*
*
Suasana rumah besar pada pagi hari itu sungguh riuh. Apalagi jika bukan karena ulah dari dua bocah laki-laki yang selalu memeriahkan acara. Daryl dan Darren, si kembar yang kelahirannya hanya selisih dua menit saja. Bahkan waktu sarapan pagi pun selalu terasa lebih ramai dibandingkan kegiatan apapun.
Sofia sibuk menata meja makan dengan bermacam makanan yang telah disiapkan asisten rumah tangganya sejak pagi buta. Sedangkan Dygta sibuk mengatur kedua adik laki-lakinya agar mau duduk tenang ditempatnya masing-masing. Sementara Dimitri sudah pergi ke sekolahnya sejak pagi hari untuk mempersiapkan diri bersama tim sepak bolanya, pada akhir pekan itu.
Satria turun dari kamarnya dengan penampilan santai namun rapi. Mengenakan kaus polo hitam dipadukan dengan dark blue jeans yang terlihat serasi menempel di tubuh nya yang masih terlihat atletis di usianya matangnya. Hari itu dia dan anggota keluarga lainnya akan menghadiri pertandingan sepak bola pertama bagi Dimitri, di sekolah bersama tim barunya.
"Hari ini kamu ikut?" Sofia yang menatap suaminya dengan raut heran. Tak biasanya pagi hari Satria berpenampilan sesantai itu.
"Tentu saja." jawab Satria, yang menghempaskan bokongnya pada kursi di ujung.
"Yakin? bukannya kamu biasanya banyak pekerjaan?" Sofia mengingatkan.
Satria mendongak, dan dengan raut sebal dia menatap istrinya yang hari itu tampak cantik dengan kaus berawarna putih berpadu dengan blue jeans dengan rambut panjangnya yang di gerai indah.
"Apa kamu sedang menyindirku?" ucapnya, kesal. Memang biasanya dia tak memiliki waktu luang bahkan untuk menghadiri acara penting keluarga dikarenakan pekerjaannya yang begitu banyak. Bahkan di akhir pekan sekalipun.
Dirinya semakin sibuk seiring dengan semakin berkembang pesatnya usahanya yang bergerak di segala bidang.
"Tidak. Aku hanya sedang mengingatkan." Sofia menggendikkan bahu. Lalu duduk di sisi kanan suaminya, memberikan secangkir kopi hitam tanpa gula dengan satu porsi roti berselai blueberry yang sudah dia siapkan beberapa menit yang lalu.
Satria menggelengkan kepala, lalu segera meraih kopi untuk dia sesap kemudian.
"Bukannya semalam Dimitri sendiri yang meminta aku untuk hadir di pertandingan pertamanya?" Satria mengingatkan ketika putra pertamanya itu berbicara padanya perihal pertandingan klub sepak bola yang dia ikuti.
"Hmm ... aku pikir kamu tidak akan datang?" Sofia yang mulai menyuapkan makanan kedalam mulutnya.
"Bagaimana aku tidak datang? hari ini pertandingan pertama putraku? dia pasti akan sangat senang jika papinya hadir untuk memberikan semangat."
"Hmm ..." Sofia menggumam.
"Mama, lihat. Daryl dan Darren nggak nurut." Dygta menyela, ketika dua adik kembarnya tak lagi mendengarkan perkataannya. Malah sibuk bermain-main.
Sofia menoleh, lalu melebarkan matanya ke arah dua bocah yang tengah sibuk mempermainkan alat makannya.
"Daryl yang mulai ma, ..."
"Darren yang duluan." ucap kedua bocah itu saling menuding.
"Kamu Der!"
"Kamu Ren!"
"Stop! astaga, ... tidak boleh ribut di meja makan! nanti mama hukum!" Sofia mengarahkan jari telunjuknya ke arah mereka berdua. Seketika dua bocah laki-laki itu mengunci mulutnya rapat-rapat.
"Sekarang, makan!" lanjut Sofia, dengan tegas.
"Kenapa kamu galak sekali pada anak-anak?" Satria menyela perdebatan diantara ibu dan anak ini.
"Aku tidak galak. Aku hanya sedang tegas." sergah Sofia.
"Bicara dengan nada ancaman itu namanya galak." Satria mendelik.
"Haih, ..." Sofia menggelengkan kepala.
"Jangan selalu bersikap seperti itu, nanti anak-anak tidak akan menghargaimu, tapi malah takut kepadamu." Satria melanjutkan sarapannya.
"Tapi aku hanya ..."
"Sudah, diam. Dan makanlah. Tidak baik ribut di meja makan. Nanti aku hukum." Satria mengulang ucapan istrinya beberapa detik yang lalu. Membuat Sofia pun segera menutup mulutnya, lalu melanjutkan sarapannya dalam diam.
Sementara tiga anak mereka yang menyimak perdebatan itu terdiam sambil mengulum bibir mereka kuat-kuat.
*
*
"Kakak Dita!" teriakan nyaring dari arah teras depan memecah keheningan ruang makan di kediaman Satria.
Semua orang menoleh hampir bersamaan.
Arfan menurunkan Amara dari gendongannya. Membuat gadis kecil itu langsung berlari menghampiri penghuni rumah itu di ruang makan.
"Hei ..." Dygta bangkit dari kursi, lalu menyambut Amara yang berlari ke arahnya. Langsung memeluknya dengan erat. "Ara dari mana?" tanyanya, fokus pada anak perempuan dalam gendongannya.
"Dari rumah." jawab Amara.
"Mau kemana pagi-pagi begini?" Dygta bertanya lagi.
"Nonton kakak Dim." jawab gadis kecil itu dengan ekspresi menggemaskan.
"Ara belum Salim sama papi dan mama Fia?" Arfan menginterupsi.
Dygta menoleh. Tampak pria tinggi itu yang berjalan memasuki ruangan, mengenakan kemeja santai berwarna biru langit. Dengan tatanan rambut ikalnya yang tak seklimis biasanya.
Deg!
Sesuatu di dalam dadanya mulai berpacu cepat. Membuat gadis itu terhenyak.
"Umm ..." Dygta menggumam.
Arfan menyunggingkan senyum termanisnya pagi itu kepada semua orang.
"Ara?" panggilnya kepada putri kecilnya yang masih betah dalam pelukan Dygta.
Amara meronta untuk melepaskan diri, dan dengan perlahan Dygta melepaskan rangkulannya. Gadis kecil itu turun dengan sendirinya. Kemudian berlari ke arah Satria untuk mencium tangan atasan ayahnya itu, dan hal yang sama pun dia lakukan terhadap Sofia.
"Hallo papi, hallo mama Fia." ucapnya, dengan mata jernihnya yang menggemaskan.
Satria memang membiarkan Amara memanggil dia dan istrinya demikian. Karena mereka merasakan kedekatan tersendiri dengannya.
"Halo sayang." Satria meraih tubuh anak itu, lalu mendudukkannya di pangkuannya.
"Hai anak cantik? lucu banget sih kamu? rambutnya bagus." Sofia mengusap rambut rapi Amara yang dikuncir satu mirip ekor kuda.
"Hu'um, papa bikin ..." Amara menunjuk ke arah Arfan, yang berjalan menghampiri mereka semua.
"Benarkah?" Satria mendongak ke arah asistennya itu dengan sedikit senyum di satu sudut bibirnya.
Arfan tak menjawab.
"Serius?" Sofia menimpali.
Pria itu hanya menggendikkan bahu.
"Kak, minta Bu Lily ambil piring buat om Arfan, kita sarapan sama-sama." ucapan Sofia membuyarkan lamunan anak gadisnya itu yang tertegun menatap pria di depannya.
"Dygta!" Sofia mengulang panggilannya ketika Dygta tidak merespon.
Gadis itu mengerjap, "Umm .. iya," dia salah tingkah. Lalu dengan gugup berlari ke arah pantry, melaksanakan perintah ibunya.
"Kenapa dia itu?" gumam Sofia dengan kening berkerut.
"Tidak usah repot, aku sudah sarapan dirumah dengan Ara." sergah Arfan.
"Tidak apa. Makanlah dengan kami." ajak Satria.
"Tidak usah, pak. Terimakasih." tolaknya, yang kemudian meraih putrinya dari pangkuan Satria.
"Ini ..." Dygta yang keluar dari pantry, dengan sebuah piring porselen ditangannya.
"Tidak usah, om sudah makan." tolak Arfan, kepada Dygta ketika gadis itu meletakkan piring yang di bawanya di atas meja makan.
Kemudian Arfan membawa putrinya ke taman belakang.
"Mau apa om Arfan datang hari sabtu begini?" Dygta yang belum mengalihkan pandangannya dari punggung Arfan, hingga pria itu menghilang dibalik pintu.
"Kita ke sekolah Dimitri, nonton pertandingannya." jawan Sofia.
"Om Arfan ikut?" Dygta menoleh ke arah ibunya.
"Hu'um ..." Sofia mengangguk.
"Kenapa om Arfan ikut?" tanya gadis itu lagi.
"Dimitri sendiri yang minta." sahut Satria.
"Beneran?" Dygta menoleh ke arah ayahnya, kemudian kepada ibunya, dan kedua orang tuanya itu mengangguk bersamaan.
***
Lexus LM 350 milik satria sudah siap di halaman. Si kembar Daryl dan Darren bahkan sudah duduk manis di kursi belakang menunggu kakak dan orang tua mereka.
"Oke, ayo semua masuk!" ucap Sofia ketika dia selesai merapikan tas bawaannya. Berisi air minum, camilan dan beberapa keperluan lainnya.
"Kenapa kamu harus selalu serepot ini setiap kita pergi?" keluh Satria, yang menatap dua tas yang dibawa istrinya.
"Aku hanya memastikan semuanya aman." jawab Sofia.
"Apanya yang aman? mobil ini jadinya terasa sempit karena barang bawaan kamu." sergah Satria.
"Ini semua keperluan anak-anak, sayang. Kamu lupa ya kalau kita punya empat anak?" Sofia masuk ke dalam mobil, lalu duduk.
"Tapi tidak harus selalu serepot ini." Satria yang masih berdiri di luar. Menunggu anak tertua mereka, Dygta.
"Aku tidak repot. Dan aku hanya memastikan untuk tidak repot juga di perjalanan. Bagaimana kalau tiba-tiba anak-anak ingin minum? atau tiba-tiba mereka ingin makan?"
"Beli saja." jawab Satria dengan entengnya.
Sofia membuka mulutnya hendak menyergah jawaban suaminya.
"Ayo kak, cepat. Nanti kita terlambat." Satria kepada Dygta yang berjalan pelan menghampiri, sambil menggandeng tangan si kecil Amara. Bersama Arfan di belakang mereka.
"La mau kakak Dita." anak kecil itu merentangkan tangannya minta di gendong.
"Ara mau sama Kakak?" Dygta meraih tubuh Amara untuk dia gendong, lalu melirik ke arah Arfan yang kemudian menggelengkan kepalanya.
"Hu'um, ..." gadis kecil itu mengangguk.
"Ara sama papa." tukas Arfan, yang hampir meraih putrinya dari dekapan Dygta.
"No! La mau kakak Dita!" Amara menggeleng, seraya melilitkan tangan kecilnya di leher Dygta dengan erat.
"Ara, ..." Arfan berusaha melepaskan lilitan tangan putrinya dari Dygta.
"Biarin aja kenapa, sih om? Ara nya mau sama aku." sergah Dygta.
"Nanti kamu dibikin repot sama Ara." jawab Arfan.
"Nggak lah, lebih repot ngatur si kembar daripada megang Ara." tukas Dygta.
"Mm ...dan akan lebih repot lagi kalau ditambah Ara." Arfan melirik ke dalam mibil milik atasannya.
"Nggak lah, ada mama ini."
"Tapi ...
"Hey! kalian malah berdebat? kita akan terlambat!" Sofia menginterupsi.
"Hmm ... Dimitri akan marah kalau kita tidak ada di kursi penonton sebelum dia bertanding." Satria menimpali.
"Cepat kak, bawa Ara masuk sini." Sofia menggendikkan kepala, mengisyaratkan putrinya untuk masuk.
Dygta menurut, dan hampir membawa gadis itu masuk kedalam mobil milik ayahnya.
"No!!" Amara menggeleng. "Mobil papa!" dia menunjuk ke arah Fortuner milik Arfan.
"Kamu mau naik mobil papa?" tanya Dygta, yang hampir masuk kedalam mobil.
"Hu'um." Amara mengangangguk.
"Ya sudah, ayo." Arfan menghampiri, dan kembali berniat meraih Amara dari dekapan Dygta.
"Kakak Dita!" dia kembali mengeratkan tangannya di leher Dygta.
"Hhh ... mau kamu apa sih?" gerutu Arfan, yang hampir dibuat kesal dengan kelakuan putrinya.
"La mau kakak Dita." jawab gadis kecil itu.
"Ara mau naik mobil papa sama kak Dygta?" Sofia menyela dari dakam mobil.
"Hu'um." anak kecil itu mengangguk lagi.
"Haih, ...
"Ya sudah, sana kamu ikut mobilnya om Arfan." titah Satria.
"Baiklah, ..." Dygta yang menurunkan kakinya, lalu berjalan menuju mobil Arfan.
Dan satu perdebatan selesai pagi itu.
*
*
*
Bersambung ...
Selamat hari Senin.
Hari ini waktunya vote!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 223 Episodes
Comments
Bundanya Pandu Pharamadina
Dygta Arfan anaknya yg pinter(Arra)
👍❤❤
2023-12-16
0
fifid dwi ariani
trus ceria
2023-02-27
0
Erna Yunita
seruuuuuuuu....
2022-09-28
0