Kepada wanita yang sangat ingin saya jadikan istri.
Hampir setahun saya di sini dan bertemu dengan kamu. Saya selalu memperhatikan kamu tampa kamu sadari. Saat almarhun Eko melamar teman kamu, saya berharap bisa melakukannya juga. Dengan dukungan dari rekan-rekan di pos, saya memberanikan diri untuk melamar kamu pada kedua orang tuamu. Namun nasib saya tidak sebaik almarhum Eko. Dia diterima dengan mudah walaupun mereka terpisah sebelum bersama. Tapi saya justru ditolak. Antara sedih dan lucu ketika saya melihatmu menolak lamaran saya dengan sorot mata tajam seakan saya orang yang paling kamu benci. Saya minta maaf jika ada perbuatan saya yang menyakiti hatimu. Saya kesini karena tugas yang wajib saya patuhi. Saya berharap bisa membawamu ikut ke rumah saya tapi sepertinya ini hanya akan jadi angan-angan semata. Semoga kita berjodoh, doa itu yang selalu saya panjatkan. Tas beserta isinya adalah kenang-kenangan dari saya untuk kamu. Masa tugas saya akan berakhir minggu depan, saya memanfaatkan waktu sebaik mungkin selama kamu di sini untuk bisa dekat dengan kamu. Cut Zulaikha, saya menyayangi kamu sepenuh hati, semoga kamu selalu dalam lindungan Allah SWT. Kamu adalah wanita terhebat yang pernah saya temui. Berhati-hatilah setelah kepulangan saya nanti. Jangan pernah pergi sendiri. Saya juga akan merindukan Teuku, didik dia dengan baik dan jangan pernah biarkan dia mengikuti jejak ayahnya. Dia berhak mendapat kehidupan yang lebih baik. Sebenarnya saya ingin menambahkan nama saya padanya tapi saya malu, saya tidak mempunyai hak atasnya.
Saya akhiri surat ini, semoga kamu berbahagia. Jika suatu hari kamu merindukan saya, lihatlah foto di dalam buku.
Assalamualaikum...
***
Dia mau pergi terus kenapa dengan perasaanku? Bukankah aku tidak peduli? Kenapa sekarang malah memikirkan dia? Berbagai pertanyaan muncul dalam benakku, dadaku juga kembali sesak. Aku melipat kembali surat tersebut lalu memasukkan kedalam buku. Aku juga melihat foto Rendra dalam balutan pakaian biasa. Ia memakai kaos warna abu-abu serta celana panjang sedang tersenyum ke arah kamera.
Walau dalam balutan pakaian biasa sisi seorang tentara jelas sangat melekat padanya. Badannya yang bidang disertai otot-otot kekar khas tentara sungguh membuatnya sangat tampan. Apa sekarang aku mulai menyukainya? Oh tuhan, aku lupa pernah berada dalam pelukan pria ini tadi.
Kenapa wajahku tiba-tiba panas dan jantungku berdetak kencang? Apa ini yang Miftah rasakan? Ah, Miftah belum bercerita bagaimana rasanya padaku.
Aku langsung menutup buku itu lalu menyimpannya dalam tas begitu Abu dan Umi masuk. Setelah shalat isya, Abu dan Umi langsung tidur. Tapi apa yang terjadi padaku malam ini? Aku tidak bisa tidur, semua tentang dia menari-nari dikepalaku.
Keesokan harinya...
"Cut, kamu sakit?" Tanya Umi saat membereskan tempat tidur.
"Tidak, Umi. Cuma tadi malam Cut tidak bisa tidur."
"Abangmu sudah mengambil jalannya sendiri berarti dia sudah siap menerima resikonya. Jangan kamu pikirkan lagi. Ayo, sebentar lagi kita akan mengambil jenazahnya.
Pintu kami terbuka, lagi-lagi pria itu yang datang. Tapi kenapa kali ini aku merasa sakit di dada. Perasaan apa ini? Kenapa saat melihatnya aku merasa panas dingin begini?
"Mari, Pak, Buk, Cut. Mobil sudah menunggu."
Abu dan Umi berjalan beriringan mengikuti Rendra. Aku berjalan di belakang Abu dan Umi seraya memikirkan perasaanku yang sedang tidak menentu.
Beberapa menit kemudian mobil yang kami tumpangi sampai ke rumah sakit. "Abu dan Umi silakan mengikuti rekan saya menuju kamar jenazah." Abu dan Umi pergi mengikuti rekan Rendra tampa banyak bertanya. "Ayo, kita ambil Teuku!" Aku mengangguk kecil.
Aku terus menuduk saat berjalan di sampingnya. Aku malu mengingat kejadian yang baru saja terjadi di koridor rumah sakit selepas kepergian Abu dan Umi. Aku yang berjalan di belakang Rendra sambik menunduk tiba-tiba menabrak punggung pria itu. Aku yakin dia sengaja berhenti tiba-tiba saat melihat senyumnya.
"Jalan di samping saya!" Rendra menari tanganku ke sampingnya. "Bukan mahram." Ucapku seraya melepaskan pegangan tangannya.
"Ayo, saya jadikan mahram!"
Aku tidak lagi menjawabnya. "Gimana bukunya? Kamu suka? Atau kamu lebih suka melihat wajah saya?" Pertanyaan macam apa itu? Kenapa dia jadi begini? Apa memang aslinya begini? Kenapa aku justru suka? Oh tuhan, jangan sampai aku menyukai pria ini.
Kami sampai di ruang bayi, seorang suster membawa Teuku keluar. "Ini sesuai yang Pak Rendra minta." Seorang perawat pria yang keluar di belakang suster tadi lalu menyerahkan sebuah tas besar pada Rendra. Susu dan baju-bajunya lengkap semua kan?" Tanya Rendra.
"Iya, Pak. Sudah lengkap semua." Jawab Perawat pria tersebut. Seorang rekan Rendra datang menyusul kami. "Suster berikan Teuku pada saya!" Suster tersebut menyerahkan Teuku pada Rendra lalu mengangguk pelan pada rekannya yang baru datang.
Cekrek...
Ternyata Rendra minta difoto bersama Teuku. Apa dia sangat menyukai anak kecil? Ah, aku tidak peduli. "Komandan seperti sedang foto keluarga." Ucap si tukang foto itu yang membuatku sadar jika yang difoto adalah kami bertiga bukan hanya dia dan Teuku. Aku menatapnya dan dia membalas dengan seutas senyum. "Biar adil, kamu punya foto saya tapi saya gak punya foto kamu." Ucap Rendra dengan sedikit mendekatkan wajahnyanya ke arahku dan...
Cekrek...
"Wah, ini mah romantis banget, Dan."
Lagi-lagi aku berada dalam bidikan kamera mereka. Rekan Rendra tersebut mengambik tas lalu berjalan di belakang kami. Aku tau jika dia diam-diam masih mengambil foto kami.
"Teuku Rendra Muhammad Nur, mulai sekarang namamu adalah Teuku Rendra Muhammad Nur, ya! Panggilannya Rendra." Rendra terus berbicara pada Teuku dan anehnya Teuku juga terlihat nyaman dalam gendongan pria itu.
"Andai Tantemu mau ikut sama Om, kita pasti tidak akan berpisah, tapi sayang, Tantemu sedikit malu-malu untuk membalas perasaan Om. Om ingin kamu tumbub besar dan bahagia. Andai dekat, Om akan sering mengunjungimu tapi kita harus berpisah padahal baru bertemu. Cepat besar supaya kamu bisa jagain nenek, kakek juga tante kamu yang sangat cantik ini. Jagain tante dari pria manapun yang mendekatinya, oke. Bilang pada mereka jika Tante punya Rendra gak boleh sama yang lain."
Aku diam saja mendengar perkataan Rendra pada Teuku. Aku merasa Rendra sedang menyampaikan isi hatinya melalui Teuku untukku. Sesekali Teuku tertawa khas bayi, dia menanggapi semua perkataan Rendra dengan tangannya yang selalu berada di wajah Rendra.
"Ada buku tentang mengurus bayi serta menangani bayi jika dia rewel atau sakit. Kamu bisa membaca semuanya. Cara membuat susunya juga ada di dalam. Saya tidak tau susunya akan cukup untuk berapa lama, jika susunya habis kamu dan keadaan tidak memungkinkan untuk ke kecamatan kamu bisa memberikannya air tajin." Aku menatapnya tidak mengerti dan dia jelas tahu maksud tatapanku.
Cekrek...
Lagi-lagi suara kamera di belakangku. "Air tajin, air saat kamu masak nasi. Kan ada airnya waktu nasi mau masak? Nah, air itu bagus pengganti susu apalagi kalian di kampung tidak menggunakan pestisida di padi jadi berasnya sudah pasti aman tidak terkena bahan kimia." Aku manggut-manggut tanda mengerti.
Deg...
***
LIKE...LIKE...LIKE...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 300 Episodes
Comments
𝟯𝗟𝟬𝗞 𝗚𝗶𝗔𝗻𝗗𝗿𝗔🦚
narsis juga yak Abang Rendra
2023-08-07
0
𝟯𝗟𝟬𝗞 𝗚𝗶𝗔𝗻𝗗𝗿𝗔🦚
huhhhhh terhura bca surat Abang rendra
2023-08-07
0
Reiva Momi
jangan bikin cut sama Rendra pisah thor 😢
2023-02-06
0