*
*
Arfan menghentikan mobilnya tepat di halaman depan rumah besar Satria. Dia mematikan mesin, namun tak segera keluar untuk menemui atasannya itu setelah beberapa jam sebelumnya pria itu memanggilnya untuk mendiskusikan beberapa hal yang berhubungan dengan perusahaan.
Arfan merebahkan punggungnya pada sandaran kursi. Dia memejamkan kedua matanya untuk beberapa saat. Perkataan mertuanya masih saja terngiang di telinganya. Dia masih tak percaya bahwa kedua orang tua istrinya itu memilih untuk menyerah disaat dirinya, dan mungkin Mytha masih terus ingin berjuang, meski mereka pun tak tahu entah sampai kapan. Terlebih lagi tentang ide untuk melanjutkan hidup dengan mencari perempuan lain untuk dia nikahi.
Arfan mengusap wajahnya kasar. Dirinya pun tak bisa menyangkal. Tiga tahun belakangan merupakan saat-saat yang berat baginya. Harus menerima kenyataan bahwa istrinya terbaring koma setelah berbagai hal dia lakukan untuk menyembuhkannya, namun masih belum membuahkan hasil.
Belum lagi harus membesarkan putri mereka seorang diri tanpa pendamping. Percayalah, itu benar-benar sulit. Banyak hal yang harus dia pelajari untuk menjadi orang tua tunggal bagi putrinya yang masih sangat membutuhkan seorang ibu. Walaupun dia jelas mampu menyewa seorang pengasuh profesional untuk mengasuh Amara, tetap saja tidak mampu mengisi kekosongan karena ketidak hadiran seorang ibu. Belum lagi perhatiannya yang selalu dia curahkan kepadanya secara penuh, namun gadis kecil nya itu tetap saja kekurangan kasih sayang.
Dan tentang kebutuhan yang lain, ... ah, ...dia bahkan tak sempat untuk memikirkannya. Kegiatannya mengurus istri dan anak, ditambah pekerjaan yang memang padat, juga banyak tanggung jawab yang diberikan Satria kepadanya membuatnya tak sempat memikirkan hal lain.
Dan sebagai pria dewasa yang telah berumah tangga, memang ada beberapa hal yang tak dapat dia lakukan sendiri.
Kebutuhan biologis? dirinya bahkan tak sempat untuk memikirkannya. Karena ada banyak hal yang dapat dia kerjakan lebih dari sekadar memikirkan kesenangan untuk dirinya sendiri. Yang mampu menyalurkan semua energinya hingga tidak terbuang sia-sia.
"Dimitri Alexeiiii!" teriakan nyaring yang Arfan hafal suara milik siapa itu terdengar nyaring membuyarkan lamunannya.
Dia menoleh ke asal suara. Dua anak berbeda usia tengah saling mengejar hingga ke halaman depan dimana dirinya berada.
Arfan menarik napas sambil memutar bola mata.
"Dim, balikin!" teriak Dygta, yang mengejar Dimitri.
"Nggak akan! Aku kasih tahu papi ya!" ancam bocah 9 tahun itu kepada kakaknya.
"Kamu ya..." Dygta menggantung kata-katanya ketika melihat Arfan sudah berdiri didekat mobilnya.
"Dimitri?!" Dygta kini merendahkan suaranya.
Bocah itu menggelengkan kepala.
"Dim!" Dygta kembali berlari mencapai adiknya yang berdiri tepat di depan Arfan, namun dia kalah gesit. Bocah itu sudah berpindah ke belakang asisten ayah mereka dalam sekejap mata, membuatnya hampir saja menabrak tubuh Arfan yang tinggi menjulang.
"Dim!" Dygta berusaha meraih Dimitri yang bersembunyi di balik tubuh pria itu.
"Ini ada apa sih? Apa yang kalian perebutkan kali ini?" Arfan mencoba melerai, seperti biasa.
"Dimitri ambil hape aku, om." Dygta yang masih berusaha menarik adiknya.
"Kak Dygta simpan foto cowok di hapenya om!" Dimitri mengadu.
"Bohong!" sergah Dygta, yang hampir berhasil mendapatkan adiknya jika saja Arfan tak menghalanginya.
"Beneran om, sumpah." tukas Dimitri. "Tadi aku lihat kakak lagi lihatin hapenya, taunya lagi lihatin foto cowok." lanjut Dimitri.
"Nggak! Kamu ngarang!" Dygta merangsek ketika adiknya bermaksud menyerahkan ponselnya kepada Arfan, yang tanpa dia sadari malah membuat jarak diantara mereka menghilang.
Wajahnya menabrak dada Arfan, seketika aroma maskulin menguar di hidungnya, membuat kesadaran hampir hilang dari kepalanya.
"Ng ..." dia membeku.
"Nih om lihat aja, ada foto cowok... " ucap Dimitri, seraya menyerahkan ponsel milik Dygta kepada Arfan.
Dygta segera menarik kembali kesadarannya yang sempat berlarian. Lalu dengan sekali gerakan menepis ponsel miliknya yang sudah berada di tangan Arfan, hingga benda itu terjatuh ke lantai paving blok dan pecah berhamburan.
"Yah... jatuh?" Dimitri memekik.
"Dygta!" Arfan setengah berteriak.
"Yes! aku bisa minta hape baru!" reaksi tak terduga dari gadis itu. Lalu dia memunguti pecahan ponsel yang berserakan, tak lupa semua kartu memori dan sim nya. Dia tak ingin meninggalkan jejak apapun untuk diketahui orang lain tentang rahasianya.
Dygta bermaksud pergi setelah memastikan semua hal dia amankan termasuk pecahan ponsel hingga yang terkecil sekalipun. Namun langkahnya terhenti ketika Arfan meraih tangannya. Dia menoleh, dan tatapan mereka bertemu.
Deg!
Sesuatu di dalam dadanya terasa meledak.
"Ada yang harus om tahu?" tanya Arfan.
"Hah?" kemudian gadis itu menggelengkan kepala. "Nggak ada." ucapnya.
"Dim?" Arfan menoleh ke arah Dimitri.
"Ya om?" anak itu keluar dari persembunyiannya.
"Apa yang kamu lihat?" tanya Arfan kepadanya.
"Foto cowok, om." jawab Dimitri.
"Siapa?" tanya Arfan lagi.
Dygta melebarkan matanya ke arah adik laki-lakinya itu, memberi kode agar dia tak mengatakan apa yang di lihatnya.
Dimitri terdiam menatap kakak perempuannya.
"Dim?" panggil Arfan lagi.
"Ya om?"
"Siapa?"
"Ng ...
Dygta menggelengkan kepalanya dengan pelan, dengan sorot mata memohon kepada adiknya untuk tidak buka mulut.
"Eee... nggak tahu." akhirnya Dimitri menjawab. "Aku nggak kenal." dia menggendikkan bahu.
Dygta menghembuskan napas lega. Dia merasa selamat sementara ini.
"Yakin?" Arfan melepaskan genggaman tangannya dari Dygta.
Dimitri menatap ke arah kakaknya. Lalu dia menyeringai. Sebuah ide muncul di otaknya.
"Iya om." jawab bocah itu.
"Hmm.. " Arfan menggumam.
"A-aku masuk deh." Dimitri dengan leluasa berjalan meninggalkan mereka berdua.
"A-aku juga. Dim, tunggu!" Dygta berlari mengikuti adiknya masuk ke dalam rumah.
Arfan mengerutkan dahi, "Tadi rebutan hape, sekarang malah berjalan bersama masuk rumah? aneh." kemudian menggelengkan kepala.
*
*
Dygta duduk di kursi santai di pinggir kolam renang sambil melihat-lihat majalah yang tersimpan di bawah meja.
Sesekali pandangannya diam-diam tertuju pada dua orang pria dewasa di seberang kolam yang tengah fokus membicarakan pekerjaan tanpa merasa terganggu dengan kehadirannya sedikitpun. Namun tatapannya dia kembalikan ke majalah ketika seseorang menyadari dirinya tengah di perhatikan. Lalu kembali ketika pria itu kembali fokus pada percakapan.
Dygta menatap Satria untuk beberapa saat. Memeprhatikan segala apa yang ada pada ayah sambungnya itu. Tampan di usia matangnya, gagah, mapan, dan baik hati. Dia sendiri merasakan hal itu sejak ibunya menikah dengan pria ini. Dia memberikan apapun yang di butuhkannya. Menyayanginya seperti anaknya sendiri. Walaupun kini dia memiliki tiga anak dari ibunya, namun kasih sayang Satria tak pernah berkurang sedikitpun. Dia menyayanginya lebih dari apapun.
Begitu juga sebaliknya. Dygta merasakan kasih sayang yang sama kepada Satria. Sebagai seorang anak kepada ayahnya. Walaupun pria itu bukanlah ayah kandungnya, tapi rasa sayangnya juga tak berbeda. Dia mengenali Satria sebagai sebaik-baiknya ayah. Tidak ada yang lain.
Kemudian Dygta beralih menatap Arfan. Sang asisten ayahnya yang telah belasan tahun mengabdi dengan setia. Mendampingi Satria mengurus perusahaan keluarganya.
Ada debaran lebih yang dia rasakan. Degupan jantungnya tiba-tiba meningkat seiring semakin lamanya dia menatap pria itu.
Ada apa denganmu, Dygta? gumamnya dalam hati.
Dia kembali menatap Satria. Perasaannya biasa saja.
Lalu kembali menatap Arfan.
Dan hal gila pun singgah di otaknya.
"Nggak mungkin!" gumamnya, seraya melempar majalah ke atas meja di sampingnya. Lalu bangkit, dan berlari ke dalam rumah, menuju kamar di lantai ke dua. Dia menutup pintunya rapat-rapat.
Nggak mungkin aku suka sama om Arfan, kan?
Masa iya aku suka om Arfan?
Dia kan asistennya papi? seumuran mama pula?
Masa sih aku...
Aaaaa....!!!
Dygta mengacak rambutnya hingga berantakan.
*
*
Bersambung...
Nah loh, ...Dygta mulai sadar? duh, apa yang akan terjadi setelah ini?
Ih, bikin penasaran deh.
Like komen sama hadiahnya dulu dong,. vote juga boleh kalau masih ada😁
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 223 Episodes
Comments
Rayyan
suka ih om arfan sama dygta..semoga happy ending mereka berdua...
2021-10-13
1
Tety Fiani Aliftia
cantik banged visualnya dygta, imut gemeszin... tp q kangrn visualnya mami shofia thor..
2021-09-28
2
anin kesya
Kisahnya sofia akhirnya terulang lagi ke Dygta
2021-09-16
1