*
*
"Aku hari ini ikut papi, ya?" Dygta bangkit dari kursinya tanpa menghabiskan sarapannnya, begitu melihat Satria juga bangkit.
"Hum?" Satria mengerutkan dahi. "Kenapa?"
"Mmm, ... mau aja. Udah lama nggak berangkat sama papi." gadis itu beralasan.
"Hmm, ... Satria melihat jam tangannya. "Tapi sepertinya Arfan sebentar lagi sampai." katanya, melirik pintu depan yang terbuka.
"Tumben?" Sofia menyela.
"Kayaknya mulai hari ini aku perginya mau sama papi, deh." Dygta menjawab pertanyaan ibunya.
"Kenapa?"
"Nggak apa-apa. Mau aja." jawab Dygta lagi.
Sofia menoleh ke arah suaminya. "Kamu keberatan?" tanya nya kemudian.
"Tidak. Kita masih se arah, kan?" pria itu membenahi penampilannya.
Dygta mengangguk.
"Kenapa kamu tiba-tiba meminta pergi dengan papi? Bukankan sejak kecil kamu hanya mau pergi dengan Arfan?" Satria berujar.
"Apa Arfan melakukan sesuatu kepadamu?" Satria kembali bertanya.
Dygta terhenyak, kemudian menggelengkan kepala. "Nggak," jawabnya.
"Lantas kenapa?" Satria menatap wajah anak sambungnya itu lekat-lekat.
Bukan dia yang melakukan sesuatu, tapi aku takut aku yang akan melakukan sesuatu, dan malah membuat diriku ini terlihat konyol dimatanya. Batin Dygta.
"Kakak takut ketahuan om Arfan, ..." Dimitri hampir saja buka mulut jika saja kakak perempuannya itu tak segera menyadari dan menutup mulutnya rapat-rapat.
"Kenapa?" suara Arfan dari ambang pintu menginterupsi. Hampir semua orang menoleh ke arahnya, dan terkecuali Dygta yang wajahnya seketika memerah begitu tatapan mereka bertemu.
"Ng ..."
"Baru saja aku mau menelfon kamu." Satria menyela.
"Iya pak?" Arfan berjalan dengan santai, namun tetap terkesan gagah dengan setelan jas berwarna abu-abu yang membalut tubuh tingginya.
"Mulai hari ini Dygta ikut aku." jawab Satria.
"Oh ya?" Arfan menoleh ke arah Dygta. "Kenapa?" dia mengerutkan dahi.
"Nggak apa-apa, aku mau sama papi aja mulai sekarang." jawab Dygta, setengah panik. Sebelah tangannya masih menutup mulut adiknya yang tengah berusaha melepaskan diri.
"Apa yang sudah kamu lakukan, Arfan?" Satria menghampiri asistennya tersebut.
"Maksud bapak?" Arfan semakin mengerutkan dahi.
"Tiba-tiba saja dia tidak ingin pergi denganmu?"
Arfan kembali menoleh ke arah Dygta. "Benarkah?" tanya nya.
Gadis yang dimaksud tidak menjawab.
"Kamu terlalu galak, jadinya mereka tidak mau ikut kamu lagi?" gerutu Satria.
"Aku nggak, aku masih mau diantar om Arfan!" Dimitri yang berhasil melepaskan bekaman tangan Dygta di mulutnya. Namun gadis itupun kembali berusaha membekap mulut adik laki-lakinya tersebut.
Namun gagal karena bocah itu segera berlari menjauh, lalu bersembunyi di belakang Arfan.
Pria itu menatap heran Dygta yang masih terdiam.
"Bukankah pagi ini bapak ada meeting di Hotel Indonesia?" Arfan tiba-tiba teringat jadwal atasannya itu.
"Benarkah?" Satria yeng hampir saja berjalan keluar.
"Jadwal bapak pagi ini jam delapan meeting di Hotel indinesia, jam sepuluh di pik.. Dan sisanya nanti sehabis makan siang bertemu investor dari Dubai." jelas Arfan, lalu memasukkan ponsel ke saku jasnya setelah melihat beberapa jadwal pagi itu.
"Oh, aku lupa." Satria menoleh kepada Dygta. "Hari ini kita tidak searah, kak." ucapnya.
"Sudah waktunya berangkat." Arfan melihat jam di pergelangan tangannya.
"Oh, ...ya sudah kalau begitu.. Kita berangkat." Satria bersiap, setelah sopir pribadinya muncul dan membawa tas kerjanya keluar dari rumah menuju mobilnya yang mesinnya sudah menyala.
"Sayang, aku pergi." Satria berpamitan, yang di jawab anggukan oleh Sofia.
Perempuan itu bangkit dan mencium tangan suaminya, disusul ke empat anak mereka. yang melakukan hal sama. Lalu pria itu segera pergi.
"Sudah hampir jam 7, Dygta. Kamu masih mau disini?" Arfan kini beralih.
Gadis itu melirik.
"Ayo om, hari ini aku jadi petugas upacara. Jangan sampai telat!" Dimitri menarik lengan Arfan, "Kakak sama pak Sam aja kalau nggak mau bareng." katanya lagi, seraya menyeringai.
Dygta membulatkan matanya, dia merasa terancam melihat seringaian adik laki-lakinya tersebut.
Jangan-jangan nanti dia ngadu lagi sama om Arfan? batinnya.
"Eh, nggak. Aku juga ikut." Dygta meraih tas di kursi, lalu berpamitan kepada ibunya yang melihat adegan demi adegam pagi itu dengan raut heran.
Dia hampir berlari, lalu menarik Dimitri menjauh. "Kamu jangan banyak ngomong ya?" katanya, berbisik.
"Apa sih kak?" bocah itu menepis tangan Dygta dari pundaknya.
"Kamu jangan bilang apa-apa sama om Arfan!" katanya lagi.
"Terserah aku dong." jawab Dimitri dengan cuek.
"Dim?" Dygta mengiba.
Bocah itu tertawa. "Tapi ada syaratnya."
"Apa?" Mereka berhenti berjalan.
"Minta uang jajan seminggu!" Dimitri menengadahkan tangannya ke arah Dygta.
"Ish, ... kamu matre!" gadis itu mendelik.
"Ya udah, ...Rahasia kakak ada di tangan aku loh. " ancam Dimitri. "Om, ..." anak itu memutar tubuhnya.
"Ya?" Arfan yang sejak tadi berada di belakang menyimak percakapan mereka yang tak jelas.
"Deal!" ucap Dygta, yang menahan adiknya agar tak buka suara.
"Nah, gitu dong. Dari tadi kek?" Dimitri tersenyum lebar.
****
"Bye kak." senyum Dimitri semakin lebar setelah menerima satu lembar uang dari Dygta sebagai imbalan tutup mulutnya. Lalu bocah itu segera turun dari mobil dan menghambur ke dalam area sekolahnya yang tengah bersiap mengadakan upacara pada hari Senin itu.
"Kalian ada rahasia apa?" Arfan melihat keadaan di belakang lewat pantulan kaca spionnya. Seraya kembali menjalankan mobilnya membelah jalanan kota yang mulai gi padat pagi itu.
"Hah? Rahasia?" Dygta terperangah. "Rahasia apa?" dia tergagap.
Arfan tak menjawab, hanya terus melihat pantulan gadis itu dari spion yang hari ini memilih duduk di kursi belakang, tak seperti biasanya.
Dygta mengkeret. Tiba-tiba saja dirinya merasa terancam.
Arfan meraih sesuatu dari kursi penumpang di depan. "Ini." dia mengulurkan tangannya ke belakang.
Sebuah ponsel pintar keluaran terbaru yang dus kemasannya masih tersegel rapat.
"Apa?" Dygta tak segera menerimanya.
"Hape, kamu tidak lihat?" jawab Arfan.
"Hape?" gadis itu menjengit heran.
"Ambil dulu, om sedang menyetir, ini... " gerutu Arfan.
Dygta segera meraih benda tersebut. Lalu melihatnya dengan teliti.
"Aku belum ngomong sama papi kalau hape aku rusak." Dygta bergumam.
"Itu om yang beli. Bukan papi kamu." jawab Arfan, yang pandangannya terfokus pada lalu lintas di depan.
"Kenapa?" Dygta bertanya.
"Kenapa? Bukannya hape kamu rusak kemarin?" Arfan balik bertanya.
"Maksudnya, kenapa om yang beli, kenapa bukan papi?" ucap Dygta yang mencondongkan tubuhnya ke depan.
"Kenapa memangnya? mau om ataupun papi kamu sama saja kan?" jawab Arfan.
Dygta terdiam, lalu kembali menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi.
***
"Om ngapain?" Dygta yang heran ketika asisten ayahnya itu berjalan mengikutinya dari belakang ketika dia memasuki area sekolah.
"Mau bertemu kepala sekolah." jawab Arfan.
"Mau apa?" gadis itu berhenti berjalan membuat mereka hampir saja bertabrakan.
"Mau membicarakan soal camping." jawab Arfan lagi.
"Kenapa?" Dygta memutar tubuhnya, mendongakkan wajah ke arah Arfan yang berdiri menjulang di depannya.
Pria itu terdiam sebentar.
"Hanya ingin memastikan semuanya aman dan dalam pengawasan pihak sekolah. Sehingga meminimalisir bahaya yang akan terjadi nanti." jawab Arfan kemudian.
"Ish, ... om lebay." Dygta berujar.
"Demi keamanan. Kalau memungkinkan nanti om kirim orang untuk mendampingi kamu disana." lanjut Arfan.
"Apa?" Dygta setengah berteriak. "Nggak mungkin, nggak bisa juga! Masa om mau nyuruh orang untuk mengawasi aku?" gadis itu bereaksi.
"Bukan mengawasi, Dygta. Hanya mendampingi. Ini juga demi keselamatan kamu?" tukas Arfan.
"Om, aku tuh mau pergi camping. Bukan ikut perang. Ngapain harus bawa pendamping?" Dygta menyela. "Nggak enak juga sama yang lain. Masa aku campingnya ada yang jagain?"
"Dygta, ..."
"Nggak, aku nggak mau!" dia menghentakkan kakinya di lantai. Persis seperti anak kecil yang marah karena tak mendapatkan mainan yang diinginkannya.
"Aku udah besar ya? dan udah bukan saatnya lagi diikuti orang kemanapun aku pergi. Aku bisa sendiri. Aku sudah dewasa!" sambungnya.
Arfan baru saja membuka mulutnya hendak menyanggah ucapan gadis itu ketika sebuah suara menginterupsi dari belakang mereka.
"Dygta!" suara yang gadis itu kenal.
Pemuda itu datang menghampiri dengan wajah semringah.
"Kamu juga jadi ikut camping Jum'at ini?" tanya Evan begitu dia hanya berjarak beberapa langkah dengan gadis itu.
"Tahu aja?"
"Tahu dong, ...aku." Evan terkekeh seraya menggendikkan bahu. Dia melirik sekilas kepada Arfan yang tengah menatap tajam ke arahnya.
"Ingat ya om, nggak usah kirim orang untuk mengawasi aku! aku nggak mau, titik." gadis itu mengingatkan. Lalu segera pergi menjauh diikuti Evan di belakangnya.
*
*
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 223 Episodes
Comments
anin kesya
knp di setiap partai nya Uncle arfan dan Dygta aku jadi senyum2 sendiri 🤭🤭
2021-09-16
3
Juliezaskia
makin seruu
2021-08-22
1
Momy Victory 🏆👑🌹
coba kisahnya Dygta ada persahabatan sejati ...ada cowok lain juga biar lebih berwarna.
2021-08-14
1