Malam tiba. Suasana gelanggang yang sore tadi masih cukup riuh, kali ini berubah menjadi sepi. Aksara sedari tadi hanya tiduran saja. Tak melakukan apapun. Namun kali ini dia merasa perlu untuk jalan jalan keluar. Maunya sih pulang ke rumah, namun nggak diijinkan oleh panitia seleksi. Semua peserta dihimbau untuk tidak meninggalkan area gelanggang.
Saat Aksara keluar kamar, terlihat Diana berada di samping pintu kamarnya.
"Ah, Diana. Sedang apa disini?," Tanya Aksara ramah.
"Ah, Emm . . . terimakasih telah membantuku di babak pertama tadi," Diana mengucapkan terimakasih dengan malu malu.
"Seharusnya aku yang berterimakasih padamu Diana. Kalau nggak ada kamu, aku tadi sudah jadi samsak hidup para golem batu. Mungkin sudah jadi kentang tumbuk sekarang," Aksara tersenyum memandang Diana.
"Nggak kok. Aku tadi cuma refleks saja. Eemmm . . . sebagai ucapan terimakasih mau ku traktir kopi?," Diana menunduk, dia tersipu melihat Aksara tersenyum padanya.
"Yah aku mau saja sih. Tapi bolehkah kita keluar dari area gelanggang ini?," Aksara mengernyitkan dahi, bertanya pada Diana.
"Emm, pokoknya ikut saja denganku," Diana berjalan lebih dulu, sesekali menoleh pada Aksara. Dia khawatir Aksara nggak mengikutinya, namun untuk berjalan beriringan dengan Aksara Diana nggak mempunyai nyali untuk itu.
Aksara mengikuti gadis pemalu di depannya tanpa banyak tanya. Mereka berdua menuju ke arah Barat gelanggang. Terdengar suara riuh di salah satu sudut gelanggang. Rupanya ada sebuah tempat makan yang megah disana. Aksara takjub. Seorang pelayan dengan memakai setelan pakaian yang rapi, bersih dan mengkilap berada di ambang pintu masuk.
"Nona, anda punya kartu member?," Pelayan menyapa ramah pada Diana. Aksara berdiri di belakang Diana.
Diana menunjukkan sebuah kartu berwarna emas. Pelayan terlihat gugup dan salah tingkah, sementara Aksara berdiri mematung tak mengerti.
"Silahkan masuk Nona. Maafkan saya karena tidak mengenali anda," Pelayan menundukkan kepalanya pada Diana. Diana berjalan masuk, terlihat anggun di mata Aksara. Aksara hendak menyusul masuk namun di cegah oleh pelayan.
"Anda siapa? Tunjukkan kartu member!," pelayan berkata ketus sambil memperhatikan Aksara dari ujung rambut sampai ujung kaki. Aksara kikuk diperhatikan seperti itu.
"Maaf Tuan, dia tamuku," Diana berbalik dan menatap nggak suka pada pelayan. Pelayan kembali terlihat salah tingkah.
"Maafkan saya. Silahkan masuk," pelayan membungkuk pada Aksara dan mempersilahkannya masuk. Aksara hanya bisa garuk garuk kepala.
"Diana, siapa kamu sebenarnya?," Aksara bertanya pada Diana. Tak ada jawaban dari mulut mungil Diana.
"Makanan disini enak enak lhoo," Diana mengalihkan pembicaraan, mengambil kursi di salah satu sudut tempat makan.
Di depan ada sebuah panggung. Dan sebuah orkes sedang bernyanyi menghibur pengunjung. Alunan lagu yang luar biasa, mengundang decak kagum setiap telinga yang mendengar dan menikmatinya. Sang vokalis terlihat familiar bagi Aksara dan Diana. Dia adalah Bagin. Salah satu peserta seleksi dukun istana yang lolos untuk tahap 2 besok.
Bagin terlihat menyadari kehadiran Aksara dan Diana. Selesai bernyanyi, diiringi tepuk tangan para penonton Bagin berjalan menuju tempat duduk Aksara dan Diana.
"Enak sekali ya orang kaya. Ikut seleksi sekalian sambil liburan, makan makan enak. Menggoda laki laki miskin dan lemah," Bagin menatap sinis pada Diana, kemudian beralih memandang Aksara. Diana terlihat menunduk, wajahnya memerah menahan malu.
"Hei, jaga bicaramu. Suaramu bagus tapi tidak dengan sikapmu," Aksara merasa geram dengan tingkah laki laki di depannya itu.
"Ha ha ha. . . Kita sama sama orang rendah bung! Bedanya aku berkelas, nyari duit dengan talenta. Kamu? Nyari duit dari memikat gadis kaya yang haus akan belaian laki laki," Bagin berbisik pada Aksara. Sebuah kalimat yang mengandung penghinaan. Aksara berdiri dari duduknya, mencengkeram kerah baju Bagin.
"Jaga bicaramu! Atau . . .," Aksara menatap tajam pada Bagin. Giginya gemeretak beradu, kemarahan telah berkobar di hatinya.
"Atau apa? Ngajak berantem? Levelmu di bawahku. Sadar diri lah," Bagin menepuk nepuk pipi Aksara.
Aksara mendorong Bagin. Bagin terlihat mengepalkan tangannya. Udara terlihat bergetar seperti air yang membentuk gelombang.
Praangg
Praangg
Praangg
Gelas dan piring yang berada di meja sekitar Bagin pecah dengan sendirinya. Semua orang yang berada dalam tempat makan menoleh ke arah keributan.
"KEMAMANG!," Aksara mengucap mantranya.
Bwoosshhh. . . api meluap luap mengelilingi wajah dan tangan Aksara. Diana terdiam melihat itu semua. Tak ada orang yang berani mendekat. Pertarungan sepertinya tak terelakkan di tempat ini.
"Majulah! Akan kubuat kamu nggak mampu datang ke gelanggang besok," Bagin menyeringai. Terlihat roh kedua berwujud belalai gajah melingkar di pundak kanan Bagin.
Aksara mengepalkan tinjunya, menghentakkan kakinya dan melesat ke arah Bagin. Tinju api siap menghantam wajah Bagin. Sementara Bagin membuka mulutnya bersiap mengeluarkan sebuah jurus. Namun, belum sempat kedua anak muda berdarah panas ini beradu jurus, di tengah tengah mereka muncul dinding air yang menahan pukulan api Aksara dan Bagin. Kapten Wigan berada di tengah tengah mereka.
"Hei, ini tempat makan. Jangan bikin onar! Simpan tenaga kalian untuk besok!," Kapten Wigan bersedekap, matanya terlihat berkilat penuh amarah. Aksara dan Bagin menelan ludah. Mereka merasakan ketakutan dihadapan seorang Kapten. Kapten Wigan menggertak dan memancarkan aura membunuh. Terlihat dia benar benar marah.
Bagin perlahan berjalan mundur, kemudian pergi meninggalkan Aksara dan Kapten Wigan.
"Dasar bocah tak tahu etika. Belum juga selesai aku ngomong, sudah nyelonong pergi!," Kapten Wigan geleng geleng kepala melihat kepergian Bagin.
"Hei kamu juga. Bukannya persiapan untuk besok malah sok jago berantem di tempat ini," Kapten Wigan menoleh pada Aksara yang sudah membungkuk, menghilangkan api kemamangnya.
"Sudahlah Kak. Aksara nggak salah. Dia membelaku tadi," Diana mengguncang guncangkan lengan Kapten Wigan.
Aksara terbelalak, kaget setengah mati. Diana ternyata adalah adik dari Kapten Wigan. Ah, pantas saja kekuatan roh nya hampir sama, ternyata mereka bersaudara.
"Kamu memalukan. Sebagai adikku, seharusnya kamu nggak butuh perlindungan dan pembelaan dari orang lain," Kapten Wigan berkata ketus pada Diana, adiknya. Kemudian melangkah pergi meninggalkan resto.
Aksara menatap Diana. Aksara ternganga, ternyata gadis pemalu di depannya ini merupakan garis keturunan dukun sakti istana yang tersohor.
"Kamu luar biasa Diana. Kamu ternyata adik Kapten Wigan, kereenn!," Aksara berbinar menatap Diana.
"Kenapa kamu nggak mengatakannya dari awal? kalau kamu adik salah seorang kapten hebat," Aksara kembali bertanya, penasaran. Diana belum juga membuka suara.
"Karena aku nggak mau jadi beban kakakku. Aku mau dikenal karena kemampuanku dan namaku sendiri," Diana berkata lirih. Namun dia serius dengan ucapannya.
"Aku menantikan persaingan kita di seleksi dukun istana babak selanjutnya, kamu keren Diana. Aku jadi ingin mengalahkanmu nanti," Aksara tersenyum, semangatnya berkobar, sorot matanya menyala nyala.
Dan akhirnya, malam sebelum seleksi dukun istana babak kedua mereka lalui dengan penuh kehebohan. . .
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
Zuhril Witanto
Kerajaan nya modern
2024-02-01
0
Wahyu Nur Febriyan
apa iya kerajaan ada cafe terus pelayan pake tuxedo
2021-07-28
2
Adnan Faqih
harus ada dangdutan biar tambah asyik...
2021-07-15
2