*
*
"Hari ini jadi bawa anak-anak jalan-jalan?" Satria yang berdiri didepan cermin sambil mengenakan setelan kerjanya. Jas berwarna navy dengan kemeja putih sebagai lapisan dalamnya.
"Jadi. Sekalian belanja buat keperluannya camping Dygta." jawab Sofia, yang menghampiri setelah memilih sebuah dasi berwarna hitam di rak asesoris.
"Oh ya? Dygta jadi camping? pergi besok?" pria itu menghadapkan tubuh tegapnya kepada Sofia.
"Iya. Besok pagi." perempuan itu mengangguk, seraya melilitkan dasi ke bawah kerah kemeja suaminya. Membuat simpul seperti biasa.
"Selesai, kamu selalu tampan, seperti biasa." dia mengusap pundak Satria, lalu merapikan jas yang pria itu kenakan. Mengucapkan kata-kata sakti seperti yang biasa dia ucapkan setiap pagi selama hampir sepuluh tahun kebersamaan mereka. Membuat pipi pria yang hampir berusia 50 tahun itu bersemu merah.
"Aku sudah tua." bisik Satria, yang meraup pinggang ramping istrinya, sehingga tubuh mereka hampir menempel satu sama lain.
"Siapa bilang? kamu masih muda. Masih tampan." puji Sofia, yang membingkai wajah Satria dengan kedua tangannya. Tanggung dengan gombalan yang meluncur begitu saja dari mulutnya.
"Aku hampir berusia setengah abad." Satria memiringkan wajahnya.
"Benarkah? aku kira kamu masih 40 tahun, sayang?" Sofia melingkarkan kedua tangannya di leher suaminya. "Kamu selalu terlihat sepuluh tahun lebih muda."
"Hmm, ..." Satria memutar bola matanya. Dia tahu ada yang sedang di inginkan perempuan ini sehingga dia menggombalinya seperti itu.
"Apakah kamu ini seorang vampir? kamu terlihat semakin muda saja setiap tahunnya." Sofia melanjutkan bualannya.
"Apa yang kamu inginkan?" Satria yang memang sudah mengerti sifat perempuan ini ketika menginginkan sesuatu.
"Ap-apa? tidak ada." Sofia tegagap.
"Benarkah? gombalanmu ini sudah aku hafal."
"Apa? gombalan? gombalan apa maksudmu?" Sofia terkekeh, dia merasa telah tertangkap basah.
"Hmm, ..." Satria mer*mas bokong perempuan itu agak keras, membuat Sofia memekik kencang dan tubuhnya yang menegang, membuat beberapa bagian tubuh mereka berdua saling bergesskkan.
Satria menggeram. Merasakan sesuatu yang hampir bangkit di bawah sana.
"Kamu jangan menggodaku, aku ada rapat penting pagi ini." Satria melonggarkan rangkukannya.
"Aku tidak sedang menggodamu. Kamu memang semakin tampan!" perempuan itu mengecup bibir Satria dengan lembut, lalu tersenyum.
"Hentikanlah, sayang. Kamu akan membuatku terlambat menghadiri rapat."
Sofia mengulum senyum lalu melepaskan rangkulan tangannya dari Satria. Mereka keluar dari kamar kemudian memasuki ruang makan untuk sarapan dimana anak-anak sudah menunggu.
"Oh iya, aku sekalian mau ketemu Cece ya nanti?" ucap Sofia, yang tengah menyiapkan sarapan untuk suami dan anak-anaknya.
"Apa?" Satria yang sedang menyesap kopi hitam miliknya mendongak.
Sudah aku duga? batinnya.
"Mau apa?" tanya Satria kemudian.
"Hanya ingin bertemu. Sudah lama kami tidak bertemu. Hari ini kebetulan Cece sedang berkunjung ke Jakarta." jawab Sofia dengan senyuman lebarnya.
Satria menyipitkan matanya. "Apa ini caramu membawa anak-anak keluar, sengaja agar bisa bertemu dengan teman-temanmu?" dia curiga.
"Tidak. Aku memang berniat membawa anak-anak keluar untuk jalan-jalan. Dan secara kebetulan tadi malam Cece memberi kabar kalau dia ada pekerjaan di Jakarta." jelas Sofia.
"Hmmm, ...pekerjaan." Satria kembali menyesap kopi hitamnya.
"Ya ... seperti itulah, kamu tahu sendiri, ...haha. " Sofia tergelak.
"Yakin hanya bertemu?" Satria menatapnya tajam.
"Iya. Apalagi? Memangnya aku mau apa? Aku kan pergi dengan anak-anak."
"Kalau tidak pergi dengan anak-anak, apa kira-kira yang akan kamu lakukan?" tanya Satria yang mulai menyantap sarapannya.
"Tidak ada."
"Kamu yakin?"
Sofia terdiam, dia seperti berpikir.
"Memangnya kapan aku pergi keluar sendirian? Aku tidak pernah pergi kemanapun, apalagi sendirian. Anak-anak selalu aku bawa, kalaupun tanpa mereka, pasti pergi denganmu. Itupun bukan pergi ke tempat umum. Kalau tidak ke hotel menemani kamu meeting ya menghabiakan waktu hanya berdua dengan kamu. Hanya dengan kamu!" Sofia hingga mengulang kalimat terakhir sebanyak dua kali.
"Mama, ... jangan bertengkar di depan kami." Dygta menyela percakapan.
Suami istri ini baru tersadar saat mereka menoleh. Anak-anak tengah menyimak pembicaraan mereka berdua.
"Astaga!" Sofia menepuk keningnya beberapa kali.
"Maaf, kami tidak sedang bertengkar. Kami hanya sedang berbicara." Sofia menjawab.
"Suara mama keras, itu artinya mama lagi marah." sahut Dimitri. "Kata pak ustad nggak boleh ngomong keras-keras sama suami. Dosa. " ujar bocah itu lagi yang kembali menyuapkan makanan ke mulutnya.
Satria mengulum senyum, lalu kembali mengalihkan perhatian kepada istrinya yang tertegun.
Sofia mendelik.
"Pokoknya aku nanti ketemu dengan Cece, titik." Sofia pun kembali melahap makanannya.
"Sepertinya temanmu itu sangat penting?" ucap Satria.
"Tentu saja dia penting." Sofia meneguk air putih di sisi tangannya. "Dia yang menemani aku di awal-awal mengalami kesulitan. Banyak hal yang dia tunjukkan. Sampai akhirnya kita bertemu, dan bersama sampai sekarang, ingat?Dan aku tidak akan pernah melupakan semua yang sudah dia lakukan untuk membantu aku." ucapnya lagi.
"Hmm ... ya ya, banyak yang dia lakukan heh?"
"Tentu saja."
"Hmm ..." Satria kembali menyipitkan matanya.
"Apa kamu tidak percaya kepadaku sampai-sampai kamu tidak pernah mengijinkan aku keluar dari istana ini sendirian?" Sofia mencondongkan tubuhnya, dia hampir berbisik.
Satria terdiam.
"Sudah jelas, " perempuan itu menghempaskan punggungnya pada sandaran kursi. "Kamu memang tidak pernah mempercayai aku kan?" ucapnya kemudian, lalu memasang raut sendu pada wajah cantiknya.
Satria mengerutkan dahi.
"Ya sudah, ..." Sofia kembali pada sarapannya. "Anak-anak, kita tidak jadi jalan-jalannya hari ini ya? dan keperluan kakak biar pak Sam saja yang beli." dia menoleh ke arah anak-anaknya.
"Apa?"
"Tapi mama udah janji, ..." Dimitri merengek.
"Aku sampai batalin brifing sore ini sama teman-teman, loh." Dygta menimpali.
"Mau ke mall!! " rengek dua anak kembar di sisi lainnya secara bersamaan. Daryl dan Darren.
"Kenapa harus di batalkan?" sergah Satria.
"Bukannya kamu tidak mengijinkan?" jawab Sofia.
"Siapa bilang? semalam aku mengijinkan."
"Tapi hari ini kamu berubah pikiran."
"Tidak. Siapa bilang?"
"Itu tadi, ...kamu mempermasalahkan waktu aku bilang mau sekalian ketemu Cece." Sofia mulai merajuk.
"Aku tidak mempermasalahkan itu. Aku hanya bertanya." sergah Satria.
"Kamu bukan bertanya, tapi kamu...
"Mama... jangan bertengkar lagi." Dygta kembali menginterupsi.
"Kami tidak sedang bertengkar, sayang." sahut Satria.
"Tapi kalian selalu berdebat?" jawab Dygta.
"Hmmm, ...baiklah baiklah, ... pergilah kemanapun kamu mau. Lakukan apapun. belanja, makan, nonton sekalian. Mau bertemu dengan temanmu itu? lakukan saja. Asal jangan tinggalkan anak-ana. Sekalian traktir dia juga."
"Benarkah?" Sofia dengan wajah dan mata bulatnya yang berbinar.
"Hmm ..." Satria menjawab dengan gumaman, lalu bangkit dari tempat duduknya.
"Belanja banyak barang boleh? membeli apapun yang kami mau?"
"Belanja lah, sebagian kartu kreditku ada padamu bukan?" Satria membenahi pakaiannya.
"Aaa, terimakasih." perempuan itu menghambur untuk memeluknya. Menciumi seluruh wajah Satria hingga tak ada satu senti pun yang terlewat.
"Astaga, Tuhan!" Dygta menggeleng sambil menepuk kepalanya beberapa kali. Wajahnya memerah, merasa malu melihat tingkah kedua orang tuanya yang seperti remaja kasmaran.
"Tapi, pergilah dengan Arfan." ucap Satria sebelum pergi.
"Kenapa harus dengan Arfan?" Sofia menjengit. "Ada pak Sam."
"Apa kamu sanggup membawa empat anak sekaligus sendirian ke dalam mall? Pak sam tidak akan tahan."
"Arfan itu banyak pekerjaan, tidak perlu lah kamu menyuruh dia menemani kami juga." tolak Sofia.
"Ada bawahannya yang bisa menangani."
"Tapi sayang, ..."
"Dengan Arfan, atau tidak pergi sama sekali." Satria berseru. "Sekalian juga suruh dia mengajak Amara. Sepertinya anak itu butuh jalan-jalan." lanjutnya.
"Hmm ..." Sofia mencebik.
"Oke?" Satria mengetuk pipinya dengan telunjuk, mengisyaratkan kepada Sofia untuk menciumnya.
Perempuan itu kembali mengecup sudut bibir suaminya seperti yang biasa dia lakukan setiap pria itu hendak pergi bekerja.
"Baiklah, aku pergi." ucap Satria setelah keempat anaknya mencium punggung tangannya secara berurutan.
*
*
*
Bersambung...
Selamat berpuasa gaess
like
koment
hadiah!
vole kalau masih ada. 😉😉😘😘😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 223 Episodes
Comments
ManzilManzil
ahh papiii boleh gk mintak kartu kredity lagii 🥰🥰😘
2023-02-20
0
Fitri
senangnya mesra sampai tua🤗😍😍
2022-01-29
1
Aprilia***
serba salah ya punya duit banyak jg percuma nggak bebas bagai burung dsangkar emas ..😁😁😁
2022-01-18
1