Bagi pembaca novel ini yang berasal dari Aceh dan pernah merasakan sendiri bagaimana kerasnya hidup saat itu, Mereka akan merasakan jika novel ini tidak menggambarkan secara rinci berbagai kejadian.
Walaupun ini hanya fiksi tapi aku tidak mau ambil resiko dikemudian hari dengan report-report yang gak jelas. So, aku main aman aja.
Happy Reading...
***
Rendra kecil kini sudah tumbuh besar, dia sudah mulai berjalan walaupun masih tertatih dan kadang-kadang harus menangis karena terjatuh. Banyak hal menyenangkan yang terjadi selama tumbuh kembangnya.
"Jika Rendra kecil sudah bisa makan, berikan dia telur rebus setiap hari! Telur rebus bagus untuk pertumbuhannya karena mengandung banyak protein. Apalagi ayam kalian ayam kampung yang tidak memakan makanan toko. Rendra kecil akan tumbuh menjadi anak lelaki yang tinggi dan kuat dari teman-temannya. Kalau ada ikan gabus di rawa dekat sawah juga bisa kamu berikan untukknya. Insya Allah, Dia akan tumbuh dengan kecerdasan diatas teman-temannya yang lain." Isi pesan yang Rendra tuliskan di salah satu buku.
Aku selalu menulis perkembangannya setiap bulan pada sebuah buku kosong tebal yang Rendra kirimkan. Awalnya aku bingung kenapa Rendra memberikan buku kosong yang lumayan tebal lengkap dengan satu kotak bolpoin.
Aku mulai menulis saat Rendra sudah belajar merangkak, demam karena tumbuh gigi serta proses dia mencoba berdiri hingga kemunculan gigi atasnya. Jika ada kontak senjata atau suara bom meledak, Rendra tidak lagi menangis. Rendra kecil sepertinya sudah terbiasa dengan suara-suara 'indah' tersebut. Dia juga sudah tahu meminta dan memangil jika ada orang kampung yang lewat di depan rumah atau ada kerabat yang berkunjung.
Rendra kecil tidak pernah kekurangan kasih sayang. Bahkan para tentara yang baru bertugas di kampung kami sangat sering mengantarkan susu untukknya. Setiap truk mereka pulang entah darimana, mereka selalu datang ke rumah untuk mengantarkan susu buat Rendra kecil.
Meski keluargaku menjaga jarak dengan mereka, namun mereka seakan tidak peduli. Terkadang saat Abu membawa Rendra kecil berjalan-jalan di pagi hari, mereka selalu memanggil Rendra dan bayi tersebut justru senang bahkan melambaikan tangannya kepada mereka. Apa Abu membenci mereka? Jawabannya adalah tidak. Walaupun anaknya meninggal oleh peluru yang berasal dari senjata mereka namun, itulah adalah resiko dari perbuatan abangku sendiri.
Aku tidak mengenalkan Rendra kecil pada Rendra karena menurutku akan percuma saja. Aku tidak mau membuat ikatan tak kasat mata antara keduanya. Rendra pasti akan berpikir jika dia adalah ayahnya. Dan jika dia besar suatu saat aku harus mengatakan apa tentang foto laki-laki itu jika Rendra kecil bertanya. Haruskan aku mengatakan jika pria tersebut adalah orang yang sudah menembak kedua orang tuanya? Bagaimana mungkin aku memperlihatkan pria itu jika foto ayah dan ibunya saja tidak pernah ia lihat.
Foto ayahnya hanya foto yang terdapat di ijazah sedangkan foto ibunya juga tidak ada. Bahkan keluarga dari ibunya saja tidak datang saat di kuburkan. Apakah keluarga ibunya tidak tahu jika mereka memiliki cucu yang masih hidup? Sudah pasti tidak. Mereka sudah lama meninggalkan kampung setelah kakak ipar menikah dengan abangku. Ibu dari kakak ipar serta adik perempuannya memilih kembali ke kampung orang tuanya di kabupaten lain.
Kerabat Abu yang aku panggil Mak Cek tersebut kemudian pergi ke rumah Pak Keuchik di kampung itu. Mak Cek menitipkan amanah, "Jika suatu hari mereka kembali, tolong sampaikan jika anak kedua Rahmah masih hidup! Dan sekarang berada di rumah Ilham." Pak Keuchik mengangguk pelan, kemudian Mak Cek kembali ke kampungnya.
Suara ledakan bom ataupun senjata masih sering terjadi, namun bukan kontak tembak melainkan lemparan granat atau tembakan peledak yang berasal dari bazoka milik para pemberontak. Setelah menembakkan itu mereka langsung menghilang jadi aparat pemerintah hanya bisa melakukan pengejaran tampa bisa menangkap pelaku.
Kasus penculikan semakin menjadi dan yang lebih mengenaskan adalah setelah diculik tidak ada yang kembali dengan selamat. Setelah menghilang beberapa hari, korban pasti ditemukan dalam bentuk jasad yang sangat memperihatinkan.
Seperti saat ini, Aku menggendong Teuku bersama Abu dan Umi sedang berada di rumah salah satu kepala kampung sebelah. Pak Keuchik, kami biasa memanggilnya. Beliau diculik oleh orang tidak dikenal tengah malam di rumahnya. Dua hari setelah itu, Beliau ditemukan tak bernyawa di pinggir jalan menuju kecamatan.
Aku mendengar beberapa orang dari kampung lain yang mengatakan jika malam sebelum ditemukan jasad Pak Keuchik, Beberapa warga yang rumanya tidak jauh dari bukit sempat mendengar suara orang menjerit. Tidak ada yang berani keluar apalagi naik ke atas bukit tersebut.
Aku juga mendengar jika Pak Keuchik ditangkap karena tidak bersedia membantu dana untuk keperluan para pemberontak. Dan kejadian itu terus berlangsung tampa ada penyelidikan dari aparat pemerintah. Terkadang, orang yang diculik justru tidak bersalah. Mereka hanya sekedar lewat dan menyapa para aparat pemerintah atau rumah mereka pernah didatangi oleh aparat tersebut yang membuat para 'Cuak' melaporkan mereka pada para pemberontak.
Banyak wanita menjadi janda dan para anak menjadi yatim hanya karena konflik keegoisan para petinggi negeri yang semoga tidak dilaknat oleh sang pencipta.
Seminggu setelah meninggalnya Pak Keuchik kampung sebelah, kampung tersebut kembali geger dengan kejadian pemerkosaan yang menimpa beberapa gadis di desa tersebut. Dan yang lebih parahnya, para orang tua tidak bisa berbuat apa-apa saat anak gadisnya dibawa. Jika melawan, mereka akan berakhir mengenaskan. Kemana aparat keamanan? Mereka di posnya. berjaga setiap saat jika suatu waktu kembali mendapat serangan. Mereka akan berpatroli jika terjadi kontak senjata dengan pihak pemerintah ataupun ada penyerangan ke markas para pemberontak.
"Cut, Abu takut. Abu tidak mau kejadian itu menimpa kamu. Berdoalah setiap saat supaya Allah menjauhkan keburukan itu dari kamu." Kali ini aku bisa meihat dengan jelas raut wajah Abu penuh kesedihan yang mendalam.
"Insya Allah, Allah akan melindungi keluarga kita. Ada anak yatim di rumah kita, Abu. Bukankah nabi saja menyuruh kita menyayangi anak yatim?" Abu menganggukkan kepala lalu sejurus kemudian mengusap kepala Rendra dengan lembut.
Satu hal yang tidak pernah aku lakukan saat bersama Abu. Aku tidak pernah memanggil Rendra kecil dengan panggilan 'Rendra' melainkan dengan panggilan 'Teuku'.
"Abu, besok hari pekan. Apa kita akan turun?" Tanya Umi yang membawa tiga butir telur rebus untuk Rendra kecil.
"Abu bingung, Umi. Abu takut meninggalkan Cut dan Teuku di rumah. Jika kita bawa mereka juga sangat berisiko. Abu tidak mau kejadian dulu kembali terulang."
"Tidak usah saja kalau begitu, Abu. Umi juga takut."
"Kita makan apa yang ada aja, Abu. Cut juga takut kalau kita turun. Apalagi kejadian minggu lalu di kampung sebelah sangat mengerikan. Bahkan, Cut sempat mendengar dari warga yang melayat ke rumah Pak Keuchik kalau suara orang menjerit masih sering terdengar dari atas bukit. Ada warga kampung juga yang sering melihat Pak Keuchik berjalan melewati jalan depan rumah warga."
"Arwahnya mungkin belum tenang atau pihak keluarga tidak mengambil arwah beliau di tempat kejadian." Jawab Abu.
***
LIKE.....LIKE...LIKE....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 300 Episodes
Comments
Reiva Momi
nggak kebayang kalau di posisi Cut 😔
2023-02-06
0
안니사
Sungguh hari-hari yang berat di lewati oleh warga yang di hidup area konflik,,,
2022-10-28
1
Cut Nyak Dien
Qdulu juga pernh dengr kbr2 penculikan thor,tpi yo wwlh wong q juga msh kecil wktu iru
2021-11-15
0