Suara ayam berkokok, burung yang berkicau saling bersahutan menjadi penanda malam telah berganti pagi. Hari yang ditunggu tunggu sudah tiba. Aksara terbangun masih dengan beberapa perban di tubuhnya. Segelas tajin dan tahu kuning telah tersaji di meja makan.
"Maafkan Ibu Nak, padahal kamu hendak berkompetisi, seharusnya segelas susu dan makanan lengkap yang ada di meja. Namun nyatanya hanya ini yang sanggup Ibu sajikan," Bu Mirna menatap Aksara dengan tatapan sendu.
"Ini sudah sangat cukup kok Bu. Karbohidrat, protein, sudah lengkap. Terimakasih Bu," Aksara tersenyum menatap Ibunya.
"Gimana lukamu?," Bu Mirna bertanya, masih ada kekhawatiran dalam hatinya. Bu Mirna tahu, seleksi Dukun istana adalah kompetisi yang keras, bahkan beberapa tahun yang lalu ada calon dukun istana yang luka berat karena mengikuti seleksi ini.
"Sudah nggak pa pa kok Bu. Jangan khawatir," Aksara menjawab meyakinkan dan bersemangat.
Pak Toro nampak keluar dari kamar, terlihat masih mengantuk. Kemarin Pak Toro pulang dari hutan sudah cukup larut malam. Entah apa yang dilakukan pria paruh baya itu di hutan malam malam.
"Bapak kemarin ngapain ke hutan sampai hampir tengah malam?," Aksara bertanya penuh selidik.
"Ngambil ini," Pak Toro mengeluarkan sesuatu dari kantongnya.
"Apa ini Pak?," Aksara bertanya memperhatikan benda yang di genggam bapaknya. Sebuah kalung dari benang dengan liontin berupa batu berwarna putih.
"Jimat. Pokoknya pakai saja lah. Mungkin suatu saat akan berguna," Pak Toro menjawab dengan cuek. Sejatinya, Pak Toro sendiri nggak ngerti apa fungsi batu itu.
Aksara memakai kalung pemberian Bapaknya, kemudian melahap tahu dan tajin yang ada di meja. Aksara merasa sudah siap dan yakin akan keberhasilannya hari ini.
Dooonggg
Dooonggg
Doongggg
Terdengar bunyi gong dipukul bertalu talu di pusat kota. Bunyi gong sebagai penanda bahwa seleksi Dukun Istana telah dibuka. Aksara bergegas, membawa perbekalan, dan berpamitan pada Bapak dan Ibu nya.
"Do'a ibu menyertaimu Nak," Bu Mirna bergumam, mengamati Aksara yang berangkat ke tempat seleksi dengan berlari lari kecil.
Aksara berlari, dengan sekuat tenaga. Sebenarnya dia sadar seharusnya ia menyimpan tenaga untuk seleksi nanti. Namun Aksara sudah tak sabar ingin segera sampai di lokasi.
Pusat kota terlihat lebih ramai dari biasanya. Para calon peserta Dukun sakti terlihat mengantre di pintu gerbang gelanggang Asosiasi Dukun Istana. Untuk mendaftar sebagai calon peserta hanya cukup menunjukkan kartu identitas warga kerajaan Lintang. Setelahnya para calon peserta melakukan penimbangan dengan timbangan khusus. Timbangan inilah yang akan menunjukkan jenis komponen roh kedua, apakah dari komponen api, air, angin atau tanah. Selain itu timbangan juga mengukur berapa nilai dari kekuatan roh kedua. Nilai berupa angka dari 1 sampai maksimal 10. Syarat menjadi peserta seleksi dukun istana minimal memiliki roh kedua dengan nilai 6. Di bawah nilai itu mereka gagal.
Gelanggang Asosiasi Dukun Istana terlihat sudah ramai, penuh sesak dengan para penonton. Penonton adalah warga kerajaan Lintang yang memiliki tiket masuk. Tiket masuk gelanggang sangatlah mahal, tahun ini tiket masuk senilai 100 koin. Jadi dapat dipastikan para penonton seleksi dukun Istana adalah orang orang kaya, dan terpandang.
Setelah mengantre cukup lama, tiba giliran Aksara untuk melakukan penimbangan. Aksara naik pada timbangan terbuat dari batu khusus berwarna hijau mengkilap. Aksara naik timbangan dengan sedikit keraguan di hatinya. Apakah roh kedua nya bernilai lebih dari 6?
Saat kakinya menginjak batu timbangan, muncul angka berwarna merah ditengahnya. Terlihat angka mulai bergerak. 1 . . . 2 . . . 3 . . . 4 . . . 5. Angka tak lagi bergerak. Aksara mulai merasa was was. Keringat menetes membasahi keningnya. Apakah Aksara akan gagal kali ini?
Dan ternyata angka timbangan bergerak sekali lagi. Angka 6 muncul. Aksara tersenyum lega. Kekuatan roh kedua nya tepat bernilai 6. Seorang panitia seleksi, yaitu Dukun Istana berlencana perak menghampiri Aksara.
"Kamu lolos ke tahap selanjutnya. Nilai roh kedua 6 dengan komponen air," panitia seleksi berbicara lantang.
Aksara kaget mendengar pengumuman itu. Bagaimana mungkin dia memiliki roh kedua komponen air?
"Air?," Aksara bertanya memastikan.
"Iya. Ayo cepat masuk ke ruang tunggu. Untuk persiapan tahap selanjutnya," Panitia seleksi meninggalkan Aksara yang terbengong bengong. Mungkinkah ada kesalahan dengan alat timbangnya?
Aksara berjalan mengikuti panitia seleksi. Baru beberapa langkah, di area penimbangan terdengar suara riuh, gegap gempita. Beberapa orang terdengar bertepuk tangan. Aksara menoleh, seorang pemuda berambut emas dengan mata sayu terlihat sedang melakukan penimbangan.
"Luar biasa, nilai roh 9. Dia setara seorang kapten. Benar benar seorang jenius. Bakat dari lahir," Seorang dukun istana terlihat bertepuk tangan, geleng geleng kepala memuji pemuda di atas timbangan.
Badan Aksara bergetar melihatnya. Bukan karena takut, tapi Aksara merasa nggak sabar untuk berkompetisi dengan orang orang seperti dia. Seorang yang jenius.
"Heeiiii . . . Ayo kita bersaing disini," Aksara tiba tiba berteriak sambil mengepalkan tinjunya ke depan dada. Aksara begitu bersemangat sampai lupa dengan sekitarnya.
"Hah?! Ha ha ha ha," Beberapa dukun istana terlihat menertawai Aksara. Sementara pemuda tersebut turun dari timbangan tidak mempedulikan teriakan Aksara.
"Ngapain kamu? Ayo cepat jalan," Panitia seleksi di depan Aksara merasa jengkel dengan perilaku peserta satu ini. Aksara tersenyum kikuk, dia baru sadar akan kebodohannya.
Aksara diarahkan ke sebuah ruangan. Di dalamnya sudah ada beberapa orang peserta seleksi yang lolos penimbangan. Aksara mengambil salah satu tempat duduk di pojokan. Aksara mengamati para peserta, terlihat mereka memakai pakaian pakaian yang terlihat keren dan mahal. Hanya dirinya lah yang berpakaian kumal.
Seorang peserta di depan Aksara menoleh. Seorang gadis berambut merah dengan poni menutupi dahinya.
"Hei kamu. Kamu berasal darimana?," tanya gadis itu, terdengar congkak.
"Ah, aku dari bukit manik manik," Aksara mengulurkan tangannya hendak bersalaman.
"Hah? Tempat pelosok. Orang pinggiran ternyata," Gadis rambut merah mengabaikan uluran tangan Aksara, dan membuang muka. Aksara menelan ludah menerima perlakuan seperti itu.
Beberapa orang masuk ke dalam ruangan. Ada pemuda dengan nilai roh 9 tadi, juga masuk ruangan dan berdiri bersandar pada tembok. Dia terlihat tidak peduli dengan sekitarnya. Dan terakhir adalah seorang gadis berambut pendek berwarna hitam masuk ruangan terlihat menunduk malu malu dan mengambil tempat duduk di sebelah Aksara. Dari pakaian yang dia kenakan kelihatannya dia dari keluarga yang berada.
"Emm, maaf . . . Aku boleh duduk disini kan?," Gadis itu bertanya dengan ragu ragu pada Aksara.
"Ah, ya. . . siapapun juga boleh kok," Aksara mencoba tersenyum.
"Emm, bolehkah kita berkenalan?," Gadis itu masih saja menunduk. Aksara mengangguk cepat. Aksara awalnya berpikir semua orang kaya berperangai congkak, ternyata dia salah. Ada juga orang kaya yang bersikap baik dan pemalu seperti ini.
"Namaku Diana," Gadis pemalu yang ternyata bernama Diana mengulurkan tangannya pada Aksara.
"Aku . . . Aksara," Aksara menjabat tangan Diana, erat.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
Zuhril Witanto
masih tetanggaan ma Dani ya
2024-02-01
0
istiqlal👻👻
dr sekian bnyakknya novelmu thoor knp gk jauh jauh dr manik2 ya.???
2023-12-30
0
Yuli Eka Puji R
ealahhh ga jauh" dr bukit manik" emangnya othornya dr bukit manik" ya 😁
2022-09-28
0