Rani mencoret hari 11 karena itulah angka Ryan mati walau itu sangat membuatnya ketakutan, kejadian sebelumnya saat semuanya pingsan dan Adly tiba-tiba hilang tidak ada. Ryan juga mengatakan tidak mengetahui Adly kemana, tapi wajahnya jadi sangat sedih saat ditanya tentang hal itu.
Saat ini lelaki itu sedang menonton televisi bersama Widya. Gadis itu menguap beberapa kali karena tidak tidur, dia terus berpikiran tentang soal Adly yang sampai saat ini tidaklah pulang.
Matanya menatap berita dengan saksama, "pemberontakan organisasi Belati Putih ?! A-apaan ini..?! Apa Adly baik-baik saja ?!"
"Semoga.. kita berharap saja," timpal Ryan dengan wajah suram. Melihat itu Widya sama sekali tidak paham tentangnya karena kelihatan aneh setelah Adly pergi, dia menghembuskan napasnya dan duduk menyender pada sofa dengan wajah yang biasa saja walau dalam hatinya dia begitu cemas.
Sedangkan Alia sedang memegang pedang kayu dan melatih teknik dari ayahnya, dia memegangnya dengan cukup erat dan tetap mengingat bagaimana teknik pedang yang diajarkan ayahnya. Mengandalkan sebuah kecepatan tinggi, mampu untuk memotong tangan dan kaki lawan. Alasan Adly mengajarkan teknik ini pada Alia, dia tidak ingin sampai anaknya membunuh seseorang.
Alia menurunkan pedangnya, "cukup ayah saja yang membunuh.. aku jangan ?..."
Ucapan Alia terdengar dewasa tapi dia masih bocah yang berpikir dewasa. Baginya ayah tetap ayahnya hanya saja, anak itu tidaklah bodoh dan dia paham maksud dari ayahnya. Sudah lama tahu kalau ayahnya itu seorang pembantai, dia disegani di seluruh kota. Melihat pisau dan gerakannya juga membuat orang ketakutan.
Namun, dia punya alasan tersendiri untuk memegang senjata itu dengan erat dan alasan itu sangat dikagumi Alia. Walau.. kekaguman itu nantinya akan terus bertambah seiring waktu berjalan, begitu juga dengan kertas yang sedang terbang turun ke arahnya.
Di langit ada sebuah kertas merah putih platinum sedang melayang karena angin, melihatnya tidak asing baginya dia menangkapnya. Setelah tertangkap oleh tangannya, anak itu sadar kalau ini adalah tulisan ayahnya. Yah.. karena ayahnya itu payah dalam tulisan tangan.
Alya tersenyum masam, "ya tulisan ceker ayam ayah sih ya..."
"Kamu anak yang terlalu kejam pada ayah kamu."
"Siapa itu ?!" Kaget Alia mendengar suara itu. Tiba-tiba sebuah suara datang, dia melihat sekitarnya kalau tidak ada apapun atau seseorang sekalipun. Melupakannya dengan pikiran kalau hanya perasaannya saja, dia membacanya sebentar dan wajahnya membaca surat begitu terkejut.
Pupil matanya bergetar dengan gigi yang terdengar getaran. Tangannya gemetaran, dalam beberapa detik kemudian dia berteriak histeris dan memegang kertas itu kuat-kuat. Setiap kata dalam surat membuatnya tidak bisa tenang, tetap teringat dengan kata-kata itu. Dia memukul pohon yang ada didekatnya.
Dia meneteskan air matanya, "ayah! Kau begitu bodoh!.. kenapa kau tidak membawaku ?!"
"Itu semua demi kamu."
"Siapa kau ?! Keluar cepat...!"
"Aku bukan manusia dan sosok aku takkan bisa kalian mengerti, manusia."
"Lalu mahkluk apa kau ?!" Tanya Alia dengan geram dan marah. Tangannya mengepal kuat ingin mengarahkan pukulan, tapi setelahnya dia menelan ludahnya dan berlari masuk ke dalam rumah.
Saat itu juga Ryan hanya memalingkan wajahnya dari Widya yang matanya terbuka lebar dan mulut ternganga melihat berita. Tidak lama.. dia menggelengkan kepalanya beberapa kali, tangannya menutup mulutnya dan hendak muntah dengan rasa mual dibarengi dengan kesedihan.
"Tidak.. tidak.. ini tidak,.. huh ?!... Tidakk..! Tidak-tidak! Ini tidak nyata!" Ucap Widya beberapa kali. Bersamaan setelah Alia sampai dekatnya, Widya berteriak dan dalam sesaat kehilangan kesadarannya pingsan di atas sofa. Anaknya datang melihat keadaan ibunya, walau hanya ibu angkat sih.
Hanya saja matanya menoleh pada layar televisi yang sedang menyala. Dia mengepalkan tangannya mendatangi depan layar, "begitulah yang diucapkan ketua organisasi Belati Putih, kami turut berdukacita atas kepergiannya dan berkorban demi negara."
"Jangan bercanda!" Teriak Alia sambil memukul televisi dengan tangannya. Layarnya langsung hancur, dia yang masih memegang pedang kayunya mengayunkannya dan menghancurkan benda itu dengan mudahnya. Kekuatan fisiknya tidak seperti anak pada umumnya karena mendapat pelatihan dari ayahnya, alasan dia mempelajari teknik dari ayahnya juga untuk membela dirinya kalau dalam bahaya.
Ryan melihat kemarahan anak itu hanya terdiam, karena berbahaya dan ada listrik di televisi dia beranjak dari tempat duduknya. Mengambil tangan Alia dan memeluknya, tanpa sadar dia juga menangis karena tidaklah mudah untuk melupakan ayahnya walau hanya ayah angkat.
Karena kekuatan anak itu lebih besar dia menendang Ryan dengan mudahnya. Tapi... Sesaat dia melihat kalau ibunya bangun, melihatnya memandang dirinya dengan tatapan mata kosong anak itu datang padanya dan Widya memeluknya.
Widya membuka mulutnya dengan gemetaran, "a-alia.. A-Apa itu benar ?"
"Tidak ibu.. ayah takkan mati begitu saja, itu pasti bohong! Soalnya... Ayah yang paling kuat!"
"Yah.. itu pasti benar.. kare---"
"Tidak! Dia sudah mati!" Kata Ryan dengan nada tinggi menyela gadis itu. Lelaki itu gemetaran dengan apa yang ingin dikatakan olehnya, tapi itu adalah pesan dari seorang teman sekaligus orang yang telah menyelamatkannya beberapa kali. Jikalau tidak ada Adly, dia pasti sudah berada di rumah sakit dan hanya duduk diam saja.
Mengepalkan tangannya dengan kuat dia mengingat apa yang dikatakan oleh Adly sebelum dia pergi, itu sesuatu yang sangat mengejutkan baginya. Sungguh.. tetap saja tidak boleh untuk merahasiakannya dari mereka. Tapi ini belum waktunya.
Mengingat berita tadi, Adly masih sempat untuk bicara soal pesan yang ingin disampaikan pada semua orang.. tidak, seluruh dunia dan mungkin berita itu ditonton banyak orang. Beberapa saat lalu saat mereka menonton televisi yang menyiarkan berita itu.
Dalam layar kaca ada banyak orang atau tim untuk pergi ke tempat sinyal bantuan, setelah mereka menemukan tempat yang sangat asing dan begitu susah untuk dimasuki ternyata ada. Hanya saja.. banyak mayat yang ditemukan dan tumpukan demi tumpukan badan manusia hancur.
Mereka melihat-lihat dan ada seseorang yang mereka kenal sekaligus hormati, berita itu disiarkan secara langsung.
Orang itu tersenyum, "kalian tim penerima sinyal.. darurat, kah ?"
"Ya itu benar! Komandan Adly!"
"Jangan panggil komandan.. Adly saja atau ketua.."
"Baik ketua! Lalu.. apa yang terjadi ?"
"Apa ini siaran langsung untuk televisi ?" Tanya Adly membuat semua tim kebingungan dan mereka sembari membalut luka orang itu, tapi itu mungkin saja tidak akan berguna. Salah satu tim mengangguk dan mengiyakan pertanyaan Adly yang membuat mereka bingung, respon Adly tersenyum dan senang.
Adly menarik napas, "dengarkan.. kalian semua.. dunia dalam keadaan tidak bagus... Hear.. tlosive itu bukan dari.. keturunan.. tapi... Dari... D.... Da.."
"Ketua Adly!... Lanjutkan bicara anda! Anda orang kuat! Mana mungkin mati begini...!"
"Benar! Anda takkan mati begini saja, bukan ?!"
"Buka mata Anda!"
"Ahh.. Widi.. Ali.. cinta kali... Maaf..." Ucapan komandan itu dengan senyum dan hembusan terakhirnya. Semua anggota tim menutup kelopak matanya yang sudah terlihat tidak ada cahaya lagi, mereka menutup wajahnya dengan kain putih dan rintihan tangisan terdengar.
Setelahnya Widya mulai berdiri dari tempat duduknya, lalu tidak bisa menerima kenyataan, dan sangat terpukul dengan berita itu. Hingga Alia tiba dan begitulah kejadiannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 142 Episodes
Comments
Zahra Fitria
11
2021-05-25
1