"Jangan pernah menyentuh Anne! Jangan cari-cari kesempatan!"
"Anne itu masih kecil!"
Kata-kata Dad Devan terus saja berkelebat di benak Abiano.
Bukankah Abi suami sah Anne?
Jadi kenapa Abi harus menjauhi dan tidak boleh menyentuh istrinya?
Dasar orang tua kolot yang aneh!
"Abi, Anne kemana?" Sapaan dari Bu Sani membuyarkan lamunan Abi.
Ibu kandung Abi tersebut terlihat sedang mencari-cari keberadaan menantu barunya.
"Mau pulang ke rumah Dad-nya katanya, Bu! Ayo kita tinggal saja!" Jawab Abi seraya menuntun sang Ibu dan hendak meninggalkan resto tersebut.
"Loh! Trus kamu mau pulang kemana?" Tanya Bu Sani menatap tajam pada sang putra.
"Ya ke rumah kita, Bu. Ibu bagaimana, sih?" Abi terkekeh.
"Kamu harus ikut pulang bersama Anne, Bi!" Bu Sani melepaskan gamitan lengan Abi.
"Anne nggak mau Abi ikut pulang bersamanya, Bu. Dia bisa menjaga diri. Ada banyak saudara yang menjaganya juga," ujar Abi yang sepertinya merasa acuh.
"Abi, kamu sekarang itu suaminya Anne." Bu Sani berusaha menasehati sang putra.
"Sekarang kamu temui Anne, kamu ajak Anne pulang ke rumah kita. Kalau Anne tidak mau dan masih ingin tinggal di rumah orang tuanya, kamu juga harus menemani tinggal di sana. Jangan meninggalkan istrimu seperti ini," sambung Bu Sani lagi dengan nada lembut mengayomi.
"Lalu bagaimana dengan Ibu kalau Anne tidak mau tinggal di rumah kita dan Abi harus tinggal di rumah Pak Devan?" Tanya Abi khawatir.
Sudah sepuluh tahun sejak bapak kandung Abiano meninggal, dan sejak saat itu pula, Abi selalu bersama-sama dengan sang ibu. Abi belum pernah tinggal terpisah dari ibu kandungnya ini.
"Ibu akan baik-baik saja, Abi! Kamu bujuk Anne pelan-pelan agar mau pulang ke rumah kita. Tapi jangan memaksanya juga. Ibu akan menyiapkan kamar untuk kalian berdua dulu agar Anne merasa nyaman saat dia pulang ke rumah," tutur Bu Sani mengusap lembut kepala Abi.
"Yaudah, Abi antar Ibu pulang dulu," ucap Abi selanjutnya.
"Tidak!" Tolak bu Sani cepat.
"Kamu cari Anne sana! Ibu akan pulang naik ojek," lanjut Bu Sani 'mengusir Abi'
"Tapi, Bu-"
"Abi, Bu Sani, belum pulang?" Sapa Sean yang juga baru keluar dari dalam area pesta.
Pemuda itu keluar bersama Kyle dan Emily.
Valeria tak terlihat. Mungkin pulang bersama kedua orang tuanya.
"Ini baru mau pulang, Nak Sean. Mau cari ojek dulu," jawab Bu Sani seraya tersenyum.
"Aku baru mau mencari Anne dan mengajaknya pulang," timpal Abi ikut menjawab pertanyaan Sean.
"Anne ada di dalam tadi, sedang makan," ucap Emily memberi informasi pada Abi.
"Masuk sana! Susul istrimu!" Titah bu Sani lembut.
"Bu Sani pulang bersama kami saja," tawar Kyle pada ibunya Abi.
"Iya, Bu. Tidak usah naik ojek. Pulang bersama kami saja sekalian," timpal Sean ikut-ikutan memaksa bu Sani.
"Baiklah, kalau kalian memaksa." Bu Sani terkekeh.
"Kami pulang duluan, Bi!"
"Selamat menikmati ehem-ehemnya!" Pamit Sean seraya tergelak.
Kyle, Emily, dan Bu Sani juga ikut berpamitan dan mereka berempat segera menuju ke tempat parkir yang sudah cukup sepi.
Kini tinggal Abi yang berdiri di pintu masuk resto
Baru saja Abi akan kembali masuk ke dalam, saat seorang pria sudah berdiri di belakangnya dan membuat Abi terkejut bukan kepalang.
"Apa kau berniat kabur tanpa berpamitan?" Tanya Dad Devan seraya bersedekap dan melempar tatapan mengerikan itu lagi pada Abi.
Abi tak tahu apa sebenarnya masalah bapak mertuanya ini. Kenapa dia seperti benci sekali pada Abi?
"Saya tadi hanya mengantar ibu, Om. Eh, maksud saya Pak. Eh, Dad," jawab Abi belepotan. Sepertinya pemuda itu merasa bingung harus memanggil Devan apa.
"Dad Devan!" Ucap Devan tegas.
"Iya, Dad Devan. Maaf!" Ulang Abi seraya menggaruk kepalanya sendiri.
"Masuk ke dalam!" Perintah Dad Devan memberi kode pada Abi agar mengikutinya kembali ke dalam restorant.
Mereka menuju ke lantai dua resto, di mana ada sebuah ruangan yang penuh dengan manusia.
Tidak penuh sebenarnya.
Hanya ada keluarga Anne dan keluarga Valeria di sana.
"Sedang menjalin keakraban dengan menantu baru, Dad?" Kelakar Liam seraya tertawa tanpa dosa.
Anne terlihat duduk di sana juga dan sedang makan. Lebih tepatnya sedang disuapi makan oleh tante Airin.
Manja sekali istri Abi itu!
"Apa kau tidak bisa makan sendiri? Kenapa merepotkan tante Airin begitu?" Omel Thalia pada sang adik.
Anne tak menjawab dan hanya mencibir.
"Tante tidak merasa repot, Thalia. Valeria dan Ben sudah tidak mau disuapi. Jadi tante menyuapi Anne saja," sahut Tante Airin yang kembali menyuapkan sendok berisi nasi dan lauk ke dalam mulut Anne.
"Duduk dan gabung sini, Abi!" Ajak Om Theo ramah.
Pria paruh baya itu sama ramahnya dengan Valeria. Sangat berbeda dengan Dad Devan yang selalu bersikap ketus pada Abi. Sama seperti halnya sikap Anne pada Abi.
Ya ya ya.
Buah memang selalu jatuh tak jauh dari pohonnya.
Kenapa mertua Abi bukan Om Theo saja?
Dad Devan sudah duduk di dekat Mom Belle sekarang, dan sudah berhenti menatap horor pada Abi tentu saja. Tapi tetap saja, Abi merasa canggung berada di ruangan ini. Abi hanya orang asing beda kasta yang kebetulan menjadi anggota keluarga ini karena sebuah hal yang terbilang memalukan.
Sungguh, kehadiran Abi di tengah-tengah keluarga ini benar-benar seperti anak terbuang yang tak pernah diharapkan. Akankah ke depannya Abi bisa membawa diri dan beradaptasi dengan keluarga ini?
"Aku dengar kau bekerja part time selama ini, Bi? Kau bekerja apa?" Liam membuka obrolan dan melempar pertanyaan pada Abi.
Semua orang di ruangan tersebut yang tadinya sibuk berbicara dengan lawan bicara masing-masing, sejenak menghentikan obrolannya, dan menatap serempak ke arah Abi seakan ikut penasaran dan menunggu jawaban Abi.
Abi benar-benar grogi sekarang
Rasanya seperti dihakimi massal.
"Saya," Abi menggaruk kepalanya yang tak gatal dan sedikit salah tingkah.
"Saya bekerja sebagai kurir online," jawab Abi akhirnya.
"Kurir makanan?" Tanya Liam lagi mengerutkan dahinya.
"Kurir apa saja, tidak hanya makanan," jelas Abi sekali lagi.
"Setelah ini Abi akan diajari Dad Devan cara mengelola sebuah kafe. Nanti Abi akan membantu Dad Devan mengelola beberapa cabang kafe B&D. Bukan begitu, Dad Devan?" Tutur Om Theo minta persetujuan dari Devan.
"Ya! Tentu saja." Sahut Dad Devan dengan nada malas.
"Liam lebih memilih dunia modelingnya, jadi aku terpaksa mengajari Abi saja," imbuh Dad Devan lagi melirik sekilas ke arah Liam yang hanya nyengir kuda.
"Mom menyuruh Liam belajar mengurus Halley Development, Dad! Jadi bukan Liam yang menolak untuk mengelola kafe B&D. Liam hanya tidak mau membantah Mom!" Liam mencari alasan dan pembenaran.
"Lagipula, bukankah sejak awal yang seharusnya lanjut mengurus kafe B&D itu Kak Thalia dan Kak Thalita," imbuh Liam lagi yang belum selesai menuturkan alasannya.
"Zayn akan mengomel dari Sabang sampai Merauke kalau aku bekerja dan menjadi wanita karier," sahut Thalia dari sudut ruangan.
"Salah sendiri, cari pacar yang suka mengekang model abang Zayn," cibir Liam seolah sedang mengajak Thalia berdebat.
"Aku sudah berulangkali memutuskannya. Tapi pria itu gila!" Sahut Thalia malas.
"Dia terlanjur tergila-gila kepadamu, Kak!" Sahut Anne ikut mengejek Thalia.
"Kau akan tetap menikah dengan Zayn, Thalia! Keluarga Abraham sudah melamarmu baik-baik dan memintamu menjadi menantu mereka. Jadi tidak perlu mencari sederet alasan!" Ucap Mom Belle menengahi perdebatan putra putrinya.
"Kenapa bukan Thalita saja yang kemarin Mom jodohkan dengan Zayn?" Thalia masih keras kepala.
"Zayn tertariknya kepadamu, bukan pada Thalita." Jawab Mom Belle menatap tajam ke arah Thalia.
"Lagipula, Zayn belum pernah bertemu Thalita. Jadi mana mungkin pria itu tertarik pada saudara kembarmu," timpal Dad Devan menyambung kalimat Mom Belle.
"Wajah kami berdua kan mirip, Zayn juga mungkin tak akan bisa membedakan jika kami berdiri sejajar dan memakai baju yang sama," kekeh Thalia yang mendadak mendapat ide konyol di kepalanya.
"Penampilan kalian beda, Kak!" Sergah Anne mematahkan pendapat Thalia.
"Kak Thalia berambut pendek dan tomboy. Sedangkan Kak Thalita berambut panjang dan feminim," Jelas Anne yang sontak membuat Thalia mencebik.
"Kak Thalia punya kembaran?" Tanya Abi pada Liam sedikit berbisik.
"Ya! Kami empat bersaudara. Kak Thalia dan Kak Thalita kembar. Apa Anne belum menceritakannya kepadamu?" Liam balik bertanya.
Abi hanya menggeleng.
"Lalu dimana kak Thalita sekarang?"
"Masih di luar negeri menyelesaikan pendidikannya," jelas Liam yang hanya ditanggapi Abi dengan sebuah anggukan tanda paham.
Benar-benar keluarga besar ternyata. Semoga semuanya tidak se-ketus Dad Devan.
.
.
.
Terima kasih yang sudah mampir.
Dukung othor dengan like dan komen di bab ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments
Sulaiman Efendy
JODOH MEREKA NNTI TRTUKAR, MLH ZAYN NNTI DGN THALITA, THALIA DGN DANIEL..
2023-05-12
0
Riska Wulandari
namanya juga bapak yang anaknya kamu hamilin ya lasti ketus Biii..
2021-11-13
0
Sivak Elyana
kenapa jadi dad devan yg ketus biasanya mom belle yg jutek
2021-07-31
0