*
*
"Papi udah pulang kak?" Dimitri yang baru saja masuk kedalam mobil, bocah kelas 4 SD itu duduk di kursi belakang di Fortuner mengkilat milik Arfan.
"Nggak tahu, kan sama-sana belum sampai ke rumah." jawab Dygta.
"Abis dari mana? pacaran dulu ya?" bocah tampan itu menggoda kakak perempuannya.
"Sembarangan!" Dygta melemparkan tisyu di tangannya pada kepaka adik laki-laki itu.
Dimitri terbahak-bahak.
"Kak Dygta itu udah punya pacar loh om, aduin papi gih." dia mencondongkan tubuhnya ke arah depan. Mendekati Arfan yang berkonsentrasi pada lalu lintas di depan.
"Oh ya?" Arfan melirik gadis berseragam SMA di sebelah kirinya.
"Mana ada? Didim bohong!"
"CK!" Dimitri berdecak, tak suka dengan panggilan yang disebut Dygta kepadanya. "Panggil nama orang itu yang bener, kak!"
"Kenapa? ada yang salah? masih bagus kakak nggak manggil kamu dedek Dim kayak dulu." dia mengingat saat bocah itu pertama kali lahir, betapa dia merasa bahagia telah memiliki anggota baru di keluarganya. Seorang adik yang kehadirannya sangat dia tunggu-tunggu. Yang menjadi kado terindah ketika kedua orang tuanya memberitahukan kehamilan itu tepat pada saat hari ulang tahunnya yang ke sembilan tahun.
Dimitri mencibir, "Aku udah gede. Jangan manggil Dede dim lagi." sela Dimitri.
"Masih kecil." tukas Dygta.
"Udah gede!" bocah itu bertertiak.
"Ssssttt! kalian berisik!" sergah Arfan, yang sibuk dibalik kemudi mobilnya.
Dua penumpang tetap itu menutup mulutnya sekektika.
"Kenapa juga saya dapat tugas antar jemput kalian? harusnya ini tugas supir. Bukan saya. Kerjaan saya jadi tambah berat kalau begini terus." gerutu Arfan.
Mobil yang mereka tumpangi berhenti ketika mobil di depannya juga berhenti.
"Kamu, ..." Arfan menoleh ke arah Dygta. "Seharusnya kamu sudah bisa bawa mobil sendiri. Bukannya papi kamu memberi kamu hadiah mobil di ulang tahun kamu bulan kemarin?"
"Dan kamu, ..." Kini Arfan menoleh kepada bocah laki-laki di kursi belakang. "Jangan terus jahil kepada supir, nanti tidak ada yang mau mengantar jemput kamu lagi."
Dua anak itu terdiam.
"Om tidak bisa selalu mengantar jemput kalian. Pekerjaan om itu banyak. Mengatur pekerjaan papi kalian, belum lagi mengurus hal lainnya. Tolong lah, ..."
Dygta dan Dimitri saling melirik.
"Kamu harus mandiri, Dygta. Kamu sudah dewasa." Arfan kepada gadis manis di sebelah kirinya.
"Dan kamu, Dim. Jangan lagi buat masalah. Kadang om tidak punya waktu untuk mengurus masalah kalian. Harus datang kesekolah setiap kalian terkena masalah dan bernegosiasi dengan kepala sekolah maupun orang tua murid." ucap Arfan kepada Dimitri.
"Papi nggak ijnin aku bawa mobil, om." Dygta menyela.
Arfan menarik napas pelan. "Pria itu, ..." dia menggerutu. "kamu pakai sopir mama mu lah."
"Nggak mau. Berasa diantar sama robot. Nggak ada temen ngobrol. Mereka nggak mau ngobrol sama aku."
Arfan mendengus. "Bukan tidak mau. Kamu nya saja yang terlalu banyak bicara. Mereka kekurangan bahan obrolan jika mengantar kamu pergi."
"Iya kah?" Dygta menggaruk kepalanya yang tak gatal.
Arfan mengangkat kedua alisnya bersamaan.
"Kok om Arfan nggak pernah kehabisan bahan obrolan? kita selalu nyambung kalau lagi ngobrol?" Dygta menghadapkan dirinya kapada Arfan yang kembali mengemudikan mobilnya.
"Tidak tahu. Mungkin karen om sudah kenal kamu sejak kecil." jawab Arfan.
Mobil kini berbelok pada sebuah area luas yang dipenuhi pohon Pinus dan lapangan luas. Dengan jalan panjang yang jauh dari jalan utama kota. Sebuah tempat yang hanya terdapat satu rumah besar di tengah area berumput hijau.
Sebuah rumah besar yang baru mereka tempati selama dua tahun belakangan. Berpindah dari rumah di pinggir pantai di kepulauan seribu, sengaja agar anak-anak lebih dekat ke sekolah terbaik di kota Jakarta.
Mobil berhenti tepat di halaman luas itu. Pintu langsung terbuka, dan seorang kepala pelayan muncul dari dalam. Bu Lily menyambut dua anak majikan mereka yang tergesa masuk kedalam rumah.
"Mama?" tanya Dygta kepada sang kepala pelayan.
"Ada di atas, non." jawab perempuan paruh baya tersebut.
"Papi udah pulang?" Dimitri menyela.
"Sudah. Ada di atas juga."
"Asik!!" bocah itu langsung berlari ke lantai dua rumahnya, menuju ke kamar orang tua mereka yang berada di ujung depan.
"Om masuk?" Dygta kepada Arfan.
Pria itu menggeleng pelan. "Ara mungkin sudah menunggu."
"Oh, ... iya juga."
"Baiklah, Dygta. Om pamit." Arfan tanpa menunggu jawaban gadis itu, lalu kembali memacu mesin beroda empat miliknya, kini menuju rumah, dan pulang.
*
*
*
"Papi!!!" Dimitri menerobos pintu kamar orang tuanya begitu saja. Mendapati sang ayah yang duduk di tepi ranjang dengan ponsel menyala di tangan.
"Hey! tidak bisa ketuk pintu dulu?" ucapnya, yang kemudian meletakkan ponsel miliknya di nakas di samping tempat tidur.
Bocah itu tertegun menatap sang ayah yang beberapa Minggu tak ditemuinya.
"Ng ..."
Satria tersenyum, lalu merentangkan tangannya, "Kemarilah, papi sangat merindukanmu." ucapnya, kemudian.
Dimitri langsung menghambur ke pelukan terbuka Satria.
"Apa besok papi akan pergi lagi?" tanya bocah itu, yang masih dalam pelukan ayahnya.
"Kenapa?" satria menarik tubuh kecil Dimitri, lalu membingkai wajah putra pertamanya itu. Menatapnya lekat-lekat.
"Nggak. Cuma nanya." jawab Dimitri sambil menggelengkan kepala.
Satria mengacak puncak kepala Dimitri dengan gemas.
"Apa Dedushka sudah sehat?" tanya bocah itu kemudian.
"Lumayan. Makannya papi bisa pulang. Semoga Ded terus sehat, biar papi tidak usah pergi ke Rusia lagi." jawab satria.
"Apa sebaiknya kita bawa ayah? biar kita rawat disini." Sofia yang baru saja keluar dari dalam kamar mandi. Dengan bathrobe yang membalut tubuh nya.
"Pria tua itu tidak mau kita bawa. Aku sudah mencobanya berkali-kali. Tapi dia keras kepala." Satria menoleh.
"Hm ..." Sofia menghela napas pelan. "Kakak kamu sudah pulang, sayang?" dia beralih kepada putran nya.
"Udah, ma." Dimitri mengangguk.
"Sekarang dimana?"
"Nggak tahu. Mungkin dikamarnya." bocah itu menggendikkan bahu. "Papi udah tahu kalau aku ikut klub sepak bola?" Dimitri dengan antusias.
"Oh ya? sejak kapan?" satria menanggapi dengan sama antusisnya.
"Udah seminggu. Om Arfan yang daftarin."
"Wah? benarkah?"
Dimitri mengangguk.
"Sekarang bagaimana?"
"Seru pih, aku latihannya sepulang sekolah. Tiga kali seminggu. Sama di hari Sabtu."
"Baiklah. Apa kamu senang?" Satria menyentuh pipi putranya.
Bocah itu mengangguk lagi. "Seneng pih."
"Seminggu ini kamu tidak bikin ulah di kelas?" Satria terkekeh.
"Sedikit." Dimitri mengisyaratkan dengan ujung jari dan jempolnya.
"Masih?"
"Cuma jahilin anak perempuan, pih." jawab Dimitri, dengan lolosnya.
"Astaga!" Satria menepuk keningnya agak keras.
"Aku curiga," Sofia yang sudah berpakaian lengkap. Kini dia duduk di tepi ranjang di sisi suaminya.
"Apa?" Satria menjengit.
"Mungkin dulu kamu seperti itu." lanjut perempuan itu.
"Maksud kamu?" Satria menegakkan posisi duduknya.
"Mungkin dulu kamu suka menjahili anak perempuan di kelas. Makannya Dimitri pun sekarang seperti itu." Sofia setengah tertawa.
"Kamu sok tahu."
Sofia mengangkat kedua bahunya secara bersamaan.
"Tidak ada ceritanya aku bikin onar di kelas apalagi menjahili anak perempuan. Kalaupun iya, hari ini aku tidak akan ada bersama kamu dan kita tidak akan punya anak-anak selucu mereka." Satria kembali mengusap puncak kepala Dimitri.
"Masa? kenapa?"
"Ayah pasti sudah membunuh aku begitu tahu anaknya bikin ulah di sekolah. Kamu tahu, sekejam apa dia dulu?"
"Hmm ..." Sofia melipat kedua tangannya di dada.
"Serius."
"Ya ya ya ..." perempuan itu mengangguk-anggukkan kepala, kemudian tertawa.
Suara ketukan di pintu menginterupsi percakapan suami istri ini. Tampak Dygta yang sudah berdiri di ambang pintu. Masih dengan stelan putih abu nya.
"Hai anak gadis?" sapa Satria.
"Hai Pi..." gadis itu menghampiri, lalu menghambur kepelukan ayah sambungnya.
"Kamu sehat?" tanya Satria.
Dygta mengangguk.
"Hari ini minta om Arfan jemput lagi?" Sofia menyela.
Dygta mengangguk kepada ibunya.
"Jangan merepotkan dia terus, sayang. Kasihan. Kerjaan om Arfan itu banyak."
Dygta hanya tersenyum.
"Mulai besok pak Sam yang antar ya?"
"Nggak. Aku maunya sama om Arfan. Pak Sam antar Dim aja tuh." gadis itu seraya keluar dari kamar orang tuanya.
"Dygta?"
"Atau aku bawa mobil sendiri aja ya?" katanya, setengah bertetiak. Lalu masuk ke dalam kamarnya dan menutup pintu rapat-rapat.
*
*
*
Bersambung ...
Dih, anak-anak pada nempel nih sama om Arfan? nah emak kapan? ups... 😅😅😅
Kakak Dygta
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 223 Episodes
Comments
Asyifa
akun novel toon aku kok hilang ya ada yg tau kah
2024-12-16
0
Bundanya Pandu Pharamadina
Dygta Dimitri
like favorit
👍❤
2023-12-16
1
fifid dwi ariani
trud ceria
2023-02-27
1