Bagi yang menjalankan ibadah puasa, disarankan baca part ini malam aja sehabis tarawih ya?
karena bahaya. Nanti otor yang disalahin kalau puasa kalian batal. 😁😁
*
*
Arfan melempar posel ke atas handuk yang terlipat di pinggir bathub begitu dia membaca pesan dari atasannya. Lalu dia kembali merebahkan kepalanya di permukaan bak mandinya, melanjutkan ritual berendamnya malam itu setelah seharian berjibaku dengan pekerjaan dan urusan penting lainnya.
Dia bahkan tak sempat mengantarkan Amara tidur malam ini karena terlambat pulang. Gadis kecil itu sudah terlelap di kamarnya ketika dia tiba. Tanpa sambutan dan celoteh cerianya yang membicarakan banyak hal yanh dia lakukan seharian.
"Pria ber jas abu-abu apanya? memangnya dia pikir ada berapa orang di kota ini yang memakai jas abu-abu? Astaga, Tuhan! sampai kapan kegilaan ini akan berlangsung?" gerutunya.
Dia bangkit seraya menyapukan telapak tangannya yang basah ke kepalanya. Hingga aliran air membasahi wajah sampai ke leher.
"Dia tidak serius kan?" Arfan kembali meraih ponsel, lalu menyalakannya lagi. Kembali membaca pesan dan mencernanya baik-baik.
"Pria berjas abu-abu ... " dia menyentuh layar kala nomor ponsel Dygta terlihat saat dia menggeser beberapa kali.
"Apa yang kamu sembunyikan? siapa itu pria ber jas abu-abu? sepertinya bukan teman sekolahmu atau... " Arfan berpikir.
"Apa kamu sudah berurusan dengan orang luar? siapa... bagaimana bisa? aku tidak pernah melepaskan pandangan darimu selama sembilan tahun ini. Segalanya ada dalam genggamanku. Siapa itu?" Arfan terus bermonolog.
Apa aku harus menyadap ponselnya juga sehingga segalanya benar-benar tak luput dari perhatianku?
Hal gila macam apa ini? Dia sudah dewasa! haknya juga untuk memiliki kehidupan pribadi tanpa harus di recoki orang tuanya.
Pria itu memang sudah gila! Entah apa yang ada dalam kepalanya, yang justru membuat aku melanggar hak pribadi seorang anak.
Seorang gadis ...
Seorang gadis...
Arfan menatap lekat-lekat foto profil nomor milik Dygta. Gadis itu sudah mengganti fotonya dengan foto lain. Sosoknya yang bersandar pada tembok kusam di suatu tempat yang tidak Arfan tahu. Dengan rambut hitam agak kecoklatan yang terurai sedemikian rupa, ditimpa cahaya matahari yang membuatnya terlihat berpendar. Dengan tampilan wajah yang cemberut, namun cenderung terlihat imut. Dygta terlihat bak seorang peri.
Arfan terkekeh pelan.
Pikiranku sepertinya mulai kacau.
Dia kembali meletakkan ponselnya.
"Ibu dan anak sama saja! Membuat banyak orang hampir gila!" gumamnya, yang kembali menenggelamkan tubuhnya ke dalam air hangat berbusa. Berharap dapat membersihkan pikirannya yang sepertinya mulai terganggu.
*
*
"Sudah selesai mengobrolnya?" Satria mematikan laptop yang baru saja dia pakai untuk menyelesaikan pekerjaan yang tertinggal.
"Sudah." Sofia mengangguk.
"Bagaimana?"
"Biasa saja. Dia hanya sedang malas."
"Oh ya?" pria itu memindahkan segala alat kerjanya ke atas nakas setelah melirik jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 22.30.
"Kamu kebiasaan membawa pekerjaan ke dalam kamar." Sofia menggerutu. "Apa tidak cukup seharian bekerja, lalu melanjutkannya di ruang kerja? dan sekarang, kamu juga melanjutkan pekerjaanmu di kamar kita." dia mulai mengomel.
Satria tersenyum.
"Kamu lama sekali, aku sampai bosan menunggu. Daripada melamun, lebih baik aku melanjutkan pekerjaanku saja." jawabnya.
"Aku mengobrol dengan Dygta. Bukan sedang memerintahkan pegawai untuk mengerjakan sesuatu. Jadi tidak bisa cepat-cepat. Harus santai." tukas Sofia.
"Hmm ...memangnya apa saja yang kalian bicarakan?" Satria bersedekap.
"Banyak." Sofia memasuki ruang ganti untuk mengganti pakainnya dengan gaun tidur seperti biasanya.
"Misalnya?" Satria mengikuti perempuan itu dengan pandangan matanya. Hingga kepalanya hampir miring mengintip kedalam ruangan yang di penuhi pakaian dan berbagai macam aksesoris itu.
"Soal pacar." Sofia keluar dengan sudah mengenakan pakaian tidur berkain tipis menerawang berwarna hitam selutut. Seketika membuat Satria menelan ludah.
Walaupun entah sudah ke berapa ribu kalinya perempuan itu memakai pakaian seperti itu, masih tetap mampu membuat jakunnnya naik turun tak keruan.
Sofia berjalan mondar mandir di depannya melakukan banyak hal sambil terus berbicara. Entah itu memakai krim malam di wajahnya, kemudian melanjutkannya dengan memakai serum untuk merawat kesehatan kulitnya.
Terakhir perempuan itu menyisir rambut panjangnya yang berwarna hitam kecoklatan, dengan posisi membelakanginya. Membuat seluruh bagian belakang tubuhnya terekspos jelas.
"Kamu dengar tidak?" Sofia berbalik.
"Hah, apa?" Satria tergagap. Dia bahkan tak mendengar semua hal yang dikatakan istrinya barusan. Yang menarik perhatiannya adalah pemandangan indah di depan matanya.
Tubuh yang berisi, dada yang semakin indah, pinggul yang seksi, dan ...segala hal yang ada pada tubuh perempuan ini memang selalu menggoda imannya. Bertambahnya umur seperti tak berlaku padanya. Mungkin ini hasil dari kegigihannya menjaga tubuh dan merawat dirinya. Membuatnya tetap bisa mempertahankan penampilannya dengan baik.
Perempuan ini...
"Sayang!" panggil Sofia lagi, ketika memergoki suaminya yang seperti kehilangan fokus.
"Ah, ... iya. Apa? Kamu bilang apa tadi?" Satria semakin terhadap.
"Aku bilang Dygta belum punya pacar, tapi dia sedang suka dengan seseorang. Tapi dia tidak mau membicarakannya. Menurut kamu, apa dia akan baik-baik saja?" Sofia berjalan menghampiri tempat tidur dimana suaminya membeku.
"Mm ... apa teman sekolahnya? Atau seseorang yang kita kenal?" Satria mencoba mengalihkan pikiran.
"Tidak tahu. Dia tak mau membicarakan itu. Dia bilang 'privacy'. Jadi aku tidak bisa memaksanya untuk berbicara lebih banyak lagi." perempuan itu duduk di tepi ranjang didepan Satria.
"Hmmm ..." Satria menggumam pelan.
"Aku masih sedikit khawatir. Aku takut dia merahasiakan banyak hal dari kita. Dan kita malah mengetahuinya jika semuanya telah terjadi."
Satria tak menyahut. Pikirannya semakin dipenuhi hal kotor saat ini.
"Tapi mungkin pikiranku ini berlebihan ya?" Sofia terkekeh. Lalu menarik napas sambil memejamkan mata, menghembuskannya dengan pelan, kemudian menggigit bibir bawahnya ketika otaknya tengah berpikir keras.
Yang malah membuat Satria semakin merasa tak karuan. Alat tempurnya bahkan sudah tak bisa di ajak kompromi lagi.
"Mungkin aku harus sering menghabiskan waktu dengan Dygta ya?" Sofia menoleh.
"Mmm ...ya, mungkin." Satria dengan suara serak. Tatapannya kini telah berkabut.
"Besok sepulangnya Dim dan Dygta sekolah, aku mau bawa anak-anak jalan-jalan, ya? Mungkin ke mall." Sofia menaikkan kedua kakinya, lalu merangkak ke sisi lain tempat tidur disamping Satria.
"Hmmm ...
"Boleh?" Sofia menoleh dengan masih ada dalam posisi merangkak.
"Boleh." jawab Satria yang mulai bergerak melepaskan pakaian tidurnya, lalu melemparkannya ke belakang punggungnya.
"Baiklah. Terimakasih sayang." ucap Sofia yang sudah sampai di tempatnya, dan terhenyak ketika tubuh suaminya sudah hampir tak berjarak lagi dengannya.
"Apa anak-anak sudah tidur?" tanya Satria yang hampir mendekatkan wajahnya.
"Su-sudah." Sofia terbata.
"Pintu sudah kamu kunci?" pria itu menoleh ke arah pintu sejenak.
"Su-sudah." jawab Sofia lagi, yang bersiap menerima serangan. Dia sudah faham dengan apa yang akan terjadi setelah ini.
"Hmmm ..." Satria menyeringai. "Kamu juga harus sering menghabiskan waktu dengan aku." dia hampir berbisik.
"Kamu yang sering tidak punya waktu bukan? Aku selalu ada di rumah seharian." Sofia menyela.
"Jadi ini salahku?" Satria semakin mendekatkan wajahnha.
"Bukan ini salah pekerjaanmu yang terlalau banyak."
"Itu yang ada di dalam pikiranmu?"
"Ya."
"Kalau tidak begitu, kita tidak akan hidup seperti ini."
"Aku tahu. Berkat pekerjaanmu kita hidup senyaman ini."
"Hmmm ... lalu?" Satria mengangkat sebelah alisnya.
"Terimakasih, sayang. Berkat kerja keras kamu kita hidup senyaman ini."
Teruskan saja, sampai kepalanya sebesar gunung! biarkan dia merasa sesenang itu agar semuanya aman terkendali! Sofia bergumam dalam hati.
"Tahu cara berterimakasih yang benar?" Satria menyeringai.
Tentu saja tahu. Semua yang ada dalam otakmu aku tahu. Apalagi setelah melihat pakaian haram ini yang kamu letakkan di meja aksesorisku.
Aku tahu, dan aku mengerti!
Dasar tuan mesum!
"Lalu, apa yang kamu tunggu? kenapa... " Satria membulatkan matanya ketika bibir perempuan itu menempel di bibirnya, lalu bergerak mel*mat dan menghisapnya dengan lembut.
"Kamu berisik!" gumam Sofia, menjeda cumbuannya. Lalu kedua tangannya merayap di pundak Satria, melingkar di leher pria itu dan menariknya hingga dada mereka saling bersentuhan ketika mereka sudah saling menindih dalam keadaan sama-sama telanjang.
Sehingga jantung mereka berdetak hampir bersamaan. Yang di detik berikutnya menjadi semakin cepat ketika sentuhannya meningkat.
Keduanya saling menyentuh dan merasakan kehangatan. Saling menikmati setiap lekuk tubuh dan aroma kulit masing-masing. Yang bersamaan dengan itu kini tubuh mereka sudah bertautan.
Dan hentakanpun dimulai beraturan. Diikuti desahan dan erangan yang awalnya tertahan, namun meningkat di menit berikutnya.
Akal keduanya telah melayang entah kemana. Hanya keinginan untuk menggapai kesenangannlah yang tersisa. Mendaki kenikmatan yang tak pernah membuat mereka puas. Mencapai pelepasan yang selalu membuat mereka ingin melakukan lagi, dan lagi.
Dan pada saat semuanya telah sampai diambang batas, mereka suda tak bisa lagi mengendalikan diri. Segalanya meledak hebat secara bersamaan. Diiringi lenguhan panjang saat hujaman keras nan dalam itu terjadi.
Lalu berakhir menyisakan peluh dan napas yang menderu.
*
*
*
Selamat menjalankan ibadah puasa 😅😅
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 223 Episodes
Comments
Erna Yunita
Mumet pisan kan kowe mas....
2022-09-28
0
Dewi Indirasari
hahahaha,,,Arfan inget masa lalu yaaa
2022-02-19
1
Fitri
om Arfan mulai oleng
2022-01-29
1