*
*
Arfan naik ke lantai dua rumahnya setelah menyelesaikan olahraga paginya hari itu. Berjalan menuju kamar Mytha yang terletak di ujung paling depan.
Satu wadah air hangat, dua lembar handuk kecil, dan beberapa keperluan sudah tersedia di meja samping tempat tidur dimana Mytha terbaring.
"Hai sayang, selamat pagi?" sapanya, sambil menyingkap tirai jendelanya agar sinar matahari masuk menerangi kamar tersebut.
"Bagaimana kabar kamu hari ini?" lanjutnya,seolah perempuan itu dapat mendengar suaranya dengan baik.
"Hari ini aku lari tiga putaran lagi di halaman belakang." ucapnya, seraya menarik selimut yang menutupi tubuh kurus Mytha yang sudah hampir tiga tahun terbaring tak berdaya. Dengan beberapa alat bantu kesehatan yang menempel di tubuhnya.
Satu slang infus yang selalu tersambung dengan urat nadinya, satu slang oksigen yang menempel di sekitar mulut dan hidung, dan satu pemantau detak jantung dan beberapa alat lain yang menempel di dada dan lengan perempuan itu. Untuk memantau kehidupannya.
Satu buah monitor pemantau detak jantung dan napas juga tekanan darahnya terletak disisi kiri tempat tidur. Menjadi perhatian Arfan untuk beberapa saat. Yang menjadi keyakinannya untuk terus mempertahankan kehidupan bagi perempuan itu walau dirinya, dan semua orang tidak tahu kapan akan berakhir. Atau apakah akan berakhir bahagia, ataupun duka.
Sudah dua tahun Arfan memindahkan Mytha ke rumah besar mereka, setelah satu tahun menjalani perawatan dirumah sakit tanpa hasil. Pria itu memilih merawatnya dirumah pemberian Satria, atasannya sebagai hadiah pernihakan mereka sembilan tahun yang lalu.
Berbagai prosedur sudah dilakukan untuk menyadarkan permpuan itu. Beberapa terapi, dan tindakan medis yang sudah tak terhitung lagi jumlahnya.
Ribuan butir obat dan suntikan mereka masukkan ke tubh Mytha, namun perempuan itu tak kunjung sadarkan diri.
Arfan menarik kain terakhir yang melapisi tubuh Mytha. Menatap tubuh yang kini hanya tinggal kulit dan tulang itu dengan tatapan sendu.
"Kamu belum mau bangun?" katanya, sambil membasahi handuk kecil yang tersedia dengan air hangat di wadah yang sudah berada di meja sejak beberapa menit yang lalu.
Arfan mengusapkan handuk basah tersebut untuk membersihkan kulit tubuh Mytha yang sedikit keriput. Menyeka seluruh tubuh perempuan itu seperti yang selalu dia lakukan setiap pagi, selama tiga tahun belakangan. Merawatnya seperti bayi yang baru lahir. Yang begitu rapuh dan tak berdaya. Dan hanya dirinya saja yang boleh merawatnya. Arfan melarang siapapun untuk menyentuh istrinya, walau dalam keadaan darurat sekalipun. Pria itu ingin memastikan segalanya berada dalam kendalinya, tanpa campur tangan orang lain. Meski seorang perawat atauoun dokter kepercayannya datang tiga kali dalam sehari sekedar untuk mengecek perkembangan keadaan istrinya. Selebihnya, dia yang menangani.
Arfan memiringkan tubuh ringkih Mytha untuk menyeka bagian belakangnya yang selalu tersembunyi. Lalu mengeringkan tubuh tersebut dengan handuk lain yang masih bersih.
Pria itu meraih satu botol minyak telon untuk dia usapkan ke tubuh istrinya yang tetap tak bergerak sedikitpun. "Wangi kamu seperti bayi," Arfan terkekeh getir. "Mirip Ara, sayang." katanya, dengan mata yang berkaca-kaca.
Pria itu mengoleskan pelembab pada wajah Mytha yang begitu tirus, tidak lupa sentuhan terakhir lipbalm pada bibir tipis milik perempuan itu agar tetap terlihat lembab dan sehat untuknya.
"Selesai. Kamu cantik seperti biasa." katanya lagi, seraya mengelus pipi Mytha dengan punggung tangannya, lalu mengecup kening perempuan itu dengan lembut. Lalu menatapnya begitu lama.
"Mama?" suara kecil itu terdengar dari ambang pintu. Amara berjalan pelan menuju tempat tidur dimana ibunya berada.
"Hei! kamu sudah bangun?" Arfan mengalihkan perhatiannya kepada putri kecilnya.
"Mama bangun?" tanya Ara, yang merentangkan tangan kepada ayahnya untuk kemudian Arfan gendong.
"Belum." jawab Arfan, kembali menatap Mytha yang tetap terpejam.
"Bilang hai sama mama!" bisik Arfan kepada Amara.
"Hai mama, good molning?" ucap gadis kecil itu, seraya mencondongkan tubuhnya ke arah Mytha untuk mengecup pipi ibunya.
"La mau mama!" bocah itu merentangkan tangannya, berusaha meraih tubuh Mytha.
"Nggak boleh sayang," sergah Arfan.
"La kangen mama, pa!" dia meronta.
"No, mama masih sakit." jelas Arfan.
"Mama!" Amara kembali meronta.
Derap langkah kaki tergesa terdengar mendekat. Pengasuh Ara yang tak menemukan bocah itu di kamarnya langsung menerobos masuk begitu dia mendengar rengekan anak itu dari kamar majikannya.
"Maaf, pak." ucap perempuan berseragam biru muda itu seraya mengulurkan tangannya hendak meraih Ara.
"Lain kali, jangan tinggalkan Ara, hingga dia masuk kesini sendirian." Arfan menyerahkan putrinya pada sang pengasuh.
"Iya pak. Maaf, tadi saya ...
"Saya tidak menerima alasan apapun, dia masih kecil dan tidak mengerti apapun. Kamu yang bertanggungjawab dengan segala yang terjadi dengan Ara." sergah Arfan, dengan nada dingin dan mencekam.
"Iya pak maaf." Sandra tanpa menyela lagi.
"Bawa Ara keluar dan urus dia sekarang juga!" Arfan setengah berteriak.
Pengasuh itu membawa Amara yang mulai menangis dan meronta keluar dari kamar Mytha.
"Lihat? dia merindukan kamu, kami merindukanmu. Cepatlah sadar, dan bangun untuk kami!" bisik Arfan, seraya meraih tangan Mytha dan menggenggamnya dengan erat. Lalu mengecupi punggung tangan perempuan itu beberapa kali.
****
Arfan masuki kamar Amara setelah dia selesai mengurus Mytha, dan kembali membiarkan perempuan itu terlelap dalam tidur panjangnya.
Menatap putri kecilnya yang baru saja dimandikan oleh pengasuhnya.
"Sana, kamu siapkan makanannya Ara." titah Arfan, kepada Sandra sang pengasuh.
Perempuan itu mengangguk, lalu meninggalkan majikannya disana bersama anaknya.
"Ara sudah mandi?" Arfan menghampiri putrinya yang duduk di tempat tidur setelah pengasuh nya memakaikannya baju baru.
"Hu'um, ..." anak itu mengangguk.
Arfan tersenyum, lalu meraih handuk kecil yang tersampir di kepala ranjang. Mengusak rambut basah Amara untuk mengeringkannya, kemudian menyisirnya dengan hati-hati. Lalu mengikatnya seperti biasa.
Dia sudah terbiasa melakukannya. Lagi-lagi semenjak istrinya terbaring koma, dia sendiri lah yang merawat putri semata wayang mereka dengan penuh perhatian. Kehadiran pengasuh hanya sebagai pengganti jika dirinya tengah disibukkan oleh pekerjaan bersama Satria yang benar-benar menyita waktu. Namun untuk urusan mengurus Ara di pagi hari, dia sendiri lah yang akan melakukannya.
"Nah, sudah cantik!" Arfan mengecup puncak kepala Amara dengan penuh kasih sayang.
"Sekarang, Ara makan sama suster, ya?" Arfan berujar, ketika melihat pengasuhnya kembali dengan nampan sarapan untuk putrinya.
"Iya, pa." jawab gadis kecil itu.
Tugasnya mengurus keluarga pagi itu telah selesai. Kini giliran dirinya sendiri yang harus dia urus. Untuk kemudian menunaikan kewajibannya diluar rumah, bekerja mencari nafkah dan ikut mengurus usaha atasannya.
*
*
*
*
Bersambung ...
Ah, dirimu memang super, bang.😍😍
Selamat malam Minggu.
Maaf kalau besok telat up, maklum hari Minggu waktunya ngumpulin recehan seperti biasa. Tapi di usahain tetep up kok.
Enjoy ...
tetep ya klik like, koment sama hadiahnya...😘😘😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 223 Episodes
Comments
Borahe 🍉🧡
Papa Arfan Keren banget. se cinta itu dia dgn Mytha.
2025-01-15
0
Hearty💕💕
Suami keren di kehidupan nyata aku punya sepupu spt ini yang siap siaga untuk istri terkasih
2023-10-05
0
Ajusani Dei Yanti
suami idaman banget bang arfan
2023-06-23
0