*
*
Suasana cukup hening di dalam mobil. Tak ada yang berniat memulai pembicaraan seperti biasa.
Arfan sesekali melirik ke kursi belakang lewat kaca spion, dimana Dygta tengah asyik dengan lamunannya. Gadis itu tak banyak bicara akhir-akhir ini. Padahal bisanya dia selalu punya bahan untuk dibicarakan dengannya yang membuat suasana perjalanan di dalam mobil tak membosankan seperti ini. Ditambah sudah beberapa hari ini Dygta selalu memilih duduk di kursi belakang, padahal biasanya dia duduk di depan.
Apalagi Dimitri hari ini tak ikut pulang bersama mereka karena harus mengikuti latihan sepak bolanya seperti biasa. Menjadikan suasana menjadi terasa agak canggung.
"Kamu baik-baik saja?" Arfan mencoba memulai percakapan.
"Humm?" Dygta menoleh, dia agak sedikit terkejut dengan pertanyaan pria yang tengah mengemudikan mobil yang mereka tumpangi.
"Kamu agak pendiam akhir-akhir ini?" lanjut Arfan.
"Iyakah? perasaan biasa aja ah, ..." Dygta membenahi posisi duduknya.
Arfan kembali melirik gadis itu yang terlihat agak salah tingkah. "Kamu sedang ada hubungan dengan seseorang?" tiba-tiba saja kalimat itu meluncur dari mulutnya. Arfan bahkan tak percaya dengan apa yang diucapkannya sendiri.
"Om kepo!" Dygta menjawab. Dengan kedua pipi yang merona, entah kenapa dia merasa malu mendengar pertanyaan dari Arfan.
Pria itu menjengit, sepertinya dia mencurigai sesuatu.
"Apa anak yang tadi pagi itu pacar kamu?" tanya Arfan lagi, dia memang mulai penasaran.
"Yang mana?" Dygta terperangah.
Arfan menghirup udara sebanyak mungkin untuk mengisi paru-parunya yang tiba-tiba terasa sesak. "Yang tadi pagi tanya soal camping." sambungnya.
"Evan?" Dygta mencondongkan tubuhnya ke depan.
"Dia,... Evan? yang menyatakan perasaannya waktu itu?" tanya Arfan kemudian.
Dygta mengangguk.
"Sekarang sudah jadian?" Arfan terus bertanya.
Dygta mengerutkan dahi. "Om kepo ih, ..." gadis itu mencibir. "Udah aku tolak juga. Kan aku udah bilang nggak suka sama dia." jelas Dygta yang kembali bersandar di kursi.
"Jadi belum jadian? kalian tidak pacaran?" tanya Arfan lagi.
"Nggak." Dygta menggeleng. "Emang nya kenapa?" kemudian dia kembali mencondongkan tubuhnya lagi ke depan.
Arfan terdiam. "Tidak kenapa-kenapa. cuma tanya."
Mereka terdiam lagi dengan pikirannya masing-masing. Arfan menggerutu dalam hati mengingat ucapannya sendiri yang terasa tak masuk akal. Sementara Dygta tengah mencari cara agar kecanggungan ini berakhir.
"Hape kamu belum aktif?" Arfan kembali memulai pembicaraan.
"Hah? .ee. ..belum." jawab Dygta, pelan.
Arfan mendengus pelan.
Mobil sudah memasuki area kediaman Satria, lalu berhenti tepat di depan rumah besar berlantai dua itu.
Dygta segera turun tanpa menunggu Arfan turun untuk membukakan pintu, membuat pria itu semakin merasa heran dengan tingkahnya yang semakin berbeda dari biasanya.
"Dygta?" Arfan memanggil ketika gadis itu hampir mencapai teras rumah.
"Ya om?" Dygta menghentikan langkahnya, lalu berbalik.
"Mana hape nya?"
"Om mau apa?"
"Mau om aktifkan."
"Nggak usah, nanti aku aja." tolak Dygta.
Arfan tak menjawab, dia hanya terdiam menatap gadis itu, yang langsung membuat nyali Dygta menciut, lalu dengan terpaksa menyerahkan ponsel baru yang di berikan Arfan pagi tadi.
"Simcard dan memori?" ucap Arfan sebelum gadis itu meninggalkannya.
"Nanti aku aja yang pasang." jawab Dygta.
Arfan tak menjawab lagi, dia kembali menatap Dygta dalam diam. Yang lagi-lagi membuat gadis itu merasa terintimidasi.
Dengan terpaksa pula, Dygta menyerahkan simcardnya kepada Arfan.
"Memori?"
"Memori nanti aku aja yang pasang." gadis itu segera pergi sebelum kembali mendapatkan tatapan mematikan dari asisten ayahnya itu yang akan membuat dia tak bisa berkutik lagi sedikitpun.
Bisa mati aku kalau memorinya aku kasih juga, duh... batin Dygta.
*
*
*
"Kamu belum pergi lagi?" Sofia yang baru saja tiba, mendapati asisten suaminya yang masih berada di teras belakang rumahnya sore itu.
"Aku baru selesai,... " Arfan menunjukkan ponsel yang baru saja dia aktifkan.
"Hape baru?" tanya Sofia.
"Punya Dygta." jawab Arfan, yang masih asyik mengutak-atik ponsel tersebut.
"Dia punya hape baru?" tanya Sofia lagi.
"Kamu tidak tahu hapenya rusak?"
"Oh ya? tidak. Dia tidak bilang."
"Kemarin dia menjatuhkannya waktu berebut dengan Dimitri."
"Berebut?"
Arfan mengangguk.
"Mereka itu... " Sofia menggelengkan kepala. "Kenapa mereka berebut?"
"Dimitri merebutnya waktu melihat ...
"Udah, om? Aku mau ngerjain pr nih, ... butuh nyari di internet." Dygta yang datang entah dari mana.
Dua orang dewasa ini menoleh bersamaan.
"Sudah, ..." Arfan mengulurkan ponsel di tangannya kepada Dygta, yang langsung disambar dengan cepat oleh gadis itu.
"Makasih om." ucap Dygta, yang buru-buru meninggalkan mereka tanpa menunggu banyak kata lagi. Dirinya merasa harus menghindar dulu kali ini. Tak ingin ada banyak pertanyaan lagi yang mungkin akan dilontarkan pria itu maupun ibunya tentang apapun.
"Dia aneh beberapa hari ini." Sofia berujar kala putri sulungnya itu telah menghilang dari pandangan.
"Apanya yang aneh?" Arfan mengalihkan perhatian.
"Dia lebih pendiam dari biasanya. Lebih sering mengurung diri di kamar, atau memisahkan diri waktu berkumpul." Sofia menerangkan.
"Apa ada masalah lagi di sekolahnya? Atau dia di bully lagi?" lanjut perempuan itu, mengingat kejadian perundungan yang dialami Dygta beberapa bulan lalu oleh teman sekolahnya.
"Tidak ada. Setelah aku sering datang kesana sudah tidak ada lagi yang berani macam-macam kepadanya." jawab Arfan.
"Terus kenapa dia seperti itu?"
"Aku belum tahu. Mungkin dia sedang mengalami masa transisi."
"Masa transisi?"
"Dia remaja yang mulai beranjak dewasa, bukan? apapun bisa terjadi kepadanya."
"Apa itu serius? seingatku, dulu aku tidak seperti itu." Sofia memutuskan untuk duduk di dekat pria itu.
"Perkembangan setiap orang berbeda, Fia. Apa yang kita alami dulu belum tentu mereka alami. Dan apa yang tida kita alami mungkin sekarang akan mereka alami." jelas Arfan. "Yang penting, jangan memalingkan perhatian dari dia. Kita tidak boleh lengah." Arfan bangkit dari duduknya.
"Dimitri sudah pulang?" lanjut Arfan.
"Belum. Kenapa?" Sofia mendongak.
"Nanti setelah dia datang coba tanya apa yang dia lihat di ponsel kakaknya. Mungkin itu yang membuat Dygta berubah akhir-akhir ini."
"Memangnya ada apa di ponselnya Dygta."
"Dimitri bilang dia melihat foto anak laki-laki di ponselnya Dygta."
"Oh ya? Dygta punya pacar?" Sofia membulatkan matanya.
"Belum jelas. Aku tanya dia tadi jawabnya belum." jawab Arfan.
"Mungkin artis idolanya? aku lihat dia sering menonton acara musik luar negeri."
"Dan di rahasiakan begitu?"
"Ah, ... iya juga. Mungkin dia sedang menyukai seseorang?" ujar Sofia kemudian.
"Mungkin. Itu sebabnya kamu harus tanya Dimitri. Kita harus memastikan siapapun yang ada di sekitarnya tidak membawa pengaruh buruk baginya."
"Kamu berlebihan?" Sofia sedikit mengejek.
"Aku tidak berlebihan. Lagipula sudah tugasku, kan? Aku bertanggung jawab atas keselamatan dia."
"Kamu bicara begitu seolah dia sedang ada dalam bahaya, Arfan!" sergah Sofia.
"Hanya memastikan semuanya aman untuk Dygta."
"Kamu mulai terdengar seperti papinya. Kalian sama-sama berlebihan melindungi Dygta."
"Kami tidak berlebihan. Kamu tahu, semua ayah akan melakukan hal yang sama kepada anak gadisnya."
"Tapi apa yang kalian lakukan itu berlebihan menuntut ku. Selalu mengawasi gerak-gerik Dygta, mengantarnya kemanapun dia pergi tidak pernah membiarkan dia sendirian."
"Demi keselamatan dia, Fia."
"Ya ya ya, ...sepertinya tidak cukup hanya aku yang di sekap di dalam sini." Sofia mulai mengeluh.
Arfan mengerutkan dahi. "Kamu merasa disekap?"
Perempuan bermata bulat itu menarik napas pelan. "Kamu tahu, terlalu banyak larangan itu membuat kita merasa di sekap. Ini kekangan yang tidak ada habisnya. Aku takut suatu hari Dygta akan memberontak jika kalian terus-terusan seperti ini."
"Kamu tahu, pak Satria sangat mencintai kalian, makannya dia melakukan hal seperti ini. Segala hal sudah dia sediakan di rumah ini. Apapun yang kalian butuhkan dia memberikannya." jelas Arfan.
"Ya,... saking cintanya sampai-sampai dia tidak membiarkan kami keluar tanpa pengawasan. Atau tanpa dia."
Arfan terkekeh. "Lantas apa yang kamu harapkan? suamimu membebaskan kamu untuk pergi keluyuran diluar sana? tidak mungkin. Dia itu Satria Nikolai Mahardika, yang tidak akan membiarka apapun keluar dengan bebas dari taritorialnya."
"Setidaknya jangan terlalu ketat seperti ini. Rasanya seaperti di cekik pelan-pelan, tahu?"
Arfan terkekeh lagi.
"Siapa yang sedang mencekikmu pelan-pelan?" suara familiar itu terdengar dari arah belakang.
Tubuh sofia menegang. Dia hafal benar suara milik siapa itu. Perempuan itu menoleh.
"Sayang, kamu sudah pulang?" lalu dia segera menghambur ke pelukan Satria.
"Hmm, ..." pria itu menggumam.
"Jam berapa ini? tumben?" Sofia melihat jam yang melingkar di pergelangan tangan suaminya. "Baru jam tiga?" katanya kemudian.
"Memangnya kenapa? Aku mau pulang jam berapa pun terserah aku. Itu perusahaan milikku, aku bebas melakukan apapun yang aku mau." tukas Satria.
"Mmm, ...iya. Benar juga. Aku lupa." Sofia tergelak.
"Sekarang katakan padaku, apa yang membuatmu merasa tercekik? apa karena hidup dengan ku? semua aturanku membuatmu merasa seperti itu, hum?"
"Apa? mmmn... tidak, tidak ada yang membuat aku merasa seperti itu." Sofia mengelak.
"Aku dengar dengan jelas kamu bicara seperti itu tadi." ucap Satria.
"Masa? kapan?" elaknya lagi.
"Tadi."
"Aaa ...kamu pasti salah dengar?"Sofia menghindar.
"Pendengaranku ini masih normal, tahu? aku masih bisa mendengar suara sekecil apapun dari jarak yang sangat jauh."
"Mmm ...maksud aku, ...
"Jadi kamu ingin aku membebaskannya seperti orang lain? membiarkan kamu berkeliaran diluar sana melakukan apapun yang kamu inginkan?" kalimatnya yang lebih seperti sindiran.
"Aaa tidak, tidak seperti itu. Maksudku, aku hanya ingin sedikit kebebasan untuk pergi sendirian, tanpa kamu atau tanpa pengawasan...
"Sendirian? Tanpa aku?" Satria menatap perempuan itu dengan tajam.
"Maksudku bukan seperti itu. Mmm...
"Sudahlah, terserah padamu. Aku lelah." Satria membelalakkan matanya. Lalu memutar tubuh untuk melangkah masuk kembali kedalam rumah.
Dia merajuk.
Mati aku?! gumam sofia dalam hati. Badai akan segera datang setelah ini jika dirinya tak cepat-cepat menyelesaikannya.
"Sayang, kamu mau kemana?" teriaknya yang setengah berlari mengikuti langkah lebar suaminya.
"Apa urusanmu? bukankah kamu ingin sendirian tanpa aku?" Satria terdengar berteriak.
"Tidak begitu maksudku." sergah Sofia.
"Pergilah sana! Aku akan membebaskanmu pergi kemanapun, jangan pedulikan aku lagi!" terdengar langkah mereka yang menuju ke lantai atas.
"Tidak sayang! aku tidak akan pergi."
"Tadi kamu bilang begitu?"
"Sekarang tidak lagi. Aku mau bersamamu kemanapun."
Lalu suasana kembali hening.
"Astaga! Mereka selalu lupa umur kalau sudah bertemu." Arfan menggelengkan kepala. "Tidak bisa dipercaya!" gumamnya seraya meninggalkan kediaman atasannya itu untuk pulang ke rumah yang sangat di rindukannya seharian ini.
*
*
*
Bersambung...
Selamat hari sabtu. .😘😘😘😘
jangan lupa like komentar sama hadiahnya oke genks?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 223 Episodes
Comments
Erna Yunita
seruuuuuu tau......
2022-09-28
0
Salsabila
rindu om Arfan Dygta baca ulang ah
2022-01-29
3
Darmi Lulut
papa bear merajuk gampang obatnya buka titik josss
2021-12-28
1