Salah satu peristiwa yang paling menegangkan di daerahku adalah ketika hari proklamasi tiba. Aku masih mengingat setiap tahun pada tanggal 17 Agustus, kami warga kampung wajib menaikkan bendera merah putih di depan rumah. Lagi-lagi kami dihadapkan pada buah simalakama. Jika kami memiliki bendera merah putih maka kami akan berurusan dengan para pemberontak. Dan jika kami tidak memilikinya, kami akan berakhir di pos pemeriksaan aparat keamanan.
Abu bahkan menyimpan selembar kain merah putih itu ibarat menyimpan emas. Abu memasukkan bendera ke dalam kantong plastik lalu menguburnya dalam tanah. Alhasil, keluarga kami dari dulu tidak bermasalah dengan bendera. Saat kampungku masih dikuasai oleh para pemberontak, mereka selalu memeriksa setiap rumah warga yang memiliki bendera tersebut lalu mengambilnya untuk dibakar. Kemudian, mereka memberikan bendera mereka dengan lambang khusus yang mereka buat untuk dikibarkan di depan rumah-rumah warga.
Saat kampung kami berhasil diduduki oleh aparat pemerintah, setiap rumah kembali diperiksa. Dan bagi warga yang memiliki bendera para pemberontak akan berurusan dengan aparat keamanan. Lagi-lagi Abu berhasil menyimpan bendera tersebut dengan sangat aman yaitu di dalam tanah.
Setiap rumah sudah dibagikan satu lembar kain merah putih seminggu yang lalu oleh aparat keamanan. Abu tetap menerima bendera pemberian mereka walaupun Abu masih menyimpan bendera lama.
Hari ini tepat tanggal 17 Agustus, setiap rumah di kampungku sudah terpasang bendera merah putih sebagai bentuk syukur karena negara Indonesia telah merdeka. Namun, Acehku tersayang. Kapan akan merdeka? Merdeka dari peperangan antara pemberontak dan aparat pemerintah. Merdeka untuk anak-anak bersekolah, merdeka dari suara ledakan bom, pembakaran rumah, deru peluru serta ketakutan akan penculikan, pembunuhan, perkosaan dan merdeka dari air mata yang selalu tumpah di akhir setiap peristiwa tersebut.
Aku berdiri bersama warga yang lain di sebuah tanah lapang yang disiapkan oleh aparat keamanan untuk mengadakan upacara proklamasi kemerdekaan. Setiap warga diwajibkan hadir, sudah satu minggu ini kampungku kembali menjadi lautan pria berbaju loreng. Tanah lapang tersebut dijaga ketat oleh banyak tentara. Aku menggendong Teuku yang sedikit rewel karena minta di lepas. Teuku ingin turun dan berjalan seperti di rumah. Bayi itu tidak tahu jika saat ini dia tengah berada di tempat yang bagi warga kampung terlihat menyeramkan.
Jika sampai ada lemparan bom di tempat ini maka kami semua bisa dipastikan meninggal. Tempat ini terlalu terbuka dari berbagai sudut. Aku mencoba menenangkan Teuku namun bayi itu enggan untuk diam. Suaranya keras dan cukup mengganggu sampai akhirnya aku menurunkannya untuk berdiri di sampingku.
Ternyata rasa penasaran anak ini sangat tinggi hingga sampai turun pun dia tidak mau dipegang olehku. Lalai sesaat, dia berhasil berjalan dengan sedikit tertatih dan tanpa aku duga bayi itu berjalan ke depan. Aku ingin mengambilnya namun langkahku terhenti tatkala melihat Teuku sudah berdiri di samping seorang tentara yang aku kira pangkatnya lebih besar karena dia berdiri di atas panggung kecil.
Tentara itu sedikit berumur menurutku dan dia tengah melihat ketiga tentara yang akan menaikkan bendera di depannya. Teuku di sana memegang tangan kiri pria tersebut dan dia dengan tenangnya berdiri mengikuti tatapan tentara tersebut.
“Ya Allah,” Batinku melihat Teuku seperti melihat Rendra di sana.
“Lihatlah bayi ini! Kelak, dia akan berdiri di sini menggantikan saya. Itu semua akan terwujud jika Aceh aman. Banyak anak-anak yang akan sukses namun terhalang dengan konflik. Anak-anak ibu bapak sekalian bisa hidup lebih layak dan menggapai cita-citanya walaupun sederhana berupa sekolah sampai SMA atau menjadi seorang pedagang dikemudian hari. Akan tetapi, jika Aceh yang kita cintai ini terus menerus dipenuhi oleh pikiran-pikiran untuk merdeka atau mendapatkan hidup lebih baik setelah merdeka itu hanya akan menyiksa anak-anak ibu bapak yang terus hidup dalam ketakutan sehingga untuk bercita-cita yang sederhana saja mereka tidak mau. Anak-anak ini akhirnya akan terus dicuci otaknya oleh orang yang tidak bertanggung jawab di luar sana untuk mengikuti mereka. Dengan dalih berjuang demi bangsa tapi nyatanya itu malah menyakiti bangsa, menyakiti bapak ibu sendiri. Akhirnya, anak-anak yang ibu lahirkan dengan penuh kasih sayang akan pulang dalam bentuk jasad. Saya sudah lama bertugas di sini. Sudah banyak air mata yang tumpah dari setiap orang tua yang melihat jasad anak-anak mereka untuk terakhir kalinya. Tidak hanya di sini, di daerah lain jauh dari sini. Ada seorang istri yang tengah mengandung sedang menunggu suaminya pulang bertugas. Ada seorang wanita yang menunggu calon suaminya untuk menikah. Ada orang tua yang sedang menunggu anak lelaki mereka pulang dengan selamat dan yang lebih menyakitkan adalah ada bayi baru lahir yang sedang menunggu suara ayahnya untuk mengazankan. Jika Aceh damai, maka para istri, anak dan orang tua kami di sana tidak akan merasakan itu semua dan mereka tidak akan menumpahkan air mata tatkala melihat putra ataupun suami mereka pulang dalam keadaan kaku dalam keranda. Lihatlah bayi ini! Lihat wajahnya yang sangat tampan. Tanyakan padanya suatu hari nanti, apa dia punya ayah? Seperti apa ayahnya? Saya yakin anak ini juga tidak tahu bagaimana wajah ayahnya. Oleh sebab itu, saya mohon kepada bapak dan ibu yang memiliki putra atau putri yang sudah mengambil jalan salah supaya diingatkan. Perjuangan yang mereka lakukan tidak akan berhasil. Justru mereka akan sengsara di luar sana. Kami, akan selalu melakukan penyisiran di mana saja mereka berada. Jika mereka ingin kembali, maka kami dengan tangan terbuka akan menerima mereka dan kami pastikan mereka aman dan tetap hidup. Acara hari ini adalah memperingati hari kemerdekaan negara kita, Indonesia. Kita telah mengusir para penjajah tersebut dengan bermodalkan bambu runcing serta doa yang tulus. Di Aceh, Cut Nyak Dhien, Cut Mutia, Teuku Umar, Tengku Chik Di Tiro, Laksamana Keumala Hayati dan banyak lagi para pahlawan Aceh yang berjuang melawan bangsa kafir di tanah Aceh. Para ulama juga ikut membantu perjuangan para pahlawan saat itu. Dan berkat rahmat Allah, Aceh dan Indonesia berhasil melawan para penjajah dan merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945. Sekarang tanyakan pada putra putri ibu bapak, kemerdekaan apa yang mereka perjuangkan saat ini? Apa sesama muslim dan sebangsa setanah air, kami masih dianggap penjajah yang harus mereka perangi? Bukankah sesama muslim dilarang saling membunuh? Terus apa tujuan dari pemberontakan mereka? Kemerdekaan hanya sekali di negeri ini yaitu kemerdekaan tahun 1945. Tidak ada lagi kemerdekaan setelah itu. Kami pastikan negara tidak akan membiarkan para pemberontak di luar sana berbuat sesuka mereka. Jika mereka tidak mau kembali maka jangan salahkan kami untuk bertindak tegas. Berapa banyak lagi nyawa yang harus melayang tanpa tahu salah mereka apa. Salah apa warga kampung yang ditemukan menjadi mayat di pinggir jalan? Tanyakan itu kepada mereka! Bahkan jika salah pun kita tidak berhak mengambil nyawa orang sesuka hati." Tentara tadi menjeda sebentar, kemudian kembali melanjutkan pidatonya.
***
LIKE...LIKE..LIKE...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 300 Episodes
Comments
Reiva Momi
❤❤❤❤
2023-02-06
0
안니사
Speechless! gak tahu harus komen apa. Sungguh berat kehidupan warga Aceh saat itu...
2022-10-28
1
Cut Nyak Dien
semngat thor,serasa kembali pada msa itu
2021-11-15
0