*
*
Satria keluar dari kamar mandi dengan masih mengenakan bathrobe, dia duduk di pinggir tempat tidur, lalu menyodorkan handuk kecil di tangannya kepada Sofia yang masih betah meringkuk di bawah selimut setelah pergumulan panas mereka usai beberapa saat yang lalu.
Sofia bangkit dan meraih handuk kecil itu dari tangan suaminya. Lalu mengusak rambut basah Satria untuk mengeringkannya.
"Sayang?" ucap Sofia.
"Ya?... " Satria menyahut.
"Apa aku ini ibu yang buruk?" katanya, tiba-tiba.
Satria tertegun, lalu menoleh ke belakang dimana istrinya duduk setengah berlutut di atas tempat tidur mereka.
"Kenapa kamu tiba-tiba bicara seperti itu?"
"Entahlah, aku hanya merasa bahwa aku telah menjadi ibu yang buruk bagi Dygta."
Satria mengerutkan dahi.
"Banyak hal yang tidak aku ketahui tentang putriku sendiri. Dia bahkan lebih memilih mengatakan hal pribadi kepada Arfan, dari pada kepadaku." keluh Sofia.
Satria terdiam mendengarkan kalimat demi kalimat yang meluncur dari mulut istrinya.
"Mungkin karena Dygta merasa kalau Arfan adalah orang yang paling dekat dengan dia selain kita." Satria berujar.
"Tapi,... bukankah aneh jika dia selalu memberitahukan segala hal kepada Arfan dibanding kepada aku?" tugas Sofia.
"Hmmm ..." Satria menarik napas pelan lalu menghembuskannya seraya mengerucutkan bibirnya.
"Apa caraku mendidik dia dengan memberikan banyak ruang pribadi kepadanya ini salah?" tanya Sofia lagi.
"Mungkin kamu terlalu cuek." Satria mengutarakan pendapatnya.
"Aku tidak cuek, aku hanya memberikan dia privasi sepenuhnya. Dia kan sudah dewasa, masa aku harus selalu bertanya tentang segala hal yang dia lakukan atau alami setiap hari?" sergah Sofia.
"Tidak semua hal bisa kamu biarkan begitu saja. Kadang kita perlu memperhatikan hal-hal kecil yang menurut kita tidak berarti. Mungkin saja hal itu ternyata berarti untuk Dygta." ucap Satria lagi, yang kemudian memutar tubuhnya hingga kini mereka berhadapan.
"Jadi, ...sebenarnya aku memang ibu yang buruk ya untuk Dygta? Aku bahkan tidak memikirkan apa yang kamu katakan barusan." Sofia dengan raut kecewa.
"Astaga! sejak Dygta kecil aku terbiasa meninggalkannya dengan ayah dan ibu untuk bekerja. Dan selama itu dia tak pernah mengeluh sedikitpun. Dia malah selalu menyemangati aku kalau aku sedang malas bekerja." lanjutnya, yang kini tampak kesedihan di wajahnya yang semakin cantik di usia matangnya.
"Dan lihat dampaknya sekarang, dia seperti tak membutuhkan aku untuk berbagi cerita." lanjut Sofia.
"Tidak sayang, ..." Satria menyentuh tangan Sofia untuk memberikan penghiburan. "Mungkin kamu hanya perlu menghabiskan waktu berdua dengan dia. Dan mengobrol secara pribadi. Lakukanlah sebagai teman. Bukan sebagai ibunya."
"Benarkah?" Sofia mendongak.
Satria mengangguk sambil tersenyum. "Itu yang aku inginkan dulu dari ayah. Menjadi teman yang menemani hari-hariku, bukan sebagai ayah yang suka memerintah seenaknya."
"Kenapa pengalamanmu dengan anak-anak jauh lebih banyak dari aku ya? padahal aku kan yang lebih dulu punya anak dibanding kamu. Tapi sepertinya kamu lebih mengerti mereka daripada aku?"
"Hmmm, ...aku belajar, tahu? segala hal dapat kita pelajari dari pengalaman atau membaca. Dan aku memakai kedua cara tersebut untuk memahami anak-anak setelah Dimitri juga lebih dekat dengan Arfan daripada kita. Dan lihat hasilnya, dia sekarang lebih terbuka kepadaku." Satria dengan bangganya.
"Benar juga ya? kenapa juga anak-anak begitu menempelnya dengan Arfan? dia seperti magnet untuk anak-anak. Sepertinya aku juga harus mulai belajar lagi agar anak-anak juga lebih dekat dengan aku."
"Iya. Memangnya kerjaanmu setiap hari apa jika aku sedang tidak dirumah? Bukannya kamu memiliki banyak waktu luang? si kembar sudah tak harus selalu kamu awasi kan? Mereka bisa ditinggalkan dengan pengasuh? Sehingga kamu bisa melakukan hal lain."
"Humm? Aku?" Sofia menunjuk dirinya sendiri.
Satrai mengangguk sambil tersenyum lagi.
Perempuan itu berpikir.
"Aku ... memastikan semuanya aman untuk kamu." ucapnya kemudian.
"Maksudnya?" kini Satria menjengit.
"Mmm, ...itu, ...ah sudahlah, jangan dibahas."
Satria tergelak melihat tingkah istrinya ini yang terkadang masih bertingkah seperti anak remaja. Tapi itu terlihat mengemaskan di matanya.
"Eh, Arfan bilang Dimitri lihat ada foto anak laki-laki di hapenya Dygta." Sofia mengalihkan pembicaraan.
"Ya, aku sudah tahu." Satria menanggapi.
"Oh ya, kamu sudah tahu?"
Satria mengangguk.
"Tapi tidak mengatakannya kepadaku?"
"Arfan sudah cerita juga kan?" Satria menyela.
"Iya sih, tapi ... apa mungkin dia sudah punya pacar?" Sofia berujar.
"Tidak tahu. Kenapa kamu tidak tanya saja sendiri kepada Dygta?" Satria menyarankan.
"Hmmm, ... kamu ya, yang tanya Dygta?" Sofia dengan senyuman di bibirnya.
"Hhh ... tidak mau. Kamu saja sendiri." Satria bangkit dari duduknya, lalu meraih pakaian yang sudah disediakan Sofia di atas tempat tidur.
*
*
Suasana makan malam tak seramai biasanya. Selain sikembar Daryl dan Dimitri yang selalu berebut apapun, anggota keluarga yang lainnya tidak ada yang berniat bercakap-cakap.
Hanya Sofia dan Satria yang saling pandang kemudian saling memberi kode untuk memulai pembicaraan. Keduanya memiliki maksud yang sama. Mengorek keterangan dari Dygta dan Dimitri.
"Ehm, ..." Satria berdeham untuk melegakan tenggorokkannya.
"Bagaimana sekolah kalian hari ini?" pria itu memulai percakapan.
"Biasa aja." Dygta tampak tak begitu bersemangat.
"Apa ada masalah?" tanya Satria kepada Dygta.
Gadis itu menggeleng.
"Aku hari ini latihannya sprint, ditambah fisik juga. Jadi dobel capeknya. Lusa mau latihannya di pantai. Sprint nya di pasir biar kaki aku makin kuat." jawab Dimitri dengan antusiasnya.
"Wow, bagus. Apa kamu senang?" Satria merespon dengan tak kalah antusias.
"Senang, pih. Kalau udah besar nanti boleh aku jadi pemain sepak bola profesional? Aku mau masuk timnas biar bisa bertanding di piala dunia nanti." celoteh Dimitri dengan ekspresi bersemangat.
"Boleh. Jadi apa saja boleh." Satria menganggukan kepala.
"Emang bisa? nggak yakin bisa masuk. Pertandingan kemarin aja kalah?" Dygta dengan nada mengejek.
Bocah itu menoleh ke arah kakaknya dengan tatapan tajam. Namun kemudian seulas senyum terbit di sudut bibirnya kala dia mengingat sesuatu.
"Nggak apa-apa. Kan aku masih pemula, kan pih?" Dimitri yang berusaha tampak tak terusik.
"Ya, itu betul. Tidak ada yang berhasil dengan instan, semuanya butuh usaha yang tidak sebentar dan tidak mudah. Kamu pasti bisa." pria itu menyemangati.
"Hmm, ...oh ya, papi udah lihat belum... " Dimitri mengalihkan pembicaraan.
"Apa?"
"Mmm, ... itu di hapenya kakak... " bocah itu melirik ke arah Dygta yang segera membulatkan matanya ketika pikirannya tertuju pada suatu hal.
Dimitri menyeringai.
"Ada apa di hapenya kakak?" Sofia menyela percakapan.
Kini gadis itu menjadi pusat perhatian.
"Mmmm...ada foto...
"Dim, kamu udah kerjain pr belum? tadi guru kamu nelfon kakak loh." Dygta memotong percakapan.
Bocah itu tak menjawab.
"Dim, pulang sekolah besok kita jalan yuk ke MOI? kamu bukannya mau nonton iron man? film barunya udah tayang loh."
"Oh ya?" Dimitri akhirnya menyahut.
"Hu'um, ..."
"Beliin sepatu sepak bola juga ya? aku butuh cadangan." bocah itu menyeringai.
"Apa? nggak bisa...
"Oh ya udah, ... papi ..." kini Dimitri menoleh ke arah sang ayah yang menyimak percakapan mereka dengan serius.
"Mmm, ...oke-oke. kita beli. Butuh sama bolanya nggak? atau seragamnya sekalian? tas buat latihan juga kayaknya kamu perlu?" Dygta meracau.
"Iya boleh. Aku butuh semuanya. ?" Dimitri antusias.
"Um ... mama, aku boleh pakai kartu kreditnya sekarang-sekarang untuk traktir Dimitri?" Dygta bertanya kepada Sofia.
"Coba tanya papi." jawabnya.
"Boleh, pi?" Dygta beralih kepada Aktris.
Pria itu menatap sebentar. "Boleh." jawabnya, pendek seraya menganggukkan kepala.
"Hmmm ... makasih." Dygta nampak lega, lalu melirik ke arah adik laki-laki pertamanya yang masih menampakkan seringai jahilnya.
Dasar rampok! gumamnya dalam hati.
*
*
Bersambung...
Selamat hari minggu genks, jangan lupa like komentar sama hadiahnya ya?
Emak mau mukung recehan dulu ah, ... buat jajan bocah. 😂😂😂
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 223 Episodes
Comments
Salsabila
astaga dimitri waktu bocah ternyata jahil😂😂😂
2022-01-29
1
😍N A U K O😍
Dulu Arfan suka sama ibunya, suka sama Sofia, dan Arfan bisa mengendalikan rasa sukanya dan meredamnya.kalau Arfan jg akhirnya nyadar perasaannya thd Dygta,apa thd Dygta Arfan bisa juga meredamnya?
episodenya panjang nii..lanjut marathon..wkwk..
2021-11-21
2
anin kesya
Dimitri memegang kartu As nya Dygta 😂😂
2021-09-16
1