mengikuti langkah kakak iparnya tersebut.
Abi dan Thalia sudah tiba di depan kamar Anne.
Thalia baru saja akan membuka pintu kayu tersebut. Namun sepertinya pintu dikunci dari dalam.
"Anne!" Kak Thalia mengetuk pintu kamar dengan cukup keras.
Tidak ada jawaban.
"Anne! Buka pintunya!" Ketuk Thalia sekali lagi yang lebih ke arah menggedor sebenarnya.
"Anneke Halley! Buka pintunya!" Kali ini teriakan kakak ipar Abi itu sudah naik tujuh oktaf.
"Ada apa ini? Kenapa berteriak-teriak?" Tanya Liam yang baru keluar dari kamarnya karena mendengar teriakan Thalia yang menggedor pintu kamar Anne.
"Anne mengunci pintu kamarnya, dan tidak membiarkan Abi masuk," keluh Thalia mengadukan tingkah Anne pada Liam.
"Anne!" Gantian Abang Liam yang menggedor pintu kamar Anne.
Masih tidak ada jawaban.
Mungkin Anne sudah tidur dan menyumpal telinganya dengan kapas. Makanya gadis itu tak mendengar suara pintu kamarnya yang digedor dari luar.
"Anne, buka pintunya!" Teriak Liam galak.
Pintu tetap bergeming dan tak kunjung dibuka dari dalam.
Ya ampun!
Drama apa ini?
"Mungkin sebaiknya Abi tidur di luar saja, Bang," ucap Abi yang akhirnya buka suara.
Pemuda itu menatap bergantian pada Liam dan Thalia yang kini bersedekap.
"Tidak! Kau itu suami Anne, Abi! Anne harus membuka pintu sialan ini dan kau harus tidur di kamar Anne!" Jawab Liam bersikeras.
"Anne, buka pintu!" Liam menggedor pintu kamar Anne sekali lagi.
"Anne jangan kekanak-kanakan! Buka pintunya dan biarkan Abi masuk!" Timpal Thalia yang ikut berteriak kesal pada Anne.
"Ada apa ini? Kenapa kalian berteriak-teriak?" Omel Dad Devan yang entah datang dari arah mana.
"Anne mengunci pintu kamarnya, dan Abi masih diluar, Dad!" Lapor Thalia pada sang Dad.
"Lalu apa masalahnya? Masih banyak kamar kosong di rumah besar ini. Suruh saja Abi menempati salah satu kamar itu," jawab Dad Devan enteng.
"Tidak bisa begitu, Dad! Abi dan Anne sudah menikah, jadi Anne harus membiasakan diri berbagi ranjang dengan Abi mulai malam ini!" Sergah Liam yang tidak setuju dengan usulan Dad Devan.
"Mungkin Anne belum siap berbagi ranjang dan masih merasa asing pada pria ini," Dad Devan menunjuk ke arah Abi.
"Atau Anne mungkin sedang kelelahan malam ini. Jadi kenapa kita tidak membiarkan Anne beristirahat malam ini ketimbang menggedor pintu kamarnya semalaman?" Tutur Dad Devan lagi membeberkan teorinya.
"Konyol sekali. Jelas-jelas Anne sudah pernah tidur bersama Abi sampai hamil. Mana mungkin gadis manja itu merasa asing pada Abi?" Sahut Liam menyanggah teori Dad Devan.
"Abi yang memperkosa dan menghamili adikmu, Liam! Jadi wajar kalau Anne masih trauma pada Abi," kilah Dad Devan sok tahu.
"Maaf, Dad. Tapi Abi tidak pernah memperkosa Anne. Justru Anne yang sudah memperkosa dan menelanjangi Abi malam itu," sela Abi membela diri yang sontak membuat tawa Liam meledak.
"Kau diperkosa oleh seorang gadis dan kau diam saja?" Liam merengkuh kedua pundak Abi dan masih saja tergelak tak percaya.
"Kenapa kau tidak balik memperkosa Anne malam itu?" Sambung Liam lagi yang masih belum berhenti tertawa.
"Liam!" Bentak Dad Devan galak.
"Kendalikan lidahmu yang ceplas-ceplos itu, Liam!" Timpal Thalia yang merasa gemas pada adik laki-lakinya tersebut.
"Mom punya kunci cadangan kamar Anne. Thalia akan mengambilnya," ucap Thalia akhirnya yang sudah akan meninggalkan para pria tersebut.
"Thalia, tunggu!" Devan mencegah sang putri dengan cepat.
"Mom sudah tidur. Jadi jangan mengganggunya!" Sambung Dad Devan lagi.
"Cepat sekali Mom tidur?" Liam merasa ada yang janggal.
"Mom kalian kelelahan. Makanya tadi langsung tidur," jelas Devan mendelik ke arah Liam.
Liam hanya mencibir setelah memalingkan wajahnya dari tatapan sang Dad.
Palingan juga tadi Dad-nya ini yang membuat Mom menjadi lemas tak berdaya.
Tadi saja saat baru sampai rumah, mereka sudah menghilang berdua masuk ke dalam kamar. Mesum sekali Dad-nya Liam ini.
"Suruh Abi istirahat di kamar yang kosong saja! Besok pagi kita akan membahas hal ini lagi," ujar Dad Devan selanjutnya seraya mengusap wajahnya sendiri.
"Kau tidak apa-apa malam pengantinmu bersama Anne tertunda, Abi?" Tanya Liam pada Abi dengan nada sedikit lebay. Sesekali anak laki-laki dari Devan itu melirik ke arah sang Dad yang sepertinya sudah tak sabar untuk segera kembali ke kamarnya.
"Tidak usah membesar-besarkan hal kecil begini, Liam!" Sergah Dad Devan yang masih mendelik ke arah Liam.
"Ayo, Abi! Aku antar ke kamarmu malam ini," Thalia meraih tangan Abi dan sedikit menggeret pemuda itu untuk menjauh dari Dad dan adik laki-lakinya yang sedang berdebat tak jelas.
"Mereka berdua memang selalu ribut begitu kalau dirumah," gumam Thalia seolah sedang menjelaskan pada Abi.
Abi dan Thalia sudah tiba di depan sebuah kamar yang ada di sudut lantai dua.
Thalia membuka pintu kamar tersebut, dan mata Abi sedikit membelalak mendapati kamar yang seluas rumahnya.
"Kamar mandinya di sudut ruangan itu!" Thalia yang masih berdiri di ambang pintu menunjuk ke arah sudut kamar yang terdapat pintu disana.
Abi segera mengangguk paham.
"Kau bisa membersihkan diri dulu, aku akan mengambilkan beberapa baju Liam untukmu," sambung Thalia lagi sebelum keluar dari kamar Abi.
"Terima kasih, Kak Thalia," ucap Abi tulus.
"Sama-sama. Anggap saja rumah sendiri dan kau tak perlu sungkan lagi. Kau bagian dari keluarga ini sekarang," jawab Thalia yang langsung membuat Abi mengulas senyum di bibirnya.
Thalia sudah keluar dari kamar Abi dan menutup pintu.
Devan dan Liam belum selesai berdebat di depan kamar Anne. Thalia hanya memutar bola matanya dan memilih untuk masuk ke kamar Liam, mengambilkan beberapa kaus dan celana Liam untuk Abi. Postur tubuh mereka berdua tak jauh berbeda, jadi Thalia rasa baju Liam akan muat dipakai oleh Abi meskipun mungkin sedikit kebesaran.
"Apa Dad akan terus berdebat dengan Liam sampai pagi?" Tanya Thalia yang kini berdiri di tengah-tengah Liam dan Dad Devan, seraya bersedekap dan menatap bergantian pada dua pria tersebut.
"Kurang kerjaan! Liam akan pergi tidur saja," sahut Liam yang sudah berlalu meninggalkan sang Dad dan juga sang kakak. Pria itu menghilang dengan cepat di balik pintu kamarnya.
"Dad tidak mau melanjutkan kegiatan Dad bersama Mom dikamar?" Sindir Thalia lebay pada Dad Devan.
"Mom-mu sudah tidur!" Sahut Devan bersungut-sungut, yang sontak membuat Thalia terkekeh.
Gadis itu sudah berjalan menuju ke kamarnya.
"Berhentilah bersikap kekanakan, Dad!" Seru Thalia sebelum masuk ke dalam kamarnya.
Devan hanya menggerutu dan segera menuruni anak tangga dengan cepat. Pria paruh baya itu membuka pintu kamarnya perlahan, dan mendapati Bellinda yang menatapnya dengan horor.
"Kau darimana, Dev? Kenapa lama sekali mengambil minumnya?" Tanya Bellinda seraya mendengus sebal.
"Maaf, Sayang. Ayo kita lanjutkan!" Devan segera membuka kausnya dan melompat ke atas tempat tidur.
"Aku terlanjur mengantuk! Kita tidur saja!" Sahut Bellinda yang memilih untuk merapatkan selimut dan memunggungi Devan.
"Tapi, Bell!"
"Tidur saja, Dad Devan!"
.
.
.
Kapok si Devan nggak jadi dapat jatah 😂
Terima kasih yang sudah mampir.
Dukung othor dengan like dan komen di bab ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments
Sulaiman Efendy
DAD DEVAN MNA BRANI SAMA MOM BELLE... 😂😂😂😂😂
2023-05-12
0
Riska Wulandari
Syukukurin Dad..
2021-11-13
0
Anna Aqila 🏚️ 🌺
hahahaha rasain itu dad Devan
2021-09-26
0