Matahari berubah berwarna jingga bersiap bersembunyi di bawah cakrawala.
Sudah berjam-jam berlalu, namun Arya masih belum sadarkan diri. Kepala pemuda itu masih setia bersandar di pangkuan Huang She.
Huang She yang sebelumnya tenang dan nyaman saat menatap wajah Arya, kini mulai nampak gelisah dan begitu cemas. Berkali-kali dia merutuki Putri Ming Yu Hua, sebab dia merasa pasti kejadian ini ada hubungannya dengan Sang Putri. Sehingga Huang She merasa perlu melimpahkan kekesalannya pada gadis itu.
"Tenanglah, aku yakin dia akan baik-baik saja." Putri Ming Yu Hua merespon kekesalan Huang She dengan wajah tenang. "Lihatlah, sebentar lagi kita akan sampai." Lanjutnya dengan menunjuk ke arah jajaran pegunungan.
Huang She menatap ke depan sambil membatin. "Bertahanlah, sesampainya di sana aku akan secepatnya mencarikan tabib untukmu."
Ketiga bocah bersaudara berdiri, mereka begitu takjub melihat keindahan alam di sekeliling mereka. Yang mana mereka melewati beberapa pegunungan, terdapat banyak perbukitan dan padang rumput hijau yang luas. Terdapat pula beberapa tebing yang menumpahkan air terjun, di balik vegetasi mereka juga melihat adanya danau beraneka warna.
Tidak jauh dari sana, terlihat tanah lapang seluas kira-kira 5 km². Di tanah lapang itu berdiri puluhan tenda besar, dengan beberapa tenda yang berkibaran lambang sekte berbeda-beda.
"Bendera Kekaisaran?" Huang She menajamkan penglihatannya agar tidak salah melihat.
"Benar itu bendera Kekaisaran. Mungkin selain di adakannya turnamen, ada hal lain yang lebih penting sehingga pihak Kekaisaran mengutus beberapa panglima dan jenderal kemari." Putri Ming Yu Hua berpendapat.
Kening Huang She mengkerut, dia tidak bisa melihat adanya panglima ataupun jendral dari jarak sejauh ini. "Kenapa kau menyimpulkan seperti itu? Apa kau sudah tahu mengenai hal ini sebelumnya.?"
"Aku hanya mengetahui jika disini akan di adakan turnamen, tapi aku menolak untuk ikut serta. Dan aku juga baru tahu sekarang jika ternyata ayahku mengutus beberapa panglima dan jenderal kesini."
"Kau bisa melihat sejauh itu? Apa jangan-jangan kau juga memiliki padangan yang tajam seperti dia." Huang She menatap Putri Ming Yu Hua penuh selidik.
"Hahaha... Apa menurutmu hanya dia saja yang memiliki kemampuan seperti itu. Kau juga bisa memilikinya jika kau mau."
Huang She yang masih hijau dalam dunia persilatan tentu tidak tahu banyak tentang berbagai macam teknik beladiri. Sebelumnya dia hanya belajar beladiri dengan jurus-jurus seadanya dan sembari di ajari ilmu pengobatan oleh sang ayah. Huang She beranggapan jika kepekaan indera hanya dimiliki orang-orang yang memiliki tubuh istimewa.
"Apa tujuanmu belajar ilmu beladiri?"
Pertanyaan Putri Ming Yu Hua membuyarkan lamunan Huang She. "Awalnya aku hanya ingin memiliki kemampuan untuk menjaga diri dan melindungi orang-orang terdekatku, tapi setelah mengenalnya aku sekarang jadi ingin hidupku bisa bermanfaat bagi mereka yang membutuhkan."
"Hmmmm... Tidak sesederhana itu, menjadi seorang pendekar artinya kau sudah menyerahkan dirimu pada Dewa kematian. Kapan dan dimana saja kematian selalu mengintaimu. Apa kau tahu, energi alam yang kau serap juga bisa mempengaruhi hatimu. Semakin banyak menyerap energi alam, bukan hanya akan membuat seseorang bertambah kuat, ia juga akan mempengaruhi hatinya, salah sedikit saja seseorang akan mudah terjerumus ke dalam kesesatan."
"Ya aku sudah tahu, tapi aku yakin selama aku tetap berpegang teguh pada prinsipku, aku pasti tidak akan mudah tergiur pada jalan yang menyimpang."
"Kehidupan manusia terlahir seperti kertas tanpa noda, seiring berjalannya waktu kertas itu akan di penuhi dengan coretan. Dan bisa saja semakin banyaknya coretan akan membuat kertas putih menjadi hitam. Suatu kenyataan, semakin tinggi pohon yang tumbuh semakin kencang pula angin yang menerjang." Putri Ming Yu Hua berkata dengan pandangan menatap ke angkasa.
Huang She mengerutkan dahi, dirinya merasa aneh dengan perkataan Ming Yu Hua. Namun dia tidak mau memusingkan hal itu, baginya yang terpenting sekarang Arya secepatnya mendapatkan pertolongan.
Melihat adanya burung raksasa yang mendekat, para pendekar yang berada di bawah merasa perlu waspada. Meski kebanyakan pendekar dari beberapa sekte juga datang dengan cara serupa, namun mereka juga harus memastikan bahwa yang datang tersebut adalah musuh ataukah kawan sesama aliran putih.
"Maaf jika kami menghadang jalan kalian, kami hanya ingin memastikan. Tunjukan tanda pengenal kalian." Seorang pria yang menggenggam sebuah pedang, tiba-tiba melayang menghadang laju terbang Griffinhan.
"Tidak perlu, kalian masuklah. Patriark kami sudah lama menunggu kedatangan kalian." Tetua Din Thai Fung tiba-tiba muncul dan tersenyum hangat.
"Terimakasih tetua, mohon bantu kami mengobatinya." Balas Huang She tanpa berdiri, gadis itu masih memangku kepala Arya.
"Apa yang terjadi dengannya?" Tetua Din Thai Fung yang tadinya berfikiran jika Arya sedang bermesraan dengan Huang She, lantas ekspresinya berganti khawatir ketika mendengar nada kecemasan dari perkataan gadis itu.
"Nanti saja aku ceritakan, tetua."
"Tuan Putri..." Muncul sosok lain berzirah perang melayang tidak jauh dari posisi tetua Din Thai Fung. Seorang pria terlihat berumur 30'an tahun menunduk menjura hormat kepada Putri Ming Yu Hua.
"Kembalilah panglima, aku sedang buru-buru. Jika kau ingin menemuiku, datanglah ke markas Lembah Petir." Putri Ming Yu Hua menunjukkan wibawanya sebagaimana seorang Putri.
"Baiklah Tuan Putri, hamba pamit. Senang melihat Tuan Putri baik-baik saja."
Orang berzirah yang di panggil panglima itupun membungkuk lalu melesat turun.
"Kalau begitu mari ikuti aku." Tetua Din Thai Fung segera melesat terbang ke arah Markas Sekte Lembah Petir berada.
Sebelum memasuki tembok pertahanan Sekte Lembah Petir, ternyata mereka harus melewati beberapa lapis tabir pelindung yang cukup kuat. Sepertinya Sekte Lembah Petir saat ini tengah meningkatkan keamanan.
Setelah melewati tabir pelindung, mereka langsung menuju gedung utama Markas Lembah Petir tanpa perlu melewati pintu gerbang ataupun meminta izin dulu pada para penjaga, karena para penjaga yang bertugas tentunya sudah mengenali tetua mereka.
"Antarkan mereka ke kamar tamu istimewa." Perintah Din Thai Fung pada salah seorang tetua yang berada di halaman depan gedung utama.
Din Thai Fung kemudian berkelebat menuju 'gedung balai pengobatan' untuk menemui Alkemis senior yang dimiliki Sektenya.
"Bagaimana keadaannya?" Tanya Huang She saat tangan Alkemis tua Lembah Petir baru saja melepaskan pergelangan tangan Arya.
"Dia hanya kelelahan dan butuh istirahat. Mungkin ada hal yang mengguncang pikirannya, sehingga dia menjadi seperti ini. Tapi tidak perlu khawatir, semuanya akan baik-baik saja." Balas Alkemis tersebut dengan wajah tenang.
Mendengar keterangan dari Alkemis paruh baya tersebut, Huang She dan ketiga bocah bersaudara terlihat sedikit tidak puas, mereka merasa tidak yakin mengenai hasil diagnosa Alkemis tersebut.
Sementara Din Thai Fung yang sedari tadi nampak begitu risau, akhirnya dapat bernafas lega.
"Minumkan saja pil ini padanya agar kesadarannya cepat pulih." Alkemis paruh baya tersebut memberikan sebutir pil pada Huang She dan lalu pamit keluar ruangan.
Din Thai Fung tersenyum ramah pada Huang She yang masih terlihat cemas. "Tidak usah khawatir, kekasihmu itu hanya kelelahan." Godanya dengan wajah bersahaja.
Huang She melebarkan mata sesaat, pipinya mulai memerah. Dengan sedikit malu-malu, dia kemudian mendekati Arya dan lalu menelankan pil pemberian Alkemis paruh baya tadi kepada pemuda itu.
"Kalian mau tetap disini atau aku antarkan ke kamar kalian masing-masing?" Tanya Tetua Din Thai Fung setelah Huang She selesai meminumkan pil pada Arya.
"Kami akan tetap di sini dulu sampai dia sadar, tetua." Balas Huang She, ketiga bocah bersaudara hanya mengangguk pelan.
"Baiklah, kalau begitu aku akan menyampaikan kabar ini dulu pada Patriark, dia sudah lama menunggu kedatangannya."
Di ruangan pertemuan, terlihat banyak orang sedang berkumpul mendiskusikan sesuatu yang nampaknya sangat penting. Semua terlihat dari ekspresi orang-orang yang berada di ruangan itu, di selimuti keseriusan.
Perbincangan di hentikan, manakala ada suara pintu terbuka. Semua orang yang ada di ruangan tersebut sontak saja menoleh ke arah pintu.
Mereka semua tersenyum karena tentu saja mengenali sosok yang baru saja membuka pintu tersebut. Din Thai Fung, salah satu tetua senior Sekte Lembah Petir.
"Apa yang ingin kau sampaikan, Tetua?" Patriark Tao Lian merasa sedikit heran dengan senyuman yang di tunjukkan sahabatnya itu.
"Aku membawa kabar baik, Patriark. Orang yang anda tunggu-tunggu selama ini telah tiba." Tetua Din Thai Fung tersenyum sumringah.
"Benarkah?" Patriark Tao Lian terlihat begitu antusias. Kabar yang di bawakan Tetua Din Thai Fung tersebut, memanglah sesuatu yang sangat dia harapkan.
Semua petinggi dari beberapa Sekte dan kerajaan yang berada di ruangan itupun nampak penasaran dengan siapa yang di maksud telah sampai, sehingga membuat wajah Patriark Tao Lian berseri-seri seolah mendapatkan hadiah yang istimewa.
"Maaf saudara-saudara dan tuan-tuan, aku ada urusan penting. Sekiranya kalian semua dapat memahaminya, pertemuan ini selesai sampai di sini. Jika masih ada yang ingin di bahas, besok kita akan adakan lagi pertemuan kembali." Patriark Tao Lian menelangkupkan tangan dan sedikit menundukkan badan. Dia merasa tidak sopan, tapi diskusi yang sedang dibahas sampai sekarang tidak mendapatkan titik terang.
"Apa urusanmu itu lebih penting daripada permasalahan yang kita hadapi?" Cercah Patriark Liu Bei selaku Patriark Sekte Macan Putih.
"Maaf sekali lagi saudara sekalian, bukannya aku menganggap masalah yang kita hadapi tidak penting. Tapi daripada kita terus berdebat dan tidak menemukan solusi terbaik, lebih baik kita mengambil waktu untuk mendinginkan pikiran, siapa tahu besok di antara kita ada yang mendapat pencerahan."
"Kau benar, seharusnya kita mencari solusi dengan pikiran dingin. Berdebat hanya akan membuat pikiran kita semakin rumit. Tapi kalau boleh tahu, siapa tamu istimewa yang baru tiba, Patriark Tao?" Patriark Xin Fei, Patriark dari Sekte Pedang Tunggal mengutarakan rasa penasarannya.
"Seorang pendekar yang baru saja kita bicarakan." Patriark Tao Lian tersenyum, nampak raut wajahnya menunjukkan kebahagiaan.
Semua Patriark maupun petinggi kerajaan saling berpandangan.
"Pendekar Naga Emas?" Gumam mereka saling bersahutan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 173 Episodes
Comments
Iwan Arema
bukanx mereka tahux..tabib Xian/Arya..🤔🤔
2024-05-10
1
Harman LokeST
cepat sadarkan dirimu Li Tian
2024-02-29
1
Harman LokeST
belum sadar dari pingsan
2022-06-17
0