*
*
Arfan baru saja selesai dengan pekerjaannya. Memeriksa jadwal kerja untuk Satria yang sudah dia susun bersama sekretarisnya tadi sore, juga memeriksa beberapa dokumen yang belum sempat dia kerjakan.
Memang besok hari libur, tapi pikirannya tak bisa berhenti memikirkan pekerjaan. Entah seberapa lelah dirinya, atau seberapa sibuk dia mengerjakan hal lain, otaknya akan selalu kembali memikirkan pekerjaan.
Seperti sudah diseting secara otomatis, jika tubuh dan pikirannya hanya dibuat untuk bekerja.
Arfan mematikan laptop, membereskan meja kerja, lalu mematikan lampu di ruang kerjanya sebelum keluar dan menutup pintu.
Dia berjalan melewati beberapa ruangan, memeriksa Mytha di kamarnya yang masih terlelap dalam tidur panjangnya.
"Hey sayang, selamat tidur. Besok bangun ya? Ara pasti akan senang melihat kamu bangun, begitu juga aku." katanya, yang selalu dia ulang setiap malam sebelum meninggalkannya tidur, seraya menarik selimut yang menutupi tubuh ringkih Mytha hingga ke lehernya. Lalu mengecup keningnya seperti biasa.
"Aku mencintaimu." bisiknya ditelinga Mytha.
Dia terdiam untuk beberapa saat dan berharap perempuan itu bangun dan membuka mata, lalu membalas ucapan cintanya.
Arfan keluar dari ruangan itu setelah meredupkan lampu lalu menutup pintu, dia kembali berjalan melewati ruangan lain dan berhenti di depan pintu kamar Amara. Arfan membukanya secara perlahan.
Gadis kecil itu telah terlelap di tempat tidurnya, dengan Sandra, sang pengasuh yang tertidur di sofa di sisi lain ruangan itu.
Arfan melangkah masuk, lalu dia duduk di sisi ranjang dan membenahi selimut yang menutupi tubuh kecil putri cantiknya.
"Maaf, pak. Saya ketiduran." Sandra terbangun mendengar gerakan dari tempat tidur Amara.
"Tidak apa-apa. Istirahatlah, kamu pasti lelah." tukas Arfan.
Perempuan 30 tahun itu tertegun.
"Tidur di sofa tidak baik untuk tubuh kamu. Pindahlah ke kamarmu." Arfan melanjutkan kata-katanya.
"Tapi pak, nanti Ara ..."
"Saya tidur disini malam ini. Jadi kamu bisa beristirahat." sergah Arfan.
"Mm ..."
"Sana, istirahatlah. Besok pagi-pagi sekali kamu harus siap menjaga dia, karena saya harus pergi menjemput mertua saya di statsiun." ucap Arfan.
"Baik pak. Saya pergi." Sandra bangkit, lalu keluar dari kamar Amara.
Arfan merebahkan tubuh tingginya di sofa setelah perempuan itu pergi. Menatap wajah damai putri kecilnya yang terlelap begitu dalam dibawah selimut tebalnya.
Pria itu memijat pelan pangkal hidungnya yang terasa lelah. Mengeluarkan ponsel dari saku piyamanya, lalu memeriksa kalau-kalau ada pesan yang masuk.
Ada beberapa pesan yang masuk sejak satu jam yang lalu. Yang isinya hanya tentang pekerjaan. Dia membacanya sebentar, lalu hendak keluar dari aplikasi pesan sebelum pandangannya menangkap hal tak biasa.
Arfan melihat nomor kontak Dygta yang masih sedang online. Dia melirik angka jam di sudut kiri atas ponselnya yang menunjukkan pukul 11 malam. Padahal biasanya, gadis itu pasti telah terlelap pada jam selarut ini.
Dia tahu persis, selama sembilan tahun belakangan dirinyalah yang mengatur segalanya untuk putri atasannya itu. Hingga jadwal tidurnya pun di tahu. Dia mengendalikan segala yang berhubungan dengan anak-anak Satria.
Sedang apa dia selarut ini? gumamnya sambil mengetik pesan.
[Dygta?] pesan terkirim.
Namun tak ada balasan, padahal nomor Dygta masih online.
[Dygta, kamu belum tidur?] Arfan mengirim pesan lagi.
Tetap tak ada balasan.
[Dygta!] akhirnya pria itu merasa kesal sendiri karena tak mendapat balasan darinya.
[Ya om?] akhirnya gadis itu membalas pesan Arfan.
[Kamu belum tidur] Arfan segera bertanya.
Hah, pertanyaan konyol! tentu saja dia belum tidur, dia membalas pesan ini! gumam Arfan dalam hati.
[Belum om.] jawab Dygta.
[Kenapa? ada masalah?] Arfan bertanya.
[Nggak.] Dygta membalas lagi.
[Terus kenapa belum tidur? ini sudah malam.]
Dygta tak membalas, tapi gadis itu tetap online.
[Dygta!!] Arfan mulai kesal.
[Ya om?] Dygta kembali membalas dengan cepat.
[Cepat tidur!] balasan Arfan.
[Iya om.]
[Sekarang! dan matikan hapenya!] perintah pria itu.
Beberapa detik tak ada balasan, namun kemudian ada tanda mengetik di nomor Dygta. Lalu satu pesan kembali masuk.
[Iya, om.] balas gadis itu, pendek. Lalu tanda online pun mati.
Lama Arfan menatap layar ponselnya, seperti sedang menunggu balasan lagi dari seberang sana. Padahal sudah jelas nomor gadis itu sudah tak lagi online setelah menuruti perintahnya.
Pria itu menekan foto profil Dygta yang bergambar gadis itu tengah duduk diatas pasir putih dengan posisi miring berlatar laut di belakangnya.
Dia ingat, itu fotonya saat masih tinggal di rumah pantai di kepulauan seribu dua tahun yang lalu. Ketika gadis itu masih berusia 16 tahun, dan baru saja masuk SMA. Dan dirinyalah yang mengambil foto itu atas permintaan Dygta, dihari terakhir gadis itu tinggal di rumah pantai sebelum akhirnya mereka pindah ke tengah kota Jakarta agar lebih dekat dengan sekolahnya.
Arfan tanpa sadar tersenyum ketika ingat hari itu Dygta menangis karena tak mau meninggalkan rumah pantai yang sangat di sukainya. Yang menjadi tempat tinggalnya sejak usia 9 tahun, tepat di hari ulang tahunnya saat Satria dan Sofia memberi tahunya bahwa dia akan segera memiliki adik bayi.
Arfan sendiri yang membujuknya agar mau pindah ke tengah kota, setelah beberapa jam sebelumnya gadis itu marah kepada orang tuanya, dan merajuk lalu kabur ke pinggiran pantai yang jauh dari rumah.
"Dasar anak ini!" gumam Arfan, seraya menyentuh layar. "Kamu sudah dewasa, Dygta. Kamu akan pergi, dan menemukan jalan hidupmu sendiri." katanya, seolah tengan berbicara pada manusia.
Tiba-tiba dadanya terasa agak sesak. Ada sedikit perasaan tak rela yang menggelayuti hati.
"Kamu akan meninggalkan om, dan memiliki hidupmu sendiri. Diluar sana, bersama orang lain."
Arfan merasa seperti ada sesuatu yang mengganjal di tenggorokkannya.
Si cerewet ini sebentar lagi akan bebas menentukan hidupnya setelah dia lulus SMA nanti. Dan mungkin akan segera lepas dari pengawasannya.
Apa dia bisa?
Apa dia mampu?
Apa dia akan bisa menjaga dirinya sendiri dan mampu menentukan apa yang baik bagi dirinya?
Mendadak Arfan merasa ragu. Gadis kecil yang selama sembilan tahun ada dalam pengawasannya suatu hari nanti akan berjalan sendirian menentukan hidupnya.
Dia tiba-tiba merasa khawatir.
Arfan melirik Amara yang tak terganggu dengan kehadirannya. Lalu bangkit.
"Mungkin papa juga akan merasakan hal yang sama kepadamu suatu hari nanti, Ara." ucapnya, pelan. Lalu kembali pada layar ponselnya yang masih menampilkan wajah Dygta.
Degupan jantungnya terasa bertambah cepat.
Arfan mengerutkan dahi, lalu mengirup napas dalam-dalam. Dia menggelengkan kepala, kemudian mematikan ponsel dan meletakkannya di meja di samping sofa. Lalu mencoba untuk tidur, walau ada perasaan aneh yang mulai merayapi hati.
*
*
*
Bersambung ...
Kenapa ya Om?
Selamat malam minggu, besok pasti telat up lagi. Biasa, hari Minggu waktunya emak mulung recehan di dunia nyata. Semoga kalian nggak kangen berat sama emak. Eh, ... sama om Arfan maksudnya😅😅😅
**Like koment hadiahnya Jagan lupa ya.
oke genkss?
I love you full😘😘😘**
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 223 Episodes
Comments
Borahe 🍉🧡
Arfan awalnya suka dgn Sofia gegara selalu di suruh awasin oleh satria eh sekarang dia. ada rasa lg sm anaknya Sofia gegara disuruh jagain.
2025-01-15
0
Amel Munthe
cakep banget om Arfan,pantes dygta jatuh cinta sama om arfan
2023-03-27
1
fifid dwi ariani
trus semangat
2023-02-27
0