Annisa menatap nanar wajah Rangga, tak mau terjadi sesuatu pada dirinya, ia pun berlari meninggalkan rumah tua tersebut dengan tertatih tanpa alas kaki, karena sepatunya dibuka paksa oleh Herry saat ia tak sadarkan diri.
Annisa terus berlari tak tahu kemana arah kaki nya akan membawa ia pergi dari tempat terkutuk itu.
Sembari air matanya terus saja mengucur deras dan bermuara membasahi kedua pipi putihnya.
Gadis yang berusia tepat dua puluh tiga tahun itu berteriak, terus terus dan terus berlari. Dengan perasaan hancur.
" Kejar gadis itu !! siapa yang menyuruh kamu menyentuhnya ? apa kamu tuli haaahhhh? " teriak Rangga murka.
Leo kalang kabut, ia segera berlari mengejar Annisa sementara Herry dihajar habis habisan oleh Rangga, karena telah berani menyentuh gadis tawanan nya.
" Dasar brengsek lu, bukan kah gue sudah jelas, jangan sentuh dia. Hanya takuti saja bajingan." ungkapan amarah Rangga.
Tubuh Herry di penuhi dengan lebam, darah segar juga mengucur dari sudut bibir, matanya kebiruan sedikit robek. Wajah nya kini bak monster yang mengerikan.
Dengan membabi buta Rangga meluapkan emosi kekesalan dan kemarahan nya pada Herry.
Sementara Leo sepertinya telah kehilangan jejak langkah kaki Annisa. Bahkan ia telah berlari beberapa kilometer dari tempat penyekapan, tak jua menemukan Annisa.
Akhirnya Leo pun kembali ke rumah tua yang dijadikan markas, dengan tangan kosong.
******
" Brukkkk." Seorang pria yang hendak melangkah kan kaki, masuk ke gerbang pesantren tiba tiba terhenti, saat mendengar suara seseorang jatuh.
Pria tampan keturunan Arab ini pun mengurungkan langkahnya dan menoleh ke belakang.
Dilihatnya seorang wanita jatuh tersungkur dan tengkurap kebawah. Mencium lantai pesantren.
" Astaghfirullah, siapa kah gerangan." ucap Azzam, saat berada di depan Annisa yang terjatuh.
Sejenak Azzam merasa takut, ia menoleh kesana kemari untuk mencari pertolongan, namun tidak ada siapa pun disekitar.
Dengan ragu dan sedikit takut, Azzam membalik tubuh Annisa yang tergolek dengan jari telunjuknya tanpa menyentuh kulit gadis dihadapan nya sedikit pun.
" Ya Allah, sepertinya gadis ini pingsan." gumam Azzam.
Tak ingin menimbulkan fitnah lebih lagi, Azzam segera membawa tubuh lemah Annisa, menggendong nya ke dalam rumah sang Abi.
" Assalamu'alaikum, umi abi tolong." teriak Azzam saat sampai didepan kediaman sang Abi, sekaligus pemilik pesantren.
" Wa'alaikumussalam, loh loh siapa ini nak dari mana kamu menemukan nya?" teriak Fatimah sang ibunda Azzam.
" Maaf umi ceritanya panjang, Abi mana ? " tanya Azzam sembari meletak kan tubuh Annisa di atas sofa.
" Abi kan baru saja berangkat ke kota Zam, ada jadwal dakwah di kota M." jawab Fatimah.
Fatimah mengambil selimut dan menutupi tubuh Annisa. Gadis yang sedang pingsan itu terlihat pucat dan lemah.
" Barusan Azzam hendak mengajar santriwan umi, tiba tiba Zam dengar suara orang terjatuh, pas Zam menoleh ternyata seorang gadis tergeletak." ujar Azzam pria berusia dua puluh tujuh tahun itu bercerita.
" Kasihan ya Zam, pasti dia sedang dalam masalah." seru Fatimah, duduk mengusap rambut Annisa.
" Pastilah karena ulahnya sendiri umi, lagian siapa suruh dia telanjang begitu." komentar Azzam cuek.
" Husst, nggak boleh berkata seperti itu Zam, kita tidak berhak menghakimi seseorang nak. Sudah sana tolong ambilkan umi minyak kayu putih di kotak P3K, biar cepat siuman." seru Fatimah.
Azzam pun membawa minyak kayu putih yang di perintahkan sang ibunda. Saat ia berpamit untuk kembali mengajar, Fatimah melarang nya.
" Loh loh, ya di periksa dulu lah Zam, kamu kan seorang dokter, masa tega ninggalin pasien yang tidak sadarkan diri begitu saja." protes Fatimah.
Karena desakan sang ibunda, Azzam pun memeriksa Annisa dengan peralatan yang dimilikinya sebagai seorang dokter.
" Dia baik baik saja umi, hanya butuh istirahat. Sepertinya dia sedang syok." ujar Azzam seusai memeriksa kondisi gadis yang ditolong nya.
Fatimah pergi ke dapur membuat teh hangat untuk Annisa.
" Dia cantik sekali ya Zam?" tanya Fatimah dengan sebuah nampan berisi teh panas, lalu meletak kan nya di meja dan ia pun duduk disamping Annisa kembali.
" Lebih cantik kalau dia menutup auratnya umi."
sahut Azzam datar.
" Ya Allah ini anak kok cuek banget sih, kalau dia jodoh yang dikirim Allah untuk kamu bagaimana?" tukas Fatimah menggoda sang putera.
" Pasti kebanyakan nonton drama umi ini. Sudah lah Azzam ngajar dulu, assalamu'alaikum." pamit pria yang berprofesi sebagai seorang dosen, sekaligus bergelar dokter.
Fatimah tertawa terkekeh melihat sikap sang putra sulung nya yang begitu apatis terhadap gadis.
" Zam Zam, mau sampai kapan kamu menjomblo begitu, dijodohkan nggak mau, alasan nya pasti Allah siapkan jodoh terbaik buat Azzam suatu saat nanti." gumam Fatimah tersenyum menatap kepergian sang putra.
*******
" Assalamu'alaikum warahmatullahi wa barakaatuh, selamat pagi semuanya, maaf ada sedikit keterlambatan." ucap Azzam memulai kelas paginya.
" Wa'alaikumussalam warahmatullaahi wabarakaatuh pagi Ustadz." balas seluruh santriwan dalam kelas.
Dan pelajaran pun dimulai, Azzam dengan santai, sabar dan telaten mengajar para santriwan di pesantren milik abi nya. Yaitu Kyai Ahmad Waffiq Syafi'i.
******
Di tempat yang sama, Rangga masih merasa kesal dan marah terhadap sikap Herry yang telah kurang ajar terhadap Annisa.
Tatapan nanar terakhir Annisa saat melihatnya terus teringat oleh Rangga. Ada perasaan bersalah dan menyesal bercampur jadi satu.
" Harus nya gue sendiri yang ngerjain tugas ini bukan kalian." gerutu Rangga memukul meja dihadapan nya dengan keras.
Leo, Rio dan Herry terlihat takut melihat kemarahan Rangga saat itu. Namun tak satu pun dari mereka yang berani bersuara.
Jam di kota M telah menunjukkan pukul tiga sore. Tidak seperti biasanya Annisa telat pulang tanpa kabar.
Devi semakin cemas dan khawatir. Di usapnya layar ponsel milik nya, dicari nomor sang putri tercinta. Namun tidak ada sahutan. Devi pun menghubungi sang suami.
" Hallo papa, Annisa jam segini kok masih belum pulang , nggak biasanya dia telat pulang tanpa kasih kabar pa." ucap Devi kepada Amir suaminya, penuh ke khawatiran.
" Iya ma sabar dulu, apa mama sudah coba hubungi teman kampus nya yang biasa main ke rumah?" tanya Amir.
" Mama nggak punya nomor teman Nisa pa, hp Nisa kenapa nggak di jawab, itu anak sedang dimana." suara Devi terdengar mulai serak seperti mau menangis.
" Baik papa hubungi kampus Nisa bentar, mama sabar dulu ya. Papa segera pulang, biar Roni yang bantu cari Nisa." ujar Amir mengakhiri panggilan telefon nya.
Pria pemilik perusahaan ternama itu pun menghubungi pihak kampus tempat sang putri menimba ilmu.
Dari info yang di peroleh, ternyata kelas Annisa telah berakhir beberapa jam yang lalu. Hati Amir mulai khawatir juga. Takut hal buruk terjadi pada sang putri semata wayang.
" Roni, coba kamu datangi kampus putri ku, pastikan dengan benar apa yang terjadi pada dia. Jangan sampai berita miring tersebar, demi keselamatan Nisa." seru Amir pada ajudan kepercayaan nya.
" Baik tuan, laksanakan." balas Roni, sembari berpamit pergi ke kampus Annisa.
Amir segera kembali pulang ke rumah, dan sesampainya di rumah, Devi meraung menangis menunggu kabar sang putri tercinta.
Di peluk nya tubuh wanita yang tengah menangis tersedu tersebut dengan erat, mencoba menenang kan hati sang istri.
" Roni sedang menuju kampus Nisa ma, mama yang sabar ya, tenang dulu." bisik Amir mengusap pucuk kepala Devi.
" Nisa dimana pa hiks.... kenapa tidak menjawab telfon mama." Isak tangis Devi terus terdengar.
Sementara menunggu kabar dari Roni, jarum jam kian bergeser, dan hari pun berganti malam.
Sepasang suami istri yang tengah dilanda kekhawatiran itu menunaikan sholat Maghrib berjama'ah di kediaman nya.
Do'a dan harapan pun dipanjatkan dengan tulus oleh Devi dan Amir, berharap kabar sang putri segera di peroleh.
Dert...dert.... bunyi ponsel Amir dari Roni.
" Iya Ron katakan lah!" seru Amir.
" Maaf tuan, saya mendapati mobil nona Nisa masih terparkir dihalaman kampus. Sedangkan sewaktu saya chek CCTV, nona keluar kelas baik baik saja. Sedang kan di area parkir maaf tidak terpasang CCTV tuan. Sepertinya nona mengalami sesuatu saat dihalaman parkir kampus." ujar pria kepercayaan Amir.
" Selidiki tapi jangan sampai berita ini tersebar ke awak media, faham !!!" seru Amir mengakhiri percakapan dengan Roni.
Mendengar perkataan sang suami, tangis Devi pun makin pecah. Suara gaungan isak tangis Devi, membahana di kediaman Amir malam itu.
Sesuai janjinya pada Nisa sewaktu siang tadi, Shinta hendak berkunjung ke rumah sahabat nya malam itu.
*******
**BERSAMBUNG......
JANGAN LUPA KLIK VOTE RATE LIKE DAN GIFT YA KAKA READERS SEMUA AGAR AUTHOR SEMAKIN SEMANGAT BERKARYA
JANGAN LUPA PULA TINGGAL KAN JEJAK KOMENTAR KAKA READERS DI KOLOM KOMENTAR YG ADA
JAZZAQUMULLAH KHAIRAN KATSIR 🙏😘**
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 108 Episodes
Comments
bunda syifa
ko' bisa parkir kampus gc d pasang cctv, padahal kejadian atau kejahatan apapun bisa terjadi d tempat parkir
2024-08-05
0
Joko Jokoo
cuek jmpa cuek
2021-08-10
2
Ftl03
likeee
2021-07-04
2